30. Menyelamatkan yang Berharga

486 28 0
                                    

Jika waktu mengizinkan mengulang semua itu. Aku yakin, dia tak akan terluka. Meskipun aku yang harus menghilang untuknya.

***

Viliex, Aland, Guan serta Fellma berlarian menuju gedung besar itu. Keempat orang itu tidak perduli lagi dengan teriakkan marah orang yang berlalu lalang di lorong yang sama seperti mereka. Langkah kaki Aland lebih dulu mengelilingi apartemen mewah itu dan berhenti pada lift. Di ikuti Viliex dan Guan serta Fellma yang ngos-ngosan.

“Kita ngapain ke sini yah?” tanya Guan penasaran pasalnya Aland datang ke rumah dan langsung menyuruh Guan untuk menjemput Viliex yang tengah bertemu dengan Fellma. Liburan yang mengenaskan, pikir Guan saat itu.

Sontak Fellma yang saat itu ada, juga ingin ikut. Dan berakhir berada di dalam lift yang terus naik menuju lantai 14. Aland mengatur napasnya.

“Elma ada di sana.” Mata ketiga orang itu membulat sempurna.

“Ayah yang menyembunyikan Elma.” Lanjut Aland.

“ Apa!” ketiga orang itu serempak mengucapkan hal yang sama.

“Lalu kenapa kita terburu-buru begini?” Viliex buka suara di samping Fellma yang terus mengeratkan pegangannya pada tali tas selempangnya. Mencari perlindungan dari situasi darurat itu. Dan Viliex tidak menyadarinya.

“Elma dalam bahaya.”

***

Nata bergerak ke arah samping kiri, menuju tempat yang agak luas di ruangan itu. Tangannya terus menggenggam lengan Elma dan membawanya ke sisi samping tubuhnya. Pria itu terus berada di depan Elma seakan menjadi tameng pelindung gadis itu dari panasnya peluru yang siap meluncur itu.

Nata yang tidak bersenjatakan apa-apa hanya bisa merelakan diri jika timah panas itu menembus dadanya. Ketimbang gadis itu mati. Toh memang tugasnya begitu.

Namun sekarang ia harus bisa fokus mencari peluang untuk melumpuhkan orang bertopeng yang berada di depannya. Pistol G2 Combat dalam kategori short gun itu terus mengacung manis di udara, dengan pelatuk yang siap ia tarik dari tempat asalnya.

Nata berusaha mencapai nakas di belakang tubuh Elma.

“El, tolong ambil pistol di dalam nakas itu?” tangan Nata menunjuk ke belakang tubuh Elma, tepat berada nakas kecil itu. Tanpa mengalihkan pandangan pada pria yang terus mengikuti pergerakannya. Elma bergegas membuka lacinya dan mengobrak abrik isinya.

Orang bertopeng itu meluncurkan satu pelurunya ke samping tubuh Elma yang bergetar karena takut. Untungnya, peluru itu mengenai dinding.

“Kau baik-baik saja?” tanya Nata terus berdiri di depan Elma, gadis itu menyerahkan pistol yang hampir sama, namun berbeda jenis. Yang Nata pegang series pertama dari keluaran Pindad. Dan sialnya pistol GT2 Elite caliber 9mm itu bisa di bilang agak tertinggal dari milik sang pembunuh di depannya. Setidaknya itu satu-satunya senjata andalan Nata.

“Jangan mempersulit tugasku!” gertak orang itu mengancam dengan pistolnya.

Doarrr!!!

Orang di dalam topeng itu melepas tembakannya dan mengenai lengan Nata, pria itu mengacungkan pistolnya dan berjalan mundur ke sudut, menggiring Elma yang berpegangan kuat di bahu pria itu. Ia berusaha menahan nyeri yang menggerogoti lengannya. Nata terduduk menahan sakit.

“Nata .…” Elma berteriak histeris melihat Nata yang memegangi lengannya. Bersamaan dengan itu, Jey datang. Elma menutup mulutnya, terkejut dengan kehadiran pria itu. Mengendap mengangkat sebuah bangku, lalu menghantamkannya ke punggung pria bertopeng itu. Seketika ia roboh. Nata mengambil kesempatan untuk membawa Elma lari dari situ.

“Jey? Kamu—” belum sempat Elma berucap, Jey sudah menarik lengannya dan menyembunyikan tubuh Elma dalam pelukannya. Tidak perduli dengan Nata yang memutar bola matanya.

Tau karena ditatap oleh Nata, Jey segera melepas pelukannya. Dan menurunkan pandangannya pada lengan Nata yang terus mengeluarkan darah.

“Lo harus di bawa ke rumah sakit.”

Nata terkekeh,  “Aku pikir kamu berniat meninggalkanku. Tapi terima kasih.”

“Bukan saatnya. Ayo.” Ucap  Jey menarik pelan tubuh Nata serta Elma untuk keluar apartemen itu. Meninggalkan pria bertopeng yang tergeletak di lantai. Nata sempat-sempatnya menelpon polisi untuk segera meringkus pria itu.

“Jey?” Suara berat milik Aland yang datang tergesa-gesa itu menghentikan langkah ketiga orang itu. Elma menatap haru kedatangan ayahnya, Viliex , Guan dan Fellma.

“Elma, kamu baik-baik aja kan sayang?” Aland lebih dulu memeluk putrinya yang pucat. Nata dan Jey saling berpandangan, berusaha mengisyaratkan orang-orang itu dengan kondisi lengan Nata yang tertembak.

“Sialan, gak ada yang peduli apa sama lengan tersayangku ini?” Batin Nata.

“Lebih baik kita ke rumah sakit sekarang.” Celetuk Nata menyadarkan orang sekitarnya. Aland mengangguk selepas melepas pelukannya pada Elma.

Aland dan Jey memapah Nata memasuki mobilnya. “Kamu naik itu?” tanya Nata, tak percaya melihat Ducati mahal itu menjadi kendaraan Jey. Dia belum tahu saja faktanya.

“Kenapa lo sempat-sempatnya nanyain itu? Bukan punya gue kok.” Balas Jey. Nata didorong oleh Aland untuk masuk ke mobilnya. Sementara Jey memboncengi Viliex yang memasang wajah sebal.

“Kenapa juga harus gue yang boncengan sama lo.” Ucapnya datar.

"Gue juga berpikir kenapa gue gak sendiri aja." Viliex menoyor kepala Jey dari belakang. Jey mendesis sebal.

"Gue tinggal nih."

"Berani ya sama gue? Mau gue pisahin?" ancam Viliex. Jey meniup poni rambutnya yang jatuh.

"Serem amat sih lo kalau ngancem. Gue jalan. Pegangan kalau gak mau jatuh."

"Sok perhatian lo." Cibir Viliex yang langsung digas full oleh Jey.

***


“Maafkan ayah, om.” Ucap Jey saat lengan Nata selesai diperban. Aland menoleh dengan raut wajah cemas. Viliex dan Guan duduk di sofa, dengan Fellma yang berada di pinggiran sofa dekat Viliex. Ia diam saja melihat bagaimana kejadian itu terjadi. Ia sedikit tidak mengerti dengan masalah utamanya.

“Aku cuma tidak menyangka kau bisa ada di sana.” Aku Aland bingung.

“Aku mendengar pembicaraan ayah dengan pembunuh itu sebelum om datang.” Tuturnya dengan raut bersalah. Elma yang duduk di sisi Nata hanya tertunduk. Namun tangan Nata membuatnya menatap pria yang berbaring itu.

“Nata, kamu mau apa?” tanya Elma spontan, semua memandang dua orang itu, termasuk Jey.

“Tidak … Pak, bisa anda jelaskan posisi saya di sini?” pinta Nata dibalas kekehan lucu dari Aland. Viliex dan Guan menanti.

“Kenalkan ini Nataliel Kim, bodyguard terlatih dari manajemen Sherlock di Jerman. Dia datang khusus ke sini untuk tugas yang ayah pinta. Nata, ini Viliex anak pertama saya, dan Guan. Si buncit.” Ucap Aland menimbulkan gelak tawa dari ketegangan yang sempat tercipta. Guan yang merasa dipermalukan langsung menyerbu sang ayah dengan tonjokkan kecil di bahunya.
“Ini, Jey kekasih Elma. Dan ini—“ Aland menjeda untuk menatap Viliex.

“Fellma. Temanku.” Jawan Viliex cepat.

“Teman yang siap merangkap jadi kekasih, sepertinya.” Sahut Guan, langsung menutup mulutnya, seolah keceplosan. Viliex menatapnya datar.

“Bagaimana Jey bisa ke sini? Kamukan dijaga ketat?” tanya Viliex penasaran. Pria itu menggaruk tekuknya, lalu menatap Elma.

“Ceritanya panjang.” Ucap Jey menerawang. Mengingat bagaimana ia bisa sampai tanpa ketahuan oleh penjaga di kamarnya. Dan bagaimana nasib Pio serta Meka yang harus berbincang panjang lebar dengan satpam rumahnya. Terlalu menggelikan mengingat perbicaraan mereka di dekat pos satpam saat itu.

Tapi Jey bersyukur, di saat seperti ini mereka bisa diandalkan dan malah meminjamkannya mobil milik Pio.

***
Lupa temen tuh si Jey

Elma's List (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang