Mungkin dengan lupa kamu mampu rehat dari luka menganga itu.
***
"Kak Elma baik-baik aja. Tapi" Guan menggantungkan kalimatnya. Mengumpulkan seluruh keberaniannya. Viliex menunggu dari sambungan telepon yang masih tersambung. Guan membuka mulutnya perlahan, terdengar berbisik, namun mampu Viliex tangkap.
"Kak Elma, amnesia disosiatif gara-gara trauma."
Viliex menjatuhkan ponselnya ketika Guan mengatakan hal sebenarnya. Hatinya mendadak pilu, rona bahagia yang sempat menimbulkan virus bahagia bagi mereka yang melihat, pudar. Tapi seketika semua hening saat bunyi pertemuan ponsel Viliex dengan lantai menggema keseluruh ruangan. Jey dan Aland menunggu tidak sabaran, sampai harus menggguncang tubuh kaku Viliex.
"Elma ditemukan." Mata Viliex menembus netra sang Ayah. Seakan memberi sinyal terburuk yang tidak ingin Viliex katakan, tapi sekarang ia harus memberitahu semua orang kalau adiknya baru saja ditemukan dalam keadaan selamat. Hingga dijatuhkan begitu saja saat kata amnesia tersemat di belakangnya.
Aland tertawa frustasi, "Kita jemput Elma hari ini."
Jey dan Viliex mengangguk siap. Ketiga orang itu segera meluncur menuju bandara. Setidaknya mereka harus mengingatkan Elma tentang kenangan yang pernah terjadi. Karena amnesia yang tengah Elma alami masih bisa diungkap kembali. Hanya saja perlu waktu.
Aland duduk di dekat jendela pesawat. Menerawang semua kejadian yang mereka alami dalam satu malam. Dan kini mereka belum bisa tenang sepenuhnya. Apalagi setelah tahu Elma mengalami hal ini. Aland memijit pelipisnya, pusing karena kurang tidur.
Mengigat kenangan mereka dulu. Elma, dan Guan yang selalu tampak akur saat ibu mereka ada. Atau Viliex yang iri karena Guan lebih didahulukan ketimang dirinya. Tapi semua rasa iri dan akur itu perlahan sirna dari rumah mereka ketika sosok itu hilang selamanya. Hanya mampu memandang dari jarak yang tidak pernah mereka ketahui.
Aland terkadang rindu sosok perempuan itu. Jika saja sosok itu masih ada, dia adalah orang paling terpukul saat tahu putrinya diperlakukan seperti itu. Dibuang di tengah laut, hampir mati. Untung Tuhan masih ingin dia hidup meski semua kenangan terkubur dalam. Ditumpuki oleh segala kenangan buruk yang sangat ingin Aland hapus dari ingatan putrinya.
Ngomong-ngomong kali ini Nata tidak ikut dengan mereka karena pria itu baru saja Aland titahkan untuk menjaga keluarga Fellma bersama Greo yang terbaring sakit.
Bahu Aland merosot turun, Viliex di sampingnya terpejam. Jey di belakang melakukan hal yang sama, merenung sembari menatap ke arah awan yang menggumpal. Semua terlalu rumit untuk dipikirkan di mana ujungnya. Ya, setidaknya ini sebuah pengalaman terburuk sepanjang sejarah Aland hidup. Dia, putrinya dan putranya pernah berjuang untuk bahagia.
Sesampainya di London, ketiga orang itu segera menuju tempat yang sudah Guan beritahu. Sebuah tempat di dekat perairan. Deretan bangunan yang saling berhadapan membuat sejuk jalan setapak dari batako itu. Guan berdiri, di depan sebuah rumah dari batu bata yang tidak disemen.
Guan yang melihat ketiga orang itu langsung menghambur pelukan ke ayahnya yang kini terisak. Rasanya mereka baru bertemu setelah puluhan tahun terpisah. Sayang ini bukan kesedihan semacam itu. Tangis itu lebih menggambarkan rasa syukur Aland akan sebuah keajaiban yang terjadi terhadap putrinya.
"Saya tidak tahu kalau ada orang sekejam itu sampai membuang Elma dari kapal ke laut." David berujar, di sampingnya Elma meringkuk ketakutan terhadap empat orang pria yang terus menatapnya penuh syukur sekaligus sedih.
"El, lo inget gue gak? Mantan apa pacar sih gue?" Jey mengangkat tangan, namun pertanyaan terakhir dia pelankan, tapi Guan masih mendengar. Otomatis pria itu cengengesan saat Guan menggetok batok kepalanya dengan tangan. Beberapa kali Elma menatap Jey ataupun yang lain. Seakan meminta penjelasan atas kehadiran mereka yang tiba-tiba itu. Sedikit mengejutkan bagi Elma.
"Kamu ingat wajah tampan ini gak?" Viliex menambahkan dengan kenarsisannya, seolah tidak peduli dengan waktu yang tampaknya mengharuskan mereka bermelow-melow hari ini. Mata Elma menatap Viliex, netra kehitaman milik Elma berkaca-kaca. Kenangan mungkin saja saat ini terkubur, tapi perasaan batin antara saudara rasanya tidak pernah main-main. Viliex ingin merengkuh tubuh gemetar di seberangnya sana, namun enggan. Karena Elma lupa dirinya.
"Aku punya kakak dan adik? Pacar? Dan ini ayah aku?" Elma ingin menggali ingatannya meski pelan-pelan ia sama saja membuka kembali lembaran luka lama itu. Guan dan Viliex tersenyum cerah. Aland menggenggam erat jemarinya, kakinya perlahan bergerak menuju Elma. Gadis di samping David itu terkejut, saat tangan Aland menarik kepala Elma ke dalam dekapannya. Menangis. Aland tidak bisa tertawa bahagia atau apapun itu. Ia rasa tangis mampu menghilangkan semua yang membebani pundaknya.
"Ayah."
"Kamu ayahku?" tanya Elma kikuk. Jemarinya mengusap punggung Aland yang bergetar. Ada rasa hangat yang menyusup di hatinya. Elma rasa itu bukan hanya perasaan aneh, tapi memang mungkin saja itu perasaan rindu seorang anak terhadap ayahnya. Tanpa segan ia membalas pelukan ayahnya (meski Elma lupa dia siapa).
"30 detik saja, nak. Ayah rasa seluruh beban itu luruh." Elma tertegun. Telapak tangannya tanpa sadar mengusap punggung Aland, membisikkan sesuatu yang semakin mengeraskan tangis Aland dalam pelukannya.
"Aku mungkin lupa, tapi perasaan tidak bisa berbohong. Aku juga sedih melihat anda menangis seperti ini."
"Elma ayah minta maaf. Kamu menderita karena ayah." Satu tetes mengalir lembut dari mata Elma tanpa sadar. Alami. Ikuti saja perasaan itu, mungkin dia akan menuntun Elma menuju kebenarannya.
"Ayah minta maaf."
"Semua itu takdir. Anda tidak usah menangis." Elma menarik diri dari pelukan orang menyebut dirinya sebagai ayah Elma. Mata sembab ayahnya membuat gadis itu menghela napas, menunduk merasakan jika air matanya jatuh ke telapak tangannya. Elma mendongak kaget.
"Bahkan kamu lupa, masih saja menangis. Dasar cengeng!" Aland menyeka air matanya. Terkekeh melihat Elma tersenyum.
"Anak ayah. Makasih. Kamu sudah tegar untuk semua rintangan ini."
Jika malam tepat untuk beristirahat, tidak dengan Elma yang meringkuk tegang di sudut kasurnya. Beberapa malam, mimpi buruk terus menghantuinya. Seakan menunjukkan betapa buruk kenangan yang menumpuk kenangan manisnya. Meskipun pada kenyataannya, kenangan manis diibaratkan sesendok gula dalam secangkir kopi pahit. Tapi meskipun kadarnya sedikit, mampu mengikis kepahitan yang seharusnya dominan.
Bayang-bayang dalam kapal itu berputar. Air dan bola besi itu seperti terus menertawainya, sampai Elma merasakan telinga berdengung, sama persis ketika dia berusaha melawan untuk keluar dari dalam air laut. Rasa sakit karena menelan air itu bahkan masih berbekas dalam ingatan Elma. Seluruh ruang paru-parunya yang hampir terisi air, jika saja David terlambat. Mungkin dia sudah bersama dengan ibunya saat ini.
"Elma," suara parau dari depan pintu mengagetkannya. Gadis dengan mata sembab itu mengerjap melihat sosok Viliex duduk di pinggir kasurnya.
"Tidak bisa tidur?"
Elma mengangguk polos, Viliex memintanya menyodorkan tangan. Menggenggamnya. Hangat, namun basah. Viliex juga berkeringat sama sepertinya. Elma menatap manik kehitaman dalam keremangan itu.
"Kamu sering mimpi buruk akhir-akhir ini, tapi tenang. Kakak ada di sini. Mereka gak akan ganggu kamu. Percaya deh." Mata bulat Elma lagi-lagi mengerjap, perlahan dia bergerak menuju bantal dengan tangan yang masih saling bertautan.
Berbaring. Viliex menyesuaikan posisinya di bawah kasur. Elma memejamkan matanya, berusaha menahan rasa takutnya. Sampai samar-samar ia mendengar suara parau Viliex bersenandung kecil, menyanyikan lagi Nina Bobo untuk anak-anak.
"Itu—"
"Kakak gak bisa nyanyi, jadi lagu ini aja ya. Jangan ketawa, suara kakak jelek kek terompet tahun baru." Kekehnya, Elma juga terkekeh. Tubuh Elma dimiringkan menghadap kepala Viliex yang asik berpangku dengan tangannya.
"Itu lebih dari cukup. Makasih Kak." Elma merasakan hatinya menghangat melihat seulas senyum dari Viliex, juga mata berkaca-kaca pria itu.
"Coba sebut lagi kata terakhir itu."
"Kakak?"
"Makasih."

KAMU SEDANG MEMBACA
Elma's List (Complete)
Genç KurguElma penderita self injury. Seseorang yang tak pernah dianggap di keluarganya. Sebenarnya Elma patut bersyukur mempunyai dua saudara yang perduli. Dan kekasih menyebalkan yang selalu siap sedia untuknya. Namun dibalik itu semua, ia menyimpan banyak...