Jika saja waktu mengizinkanku untuk mengulang semua. Aku ingin menjadi orang pertama yang sadar akan kekecewaannya.
***
Viliex tidak tahu apa yang terjadi setelah ia pingsan. Bahkan ia tak tahu kalau sekarang di sekelilingnya berdiri orang-orang berbadan besar tengah memegangi pistol. Mungkin siapa menembakkan benda itu ke kepalanya. Sayang bukan itu yang tengah ia pikirkan. Elma! Di mana adiknya? Di mana mereka menyekap adiknya?
Viliex memperluas jangkauan matanya, menoleh ke kiri ke kanan. Namun nihil ruangan itu tertutup rapat. Mereka tak ingin memberi Viliex akses untuk mengintip ataupun mendengar.
Kini hanya satu yang harus ia lakukan. Viliex menatap neneknya yang melipat tagan di dada. Perempuan tua itu menaikkan dagunya, menantang Viliex yang sudah tak berdaya. Bahkan ia merasakan hanya rasa besi yang memenuhi mulutnya.
"Mencari Elma, cucuku?"
"Cih! Viliex tidak sudi jadi cucu nenek." Balas Viliex angkuh.
Bughh!
Punggungnya dihantam dengan siku penjaga itu. Ngilu. Viliex menggigit bibirnya kuat-kuat menahan rasa sakit yang mendera punggungnya. Kepalanya mendongak lagi, mengusir rasa sakit itu.
"Sakit sayang? Nenek tidak akan membunuhmu kalau kamu patuh dengan nenek." Ucap perempuan itu diselingi kekehan. Viliex bersumpah dalam hati ia tak akan patuh dengan manusia kejam macam neneknya.
"Apa sebenarnya rencana nenek? Apa karena tidak suka ayah membiarkan media tahu tentang Elma? Nenek takut saham ayah jatuh anjlok? Atau nenek takut ayah tidak patuh lagi dengan perintah nenek sama seperti Viliex?"
Anindiya menyipitkan matanya, kesal.
"Elma itu merugikan. Dia lahir juga sudah merugikan nenek." Balas Anindiya. Viliex terkekeh. Lalu meludah. Tampak darah bercampur.
"Oh. Kalau begitu bunuh Viliex." Tantangnya. Anindiya tercekat. Terjebak. Dia berdiri mendekati sosok Viliex yang berdarah-darah dan lebam itu. Ia meraih rahang tegas Viliex dalam genggamannya. Menarik wajah pria itu agar menghadapnya.
"Kamu tahu saja kelemahan nenek. Mana mungkin nenek membunuh cucu kesayangan nenek." Tapi Anindiya sengaja memotong ucapannya, sembari melempar smirk nya pada Viliex yang tahu maksudnya.
"Kalau Elma, nenek berani membunuhnya di depan kamu." Viliex memejamkan mata, menahan amarahnya. Anindiya tertawa sambil mengusap wajah Viliex lalu seterusnya mengangkat dagu Viliex dengan telunjuknya.
"Bagaimana?" tanyanya. Viliex menatap datar, lalu menepis dagunya dari tangan Anindiya, secepat kilat ia menggigit telunjuk wanita itu hingga Anindiya harus menampar wajahnya dulu.
Viliex terkekeh geli. "Bunuh aku, nek. Kalau nenek bunuh Elma, aku yang akan membunuh diriku sendiri."
***
Guan menyibak ilalang di depannya. Pandangannya mengedar ke arah rumah tua itu. Kakaknya sudah ditawan di sana. Tinggal dirinya yang bersembunyi menunggu bala bantuan. Sialnya, tak ada alat bantu untuk menghubungi mereka. Guan merasa bodoh juga saat itu. Apalagi yang harus ia lakukan selain memantau apa yang terjadi di luar rumah itu.
Pria jangkung itu menghela napas kesekiannya, melihat para penjaga itu belum ngantuk sama sekali. Guan yakin ini sudah lewat larut malam. Belum lagi nyamuk senantiasa membuatnya mendesah kesal. Kini Guan tengah bersembunyi tak jauh dari rumah itu. Motor Viliex yang tadi sudah terbaring manis tanpa dosa di dekat pohon.
Kesekian kali Guan harus menepuk pipinya. Nyamuk enak sekali menggigitinya saat ini.
"Nenek sebenarnya mau apa? Belum cukup apa membuat Kak El menderita rupanya." Gumam Guan menepuk pundaknya. Bunyi nyamuk yang melintasi telinga sungguh mengesalkan bagi Guan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elma's List (Complete)
Teen FictionElma penderita self injury. Seseorang yang tak pernah dianggap di keluarganya. Sebenarnya Elma patut bersyukur mempunyai dua saudara yang perduli. Dan kekasih menyebalkan yang selalu siap sedia untuknya. Namun dibalik itu semua, ia menyimpan banyak...