Hidup seperti jungkat jungkit. Di bawah, di atas. Terluka , bahagia. Semua seperti saling berkesinambungan satu sama lain.
***
Elma berjalan gontai menuju mobil yang sudah dihuni Viliex dan Guan. Gadis dengan kunciran itu menatap dua saudaranya. Tersenyum tipis lalu masuk. Terasa hambar mengingat Elma akan pergi setelah ini. Tak ada yang tahu kecuali neneknya, Anindiya.Guan asik dengan game mobilenya yang tiada habis. Viliex asik dengan pikirannya, sambil bersender di kaca. Sedang Elma tengah menatap kuku jarinya yang mencakar pergelangan tangan diam-diam.
“Gimana tadi sekolahnya, Kak?” Guan menatap sang kakak sebentar sebelum akhirnya fokus lagi. Elma menyandarkan kepalanya pada bahu Guan, menarik napas panjang. “Seperti biasa. Tapi kali ini mereka lebih berempati sama aku. Mungkin setelah aku berubah jadi orang yang banyak bicara.”
Guan tertawa kecil, lalu menelisik ke wajah sang kakak, “Kakak jangan kek dulu lagi. Serem.” Elma mendadak bangun.
“Kakak bukan setan, Guan.”
“Siapa yang bilang Kakak setan. Cantik gini … masa.” Kekehnya melepas hapenya sembarangan. Lalu menatap pelan Viliex, “Kak Vi kenapa monyo aja dari tadi?”
“Monyo pala lu peyang. Gue lagi puyeng.” Viliex menjawab sewot, sambil memegangi kepalanya. Bukan pusing sesungguhnya, lebih tepatnya pusing memikirkan cara menemui gadisnya, Fellma.
Setelah surat yang kemarin di kirim Fellma ke Wenda. Viliex tidak mendapat jawaban apapun dari kekosongannya. Fellma hanya memberitahu kalau ia tidak marah dengan Viliex atas insiden itu. Hanya saja ayahnya, tidak bisa memaklumi kecelakaan kecil yang menimpa putri tunggalnya.
“Mikirin ceweknya nih pasti.” Guan menoyor bahu Viliex lalu tertawa.
“Guan, jangan kek gitu ke Kak Vi.” Bela Elma menarik tangan Guan yang mulai nakal menoel-noel bahu Viliex.
Tidak perduli dengan perbincangan Elma dan Guan, hingga dia menuju kamar. Viliex lebih menginginkan kesunyian di kamarnya. Sang ayah yang tahu permasalahan putranya langsung menghubungi anak buahnya.
“Iya, coba cari siapa ayahnya. Sekalian alamatnya.” Pinta Aland.
***
Guan terus memperhatikan Viliex yang sesekali mengaduk makanannya, tidak nafsu. Menyendok lalu memutar sendok. Napasnya naik turun.“Kak Vi kalau kesel gak usah makan.” Guan berkomentar melihat tingkah sang kakak seperti perawan minta kawin itu. Viliex meletakkan garpu dan sendoknya hingga terdengar denting peraduan piring dan besi itu. Bunyi kursi bergeser dan akhirnya pergi. Moodnya hancur. Sangat-sangat hancur.
“Gara-gara Fellma? Kenapa?” kepo Aland memajukan wajahnya ke arah Guan.
“Kayaknya Kak Fellma beberapa hari ini gak keliatan di sekolah.”
“Kok kamu tahu?” sahut Elma menyuap satu sendok nasi.
“Kak Vi keliatan murung. Moodnya turun setelah insiden itu.”
Njlleebb
Ucapan Guan terngiang hingga Elma memasuki kamar. Seperti ada gelayar aneh. Karena insiden itu semua bermasalah. Jey kehilangan ayahnya. Viliex kehilangan sosok Fellma. Lalu apa yang ia banggakan setelah bebas dari masalah yang menjerat kemarin?Elma beringsut turun dari kasur, meringkuk menelungkup. Matanya memanas. Dadanya mendadak pilu menyadari kesalahan terbesarnya.
Di tangan Elma tergenggam amplop itu. “Karena aku? Karena aku semuanya kena masalah.” Gumamnya. Namun bunyi derit pintu membuatnya terkejut bukan main. Viliex sudah berdiri dengan wajah tegasnya. Rahangnya mengetat, ia berjalan menarik tangan Elma yang bersembunyi di belakang tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elma's List (Complete)
Teen FictionElma penderita self injury. Seseorang yang tak pernah dianggap di keluarganya. Sebenarnya Elma patut bersyukur mempunyai dua saudara yang perduli. Dan kekasih menyebalkan yang selalu siap sedia untuknya. Namun dibalik itu semua, ia menyimpan banyak...