5. Buku Catatan Elma

909 62 2
                                    

Semenyedihkan apapun alur hidupku, dia tetaplah bagian dari takdir Tuhan. Aku hanya perlu percaya.
***

Elma duduk di bangku belajarnya, mencari buku catatan hitamnya. Setelah dapat benda yang dicarinya barulah ia menarik satu pulpen dari wadah berbentuk tabung itu.

Membuka lembaran buku yang sudah cukup lama terbengkalai di mejanya. Lampu belajarnya menyala paling terang. Lampu di atas nakas sudah ia matikan sejak tadi.

Tangan kurusnya yang berdarah itu membuka lembaran lain yang kosong. Menuliskan sesuatu di bagian tanggalnya.

Hari ini,
GUAN TAHU RAHASIAKU.

Elma menutup bukunya saat suara ketukan pintu mengejutkannya. Bergegas ia menutup tangannya dengan selembar tisu yang ia tarik dari atas meja. Guan berdiri dengan wajah datar di depan daun pintu.

Seperti malam sebelumnya. Lauk pauk lain menghiasi nampan itu. Guan menatap Elma, seraya menyodorkan makanan itu. Namun tak seperti biasanya, Guan malah langsung pergi meninggalkan Elma yang mematung.

‘Tak ada hak melarang Guan membenciku.’ Batin Elma sadar jika Guan mulai berubah saat pria itu tahu semua yang ia rahasiakan selama ini. Ia masuk membawa makanan itu, meletakkannya di atas meja belajar.

Menyantapnya sedikit lalu meninggalkannya.

‘Kenapa harus dipikirkan. Pada dasarnya memang patut dibencikan?’ Elma menenggelamkan dirinya dalam lamunannya di pinggir kasur. Ia melirik lengannya yang cukup banyak meninggalkan bekas luka.

‘Bagaimana jika ada orang lain yang tahu lagi tentang diriku yang menyedihkan ini.’  Batinnya bersuara lagi. Elma merebahkan diri di kasurnya. Menatap langit-langit kamar.
Pada dasarnya ia memang tidak ingin ada yang tahu terkecuali ayahnya yang sudah tahu sejak awal. Tapi kenapa Guan bisa tahu itu menjadi beban tersendiri bagi Elma. Pria itu menyadap informasi dari ayah, itu tidak menjadi hal mustahil. Mengingat ayah mereka memang sedang mengurus terapi Elma.

Elma meraih ponselnya yang berada di atas nakas, menyalakan lampu tidur berbentuk tabung itu. Sebuah pesan dari nomor tidak dikenal menyambangi ponsel mahalnya. Elma mengerutkan keningnya melihat isi pesan itu.

Gue Jey. Save nomor gue. Atau besok gue yang tulis sendiri di ponsel lo.

Bibir Elma mencibir melihat nama Jey tertera diisi pesan itu. Teman sebangkunya itu juga patut ia waspadai. Bisa saja dirinya ketahuan, Elma tak ingin. Walau kebanyakan dari self injury menginginkan sebuah perhatian dari tindakannya.

Tidak dengan Elma, ia justru cemas jika ada orang yang tahu. Bahkan pada saudaranya pun ia waspada luar biasa. Elma menghela napasnya, ia membiarkan saja pesan itu terbaca. Ia merasa tidak berkepentingan dengan orang satu itu.
***

“Lo kemarin kenapa gak masuk, El?” Pio membalik tubuhnya menghadap meja Elma. Menyunggingkan senyum manisnya yang membuat Jey cepat-cepat memalingkan wajahnya. Pio menatap wajah Elma lamat-lamat, ia sangat menyukai wajah dingin tanpa ekspresi itu. Bahkan tanpa polesan make up apapun. Elma menoleh dengan tampang dinginnya.

Kemarin Guan membawanya bolos sekolah, tindakan terbodoh yang pertama kali Elma lakukan.  Melihat ekspresi dingin Elma, Pio dan Jey tidak membahas hal itu lagi. Keduanya bungkam bersamaan dengan suara pria di depan kelas, “Pio….kamu ngapain?!” Pio dengan cepat beranjak dan kaget melihat guru B.inggris mereka sudah berdiri di depan kelas dengan angkuhnya.

“Maaf Pak, saya lagi ngomong sama Elma.”

“Betul Elma?” tanya guru pria dengn kumis tebalnya itu. Jey terkekeh geli melihat wajah polos gadis di sebelahnya itu.

Elma's List (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang