40. Untuk Kakak

563 28 0
                                    

Karena aku saudaramu. Itu saja.

***
Setelah semuanya Elma jalani, kesehatannya mulai menurun. Beberapa kali di sekolah ia mendapati dirinya mimisan banyak. Pikiran kusut tentang apa guna dirinya di keluarga membuat semakin semrawut hidup Elma. Bayangan penuh luka serta penderitaan orang yang ia sayangi menghantui tidurnya. Tubuhnya  mengurus, selera makannya mendadak menurun.

Aland sadar hal itu. Seminggu setelah kejadian di rumah itu. Elma jatuh sakit. Memaksakan sekolah karena mengejar pelajaran yang tak ia ikuti. Justru malah memperparah keadaannya. Dokter Febian yang menangani penyakit Elma bilang, Elma mengalami tekanan batin hebat.

Aland tahu penyebabnya. Ketakutan Elma sendiri. Gadis itu memaksakan diri terlihat baik-baik saja di depan orang. Nyatanya ia memendam banyak permasalahan yang terus mengikis jiwanya.

“Saya menyarankan untuk segera mengoperasi Elma. Kondisinya bisa memburuk jika terus kita biarkan.” Febian berujar di mejanya. Aland dan Viliex saling bertatapan. Pertanyaannya, ke mana mereka harus mencari donor sum-sum tulang yang cocok dengan Elma. Aland sempat memeriksa, hasilnya tidak cocok. Viliex juga sama. Tinggal satu orang lagi, yang mungkin berpotensi memiliki kecocokan dengan Elma. Guanlin.

Setelah berkonsultasi dengan dokter yang menangani Elma, Aland segera menemui anaknya yang tengah asik bermain game di ponselnya. Berselonjoran di kasur.

“Guan ….” Panggil sang Ayah pelan, kasur Guan merangsek turun. Aland duduk di dekat kaki panjang pria sipit itu. Menoleh lalu mematikan ponselnya. Tidak perduli permainannya game over atau tidak. Jika sudah menyangkut perbincangan empat mata seperti ini, artinya serius.

“Ayah mau ngomong sesuatu … menyangkut kakak kamu, Elma. Dokter menyarankan untuk segera dioperasi. Ayah dan Viliex udah cek. Tidak cocok. Kamu mau coba cek nanti?” Tanya Aland. Guan melepas ponselnya, menghela napas berat. Sebenarnya ada alasan kuat kenapa ia ragu untuk mengiyakan permintaan sang Ayah.

“Ayah tahu kamu phobia jarum suntik. Tapi … kamu mau mencoba buat kakak kamu?” Aland bertanya dengan hati-hati, walau respon Guan tetap sama. Diam dengan napas beratnya.

“Sel kankernya sudah menyebar.”

“Guan akan coba besok.” Jawabnya cepat, terdengar ragu namun pasrah. Guan menatap ayahnya sekilas lalu menarik selimutnya. “Malam, Yah.”

***

Guan tidak takut. Guan tidak takut. Mantra itu menyihir perlahan seluruh ketakutannya, perlahan  tapi pasti langkah kaku Guan masuk ke dalam ruangan pemeriksaan.  Di luar Viliex dan Elma menahan senyum mereka melihat si bungsu kikuk.

“Dilihat-lihat Guan lucu juga.” Viliex menyeletuk sembari menarik bahu kurus Elma menuju kursi. Elma mengiyakan. “Kangen dia masih bayi. Sering banget kita jahili sampai ibu marah.”

Viliex menoleh dengan raut susah dijelaskan.

“Ibu marah gak parah kan ya?” balas Viliex membongkar masa lalu.

“Ibu paling parah kalau jewer. Kak Viliex kan paling nakal dulu.” Viliex menyentil jidat Elma sembari tertawa. Tepatnya menertawakan dirinya sendiri.

“Tapi sekarang yang paling sayang, kan?” Alis pria itu naik turun menggoda adiknya.

“Oiya, Jey sekarang di mana, Kak?” Viliex diam. Setahunya, Jey masih sibuk mengurus keperluan ayahnya. Setelah dijebloskan ke jeruji besi, Jey harus mengurus beberapa keperluan perusahaan agar bisa di alih tangan ke pamannya. Jey tidak mau pusing dengan slot saham milik ayahnya.

“Dia sibuk mendelegasikan perusahaan ayahnya.” Sahut Viliex apa adanya. Elma mengangguk, lalu menatap lagi sang Kakak yang sumringah.

“Lalu jadian sama Fellma sukses?”
“Kamu kepo sekarang ya? Suka deh punya adek banyak tanya gini.” Viliex tertawa setelah dapat tepokan manis di bahunya oleh sang Adik perempuan.

Elma's List (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang