22. Merasakan Kehadirannya

586 36 0
                                    

Tanpa kamu sadari, mereka yang tak pernah kamu harapkan adalah sosok yang paling sering merangkulmu di kala sedih.

***
  Jey memanjat balkon gadis itu—Elma. Tak apa bagi Jey. Dengan langkah pelan ia menyusuri kamar Elma, kamar minimalis yang tampak sepi itu membuat Jey terduduk di sofa. Hingga sosok Elma yang keluar dari kamar mandi terkejut melihat kehadirannya.

“Gimana caranya kamu masuk? Bukannya kamu?” Elma antusias, sekaligus terkejut akan kehadiaran Jey yang ajaib itu. Elma beranjak duduk di samping Jey. Menatap pria dengan hoodie hitam itu dari samping. Gadis dengan handuk tersampir di lehernya itu membuat Jey tersenyum, aroma shampoo gadis itu menyeruak memenuhi penciuman Jey.

Jey mencubit pipi Elma.

Gadis itu meringis. “Kenapa?” tanya Jey sambil mengarahkan tubuhnya pada Elma yang bingung

“Gimana tadi masuknya? Kok aku gak denger pintu ke buka?” Jey terkekeh, ia menjawil dagu Elma.

"Manjat balkon, ayah lo pasti bakalan kasih tau ayah gue kalau ketahuan datang.” Kali ini Elma yang terkekeh mendengarnya. Ia jadi lucu sendiri mengingat hubungan mereka yang berjalan penuh lika liku ini. Jey menatap Elma yang tiba-tiba diam , namun matanya langsung di buat terbelalak kaget saat melihat bagian tekuk Elma yang memar.

“Lo beneran kena kanker darah?” Jey menyentuh memar itu, Elma merasakan bulu kuduknya meremang merasakan sentuhan hangat itu dari jemari Jey.

“Iya, jangan khawatir.” Jey perlahan menarik wajah Elma. Menghapus jarak yang tercipta,  membuat aroma lavender dan buah bergamot itu memabukkan penciuman Jey. Memeluk kepala Elma. Membiarkan kuping Elma mendengar irama jantungnya yang berpacu.

“Gue gak khawatir, tapi takut.” Elma melarikan kepalanya dari dada Jey. Wajahnya bersemu. Ia tak pernah sebegitu senang karena hal ini.

Terlalu matikah hatinya sampai ia lupa rasanya jatuh cinta? Elma dapat merasakan jika degup jantungnya kembali tidak normal. Sampai pada akhirnya cairan kental yang  keluar dari hidung Elma membuat keduanya terkejut.

Pria itu kelimpungan melihat darah yang keluar dari hidung Elma. Cepat Jey menyapu pelan darah itu. Matanya memanas melihat Elma tetap tersenyum kala darah itu terus keluar dari hidungnya.

“Gimana pun, manusia akan tetap pergi Jey. Aku gak tahu apakah operasi nanti bkalan berhasil atau enggak.”

Elma menerawang bersamaan dengan pintu kamar yang berderit. Keduanya sama-sama terkejut. Viliex dan Guan secepatnya menutup pintu. Menutup mulut mereka masing-masing untuk tidak mengumpat pada sosok Jey yang tersenyum aneh pada mereka.

Jey melepas hoodienya, membiarkannya terbengkalai di sofa samping tempat dia duduk sekarang. Di seberangnya duduk dua orang yang tak ia harapkan hadir.  Guan dan Viliex yang tengah memandanginya curiga.

“Udah lama?” tanya Viliex.

“Baru aja.” Sahut Jey setelah melepaskan sapu tangannya ke dalam genggaman Elma. Membiarkan gadis itu menahan darah yang keluar.

Guan sekilas menatap kakak perempuaannya itu. Rambutnya basah, habis mandi. Lalu sekilas menatap Jey.

Jey sadar Guan menatapnya.
“Gue beneran baru datang!” serunya.

“Kak sini aku keringin rambutnya.” Pinta Guan, lalu mendorong Viliex agar duduk di sebelah Jey.

Elma terdiam sekilas, ingatannya kembali pada masa-masa hangat keluarganya. Di mana mereka dulu sangat akrab, sampai Guan sering gantian mengeringkan rambutnya dengan Viliex. Lalu di depan mereka ayah dan ibu sambil cekikikan melihat Guan. Elma ingat itu. Ia tersenyum sekilas melihat Guan melambaikan tangannya, menyuruhnya agar pindah duduk.

Elma  duduk bersila di bawah.  Guan beranjak mengambil hair dryer. Jey  dan Viliex mencuri pandangan terhadap apa yang Guan lakukan. Seulas senyum tanpa sadar keluar dari bibir keduanya. Guan mengeringkan rambut Elma saja rasanya bahagia. Perubahan memang terlihat pada Elma sekarang.

“Dulu waktu ibu masih ada, kita sering gentian ngeringin rambut Kak El. Masih inget?” tanya Guan pada kakaknya. Viliex menatap Elma yang menahan air matanya. Tangannya meremas kuat ujung bajunya.

“Maaf jika kami telat, El.” Ucap Viliex ragu. Jey menoleh. Begitu pula Elma yang menatapnya berkaca-kaca.

“Kita telat buat nolongin kamu dari semua ini.”

“Tapi kita senang liat perubahan Kak Elma. Terus begini ya, Kak.” Ucap Guan memeluk leher Elma dari atas. Elma tersenyum tipis. Hatinya menghangat.

“Makasih, sudah berada di masa-masa sulit ini.” Ucap Elma balas memegang tangan Guan, pria dengan mata sipit itu mencium sekilas pipi kakak perempuannya. Lalu terkekeh melihat Jey yang berengut sebal.

“Gue selalu ada kok buat lo. Tenang.” Ucap Jey sombong yang langsung dihadiahi Viliex dengan tampolan kuat di jidat putihnya.

“Sakit tahu,” Jey mengelus jidatnya.

“Tanda terima kasih, udah buat Elma berubah.” Guan dan Elma terkekeh di seberang sofa.

Elma's List (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang