13. Pendekatan Awal

760 43 0
                                    

Takdir tidak pernah mempermainkanmu. Hanya perlu waktu untuk mengecap manisnya dan  hanya perlu kesabaran merasakan pahitnya.

***
Fellma sadar takdir yang membawanya untuk menguntit Viliex ketika melihat mobil pria itu meluncur lagi menuju sekolah. Berhenti di depan Elma bersama Jey yang sudah  tahu hal itu, lebih dulu selangkah darinya. Secara tidak langsung selama 3 tahun pria itu menipu satu sekolah. Selama ini dia dan teman-temannya hanya tahu Viliex mempunyai adik bernama Guan. Kini ia rasanya seperti bermimpi, Elma—gadis dingin yang baru saja ia kenal ternyata adik seorang Viliex. Fellma memijit keningnya, jam-jam akhir menuju bel terakhir semakin membuat benang-benang di otaknya semakin semrawut jika memikirkan kejadian kemarin.

Suara guru di depan kelas tak digubrisnya. Tubuhnya duduk di bangku, tapi pikirannya melayang-layang. Saat Viliex dengan terpaksa memberinya kontak. Fellma senang setengah mati. Tapi juga khawatir jika rahasia yang baru ia ketahui bocor dari mulutnya yang berisik ini. Apalagi ia harus bohong dari Wenda. Rasanya berat.

“Fellma!” suara melengking dari depan itu membuyarkan Fellma dari perjalanan waktunya. Wenda menatapnya heran.

“Keluar. Daritadi kamu melamun aja. Berdiri di depan kelas.”

Fellma mengacungkan jempolnya pada Wenda, kalau ia baik-baik saja sekarang. Meski malu sendiri berdiri di depan kelas. Gadis itu membenarkan letak ikat rambutnya. Mengarahkan pandangannya pada lapangan. Hari ini eskul baket, dan sebentar lagi Viliex akan lari-larian untuk latihan di lapangan. Kalau pria itu melihat Fellma, gadis itu pasti malu sekarang.

Fellma menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya, sesekali menggesek-gesekkan sepatunya ke ubin. Melirik arlojinya yang masih setengah jam lagi akan berakhirnya sekolah. Dirasa kakinya mulai pegal, Fellma pun memijat-mijat bagian pangkal pahanya. Sampai anak basket keluar dari sarangnya.

“Mampus gue,” gumam Fellma ketika melihat sosok Viliex menggiring bola menuju lapangan. Tangan kekarnya membuat Fellma menjerit dalam hati. Mengumpat sebanyak-banyak  ketika pria itu dengan gagahnya berlari, menggiring bola, lalu memasukkan bolanya ke ring. Fellma spontan bertepuk tangan.

Menit terakhir akhirnya Fellma dapat bernapas lega. Guru keluar dan langsung menghujamnya dengan tatapan tajam. Fellma menciut.

“Fell, gue duluan ya. Mama minta pulang cepat. Buku udah gue taruh di meja lo. Di papan tulis juga masih ada tugas buat besok.” Fellma mengangguk dan cepat-cepat masuk ke kelas. Menyalin beberapa tugas buat besok. Tanpa sadar ada yang memerhatikannya dari pintu.

“Belum pulang?” Fellma mendongak ketika melihat Viliex berdiri di depan pintu sambil mengelap peluhnya. Rambutnya agak basah. Bajunya juga basah, tercetak jelas otot-otot perutnya. Fellma tak sengaja lihat.

“Belum, gue kena hukuman. Tadi melamun pas pelajaran.” Ucap Fellma merapikan bukunya. Memasukkannya ke tas. Viliex mengambil  tempat di bangku dekat Fellma.

“Lo janjikan gak bakalan kasih tahu siapapun kalau Elma adik gue?” Fellma mengangguk ragu. Viliex menarik tangannya. Menggenggamnya erat. Pria itu langsung menjatuhkan tubuhnya ke bawah. Posisi berlutut yang dapat membuat siapapun berpikiran aneh.

Fellma jelas terkejut dengan tindakan Viliex. Imej dingin luntur seketika di hadapan Fellma. Ia menengadah menatap Fellma yang bersemu.

“Gue mohon. Tolong jaga rahasia ini. Lo gak bakalan tahu seberapa semrawutnya kehidupan gue sama adek gue. Gue gak mau Elma disalahin karena hal ini. Kalau sampai ini tersebar, gue yang bakalan merasa bersalah seumur hidup sama dia.” Viliex mempererat pegangan tangannya. Fellma mengiyakan dengan yakin.

“Tapi gue perlu penjelasan. Kenapa kalian harus nyembunyiin  ini dari orang lain?” Viliex melepas tangannya, menunduk. Berpikir cukup lama untuk menjelaskan kenapa keluarganya bisa seperti ini. Kenapa identitas Elma harus disembunyikan begitu.

Elma's List (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang