Selamat membaca
•Versi Baru•
*******
Vanesa merasa namanya dipanggil pun melihat ke arah sumber suara dan ternyata yang memanggilnya adalah dua muridnya yang merupakan sahabat dari Caca. Vanesa tersenyum dan mengajak mereka untuk bergabung.
"Eh, Retha, Brian sini," kata Vanesa.
Brian dan Retha menghampiri meja Vanesa dan bingung melihat siapa orang yang bersamanya, memang mereka berdua belum tahu kakaknya Caca.
"Bu," sapa Brian dan Retha dengan menyalami Vanesa.
"Ya, kalian ngapain di sini, berdua lagi, pacaran ya?" goda Vanesa.
"Bu Vanes mah, kita di sini mau membicarakan sesuatu yang sangat penting," jawab Retha.
"Penting, sepenting apa?" tanya Vanesa.
"Sepenting ibu yang jomblo," jawab Retha dan Brian bersama.
"Eh lha, kalian itu lho," kekeh Vanesa.
"Ya udah duduk situ," lanjut Vanes sambil menunjuk dua kursi di kanan dan kirinya.
"Boleh, Bu?" tanya Retha.
"Boleh lah," jawab Vanesa.
Setelah itu Retha dan Brian duduk dan mereka menanyakan siapa laki-laki yang bersama Vanesa.
"Bu, ke sini sama siapa?,pacar ya?" tanya Retha.
"Enggak Retha, dia itu Andra Putra Utama dokter jantung di Rumah Sakit Kasih Ibu," jawab Vanesa.
"Utama?, kok kayak Caca," kata Brian.
"Kalian belum tahu kakaknya Caca?" tanya Vanesa dan dijawab gelengan polos Brian dan Retha, eh ralat sok polos.
"Ya dia itu kakaknya Caca dan saya disini sama dia lagi membicarakan masalahnya Caca," kata Vanesa.
"Wah kebetulan nih," kata Brian dan Retha bersamaan.
"Kebetulan?" tanya Vanesa.
"Iya kebetulan karena sebenarnya kita di sini juga mau membicarakan tentang kesalah pahaman antara Caca dan Alvin," jawab Retha.
"Oh jadi kalian sahabatnya Caca?" tanya Andra yang angkat bicara setelah dari tadi tak mengeluarkan kata apa pun.
"Iya," jawab Brian dan Retha.
"Terima kasih ya," kata Andra dengan senyum tulusnya."Sama-sama,Kak...," jawab Brian dan Retha dan bingung dengan nama kakaknya Caca, padahal tadi udah disebut sama Vanesa.
"Andra," sambung Andra.
"Ok, Kak Andra, aku Retha," kata Retha dengan menjabat tangan Andra.
"Aku Brian, Kak," kata Brian juga sama menjabat tangan Andra.
"Kalian ke sini mau bicaraain tentang Caca, memang kalian mau bicarain bagian yang mana?" tanya Vanesa.
"Kita mau bicarain bagian Talia nangis-nangis di depan Alvin dan yang membuat Alvin marah sama Caca," jawab Brian.
"Oh gitu, oh iya kalain panggil saya kakak aja waktu di luar jam pelajaran dan depan siswa-siswi SMA dan panggil aku-kamu aja ok," kata Vanesa.
"Ok, Kak," balas Brian dan Retha.
"Jadi bagaimana alur dari berita itu?" tanya Andra.
"Jadi waktu itukan kita berempat, aku, Brian, Caca sama Alvin nggak bawa kendaraan pribadi jadi kita lagi diantar jemput dan saat sampai di gerbang depan sekolah,Talia tiba-tiba datang dan nangis di depan Alvin, terus cerita sama Alvin kalau Caca nampar dia, membajak akun Instagramnya Alvin, mejelek-jelekan Talia dan Alvin diinstastorynya, entah karena apa Alvin kepancing emosinya, terus dia marahin Caca," jawab Retha.
"Nenurut kalain, kalian percaya nggak kalau Caca ngelakuin itu?" tanya Andra.
"Kita sih dari awal udah nggak percaya dulu, masalahnya aku sama Retha udah tahu gimana sifatnya Caca dia nggak akan bertindak selama itu masih bisa iya tahan," jawab Brian.
"Tapi yang buat kita bingung kenapa di dalam foto itu Caca kelihatan nampar Talia, sama soal instagram itu," sabung Retha.
"Foto?" tanya Andra.
"Iya, Kak. foto,Talia nunjukin foto dari hpnya ke Alvin," jawab Retha.
"Bentar deh, aneh nggak sih, masak kalau kejadian kayak gitu di foto," kata Vanesa.
"Iya menurutku juga aneh, kejadian itu seperti direncanakan, coba kalau belum direncanakan apa bisa kita tiba-tiba memfoto," sambung Andra.
"Iya bener juga, berarti semua ini hanya sekenario dari Talia dan mungkin sama Vita," kata Retha.
"Vita?,siapa dia?" tanya Andra.
"Dia itu salah satu sahabatnya Talia kak, jadi kemana pun Talia pergi pasti Vita ikut," jawab Retha, dan hanya dibalas anggukan kepala dari Andra.
"Jadi solusinya bagaimana?" tanya Brian.
"Bentar kata Caca kemarin dia belum nampar Talia, cuma mau nampar aja," kata Vanesa.
"Iya," sambur Andra.
"Berarti foto itu nggak benar," kata Brian.
"Iya ish, bener-bener tu ya Si Talia," geram Retha.
"Sama soal instagram itu mungkin Talia yang mengada-ada," kata Andra.
"Bisa jadi semua dari Talia sendiri," balas Brian.
"Ok, jadi menurutku karena aku nggak bisa mantau Caca setiap hari waktu di sekolah karena aku kerja di RS, kalianlah yang akan menjalankan rencana ini," kata Andra dengan serius.
"Gimana, Kak. rencananya?" tanya Vanesa.
"Jadi rencanaku gini, Retha kamu coba deketin Talia, terus kamu tanya-tanya semua tentang dia, kalau sampai dia nggak jawab ancam aja kalau dia bakal dikeluarin dari sekolahan itu dan kamu rekam semua jawabanya," kata Andra.
"Dikeluarin?" tanya Retha.
"Ya di keluarkan karena sekolah itu sebenarnya milik Papahnya Alvin dan dibantu ayahku, tapi Caca belum tahu itu," jawab Andra.
"Apa, jadi ternyata anak pemilik SMA Upra itu Alvin dan anak donatur terbanyak itu Caca, Ya Ampun," kata Retha sedikit berteriak.
"Dan Caca belum tahu, kalau Alvin itu yang anak pemilik SMA Upra," lanjut mereka.
"Iya," jawab Andra.
"Kalau aku Alvin sudah tahu, tapi Caca belum," balas Brian.
"Dan kamu Brian, coba kamu tanya-tanya ke Alvin kalau dia percaya nggak sama semua berita yang dibuat Talia," sambung Andra.
"Kalau kamu, Nes. kamu cukup pantau gerak-gerik Talia," lanjut Andra.
"Gimana setuju nggak?" tanya Andra.
"Ide bagus, Kak," kata Brian.
"Ok kita bakal jalankan sesuai tugas dengan baik," kata Vanesa.
"Iya, aku udah nggak sabar dengar jawaban dari Talia," kata Retha.
Setelah itu mereka berbincang tentang banyak hal, tidak terasa hari mulai panas mereka memutuskan untuk pulang dengan Andra mengantarkan Vanesa pulang, sedangkan Brian bermain ke rumah Retha untuk belajar bersama. Padahal rencananya belajar bareng di cafe.
******
Terima kasihs udah mau membaca :)
Dan maaf baru bisa update 🙏
Jangan lupa vote dan coment
Sukoharjo
Revisi : 27/07/2020

KAMU SEDANG MEMBACA
Alca || Selesai
Novela Juvenil•Versi baru• Berawal dari ketidak sengajaan untuk saling mengenal satu sama lain. Kemudian terjadi suatu kesalah pahaman yang diciptakan oleh seseorang yang sangat membencinya, sampai dimana kenyataan menamparnya dan terbit suatu rasa asing yang men...