(50) Kita •END•

3.5K 88 6
                                    

Selamat membaca :)

Detik terus berlalu, tugas bulan sudah digantikan oleh matahari. Siang ini seperti yang dikatakan Alvin kemarin, Caca dan Retha sudah duduk manis di Cafe Alca dengan perasaan penasaran dan bingung karena entah kenapa cafe itu terlihat sepi dari hari biasanya.

"Ca, lo udah ngabarin Alvin kalau kita udah sampai?" tanya Retha.

"Udah pas kita habis duduk tadi gue udah ngechat dia," jawab Caca.

"Lama amat mereka, gue udah bosen," keluh Retha.

"Tunggu bentar lagi aja, kalau sampai nggak dateng kita pergi aja," kata Caca.

"Oke," balas Retha.

Caca dan Retha kembali menunggu kedatangan Alvin sambil sesekali meminum minuman yang dia pesan.

Kira-kira setengah jam mereka menunggu dan sosok Alvin sama sekali belum terlihat.

"Ca, gue pergi dulu ya, gue masih ada janji sama bapak gue, nanti kalau udah selesai gue ke sini lagi," kata Retha.

"Oke," balas Caca.

Retha berjalan keluar dari cafe itu, saat ini hanya tinggal Caca yang masih setia menunggu kedatangan sosok seorang Alvin.

Sepuluh menit berlalu dengan suasana hati yang kesal Caca mulai beranjak dari duduknya, tapi baru satu langkah meninggalkan meja, suara genjrengan gitar terdengar.

Saat mereka berbalik ternyata Alvin sudah duduk dengan gitarnya.

Alunan gitar mulai terdengar, disusul dengan suara Alvin yang indah membacakan sebuah kata.

Entah berapa banyak waktu yang aku lalui setelah mengenalmu, bidadariku.
Kau adalah kunci untuk hatiku yang tertutup rapat,
Kau adalah warna untuk hariku yang polos.

Aku tak tahu kata apa lagi yang harus aku katakan untuk menggambarkan sosok hebat yang selama ini aku cintai.
Terkadang waktu dan keadaan tidak mendukung kita untuk bersama, tapi aku sangat-sangat yakin jika kita bisa untuk menjadi satu simpul yang kuat.

Aku Alvin sungguh mencintaimu Cafina dan terima kasih untuk rasa itu.

Alunan gitar perlahan berhenti.

Caca tidak kuasa menahan air matanya, dia sama sekali tidak menyangka apa yang dilakukan sosok lelaki pujaan hatinya.

Alvin perlahan menghampiri Caca yang masih berdiri dengan air mata yang terus mengalir.

"Jangan menangis," kata Alvin sambil mengelap air mata di pipi Caca.

"Gue sayang banget sama, Lo," kata Alvin lagi.

"Apa, Lo. Nggak sayang sama gue?" tanya Alvin.

"Nggak," jawab Caca.

"Yah, sia-sia dong gue suruh Kak Dewi bikin kata-kata itu," kata Alvin.

"O.., itu dari Kak Dewi aku kira darimu sendiri, padahal jawaban gue tadi masih ada lanjutannya, tapi keburu lo ngomong fakta jadi nggak jadi," balas Caca.

Alvin hanya melongo.

"Ya nggak bisa gitu," kata Alvin. "Coba lanjutin lagi, gue maksa," lanjutnya.

"Ya deh," balas Caca jutek.

Alvin menunggu Caca berkata-kata, tapi hampir lima menit Caca sama sekali tidak bersuara.

"Buruan," kata Alvin gemas.

"Iya, bentar, mikir dulu," balas Caca, Alvin hanya membalas dengan gelengan kepala.

"Gue nggak salah sayang sama lo, Vin. Lo seseorang yang bisa buat gue bahagia setelah keluarga dan sahabat gue, gue nggak tahu apa yang harus gue lakuin untuk berterima kasih sama lo. Lo selalu ada disaat gue frustasi dengan tugas-tugas kuliah gue, lo yang selalu jadi penyemangat gue untuk tetap tersenyum dan bertahan. Makasih banget dan gue nggak nyesel sayang sama, Lo," kata Caca panjang lebar dengan tangan yang menggengam tangan Alvin erat.

Alca || SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang