41.SUDAH SADAR YA..

27 9 4
                                    

"Maaf,kami sudah berusaha sebisa mungkin. Tapi... Sepertinya Tuhan berkata lain." kata dokter itu menyesal.

"Sudah kuduga." Levi hanya menatap ruangan Jessy lalu berjalan ke ruangan itu. Semua hanya diam dengan wajah sendu.

"Dia.... Pasti terlambat ditangani,kan? Karena itu dia meninggal." Kemudian Levi menatap dokter itu.

"Ya. Kalau anda tau, kenapa tidak segera di bawa kesini?" tanya dokter itu.

"Itu karena... Ada beberapa masalah rumit yang mengganggu. Jadi.... Begitulah. Biar ku tebak. Jessy meninggal karena kehilangan banyak darah,kan?"

"Ya. Kalau begitu saya permisi dulu." dokter itu pun pergi.

"Kalau keadaan Lena bagaimana,Lev?" tanya Aldi yang memecah kesunyian.

"Lena?.... Hm... Mungkin bisa selamat."

"Mungkin katamu? Berarti bisa iya bisa tidak dong." Aldi mulai khawatir.

"Begitulah. Sepertinya persentase keselamatannya hanya.....40%." kata Levi dengan santainya.

"40%??!!! Jangan ngawur kamu kalo bicara!! Kau itu tidak tau apa-apa. Dasar sok pintar!!!" Aldi menarik krah baju Levi. Namun,Levi hanya diam menatapnya.

"Siapa yang sok pintar?" Levi memincingkan matanya. Aldi kemudian menatapnya lalu melepaskan Levi.

---

2 hari berlalu... Levi, Aldi dan Miya masih di rumah sakit. Sebelum menginap di rumah sakit, Miya mengatakan pada ibunya lebih tepatnya berbohong kalau dia dan Lena ada acara dadakan di luar kota. Ntah apa yang dikatakan Miya namun ibunya hanya percaya saja.

Aldi pun juga ikutan menginap di rumah sakit. Berhubung dia tinggal sendirian,jadi dia tidak perlu repot-repot berbohong pada orang tuanya.

Sedangkan Levi...

Tung tung tung.

Hallo!!!! Sudah kubilang jangan telpon telpon!!! Aku baik-baik saja!!!

Anak sialan!!! Papa khawatir padamu tapi kamu malah bentak bentak papa!! Kamu tuh kapan pulangnya??!!!

Mana aku tau.... Yang jelas sampe urusanku selesai!!! Dan satu lagi... Jangan mencariku!!

Tapi urusanmu itu apa? Mungkin papa bisa bantu.

Nggak bisa!. Papa urus aja urusan politik papa sendiri!! Selamat siang!!

Levi mematikan telponnya dengan kasar.

Ya. Itulah yang terjadi pada Levi. Sejak tidak pulang ke rumah, Levi terus saja di telpon oleh papanya. Kalo nelponnya sehari dua atau tiga kali tidak masalah. Tapi ini nelponnya bisa sampai 20 kali sehari. Jadi wajar saja kalo Levi sampai nggak sopan sama papanya. Siapa coba yang nggak kesel di gituin.

"L Levi-san. Seharusnya Levi-san tidak bersikap begitu." Miya mencoba menasihati Levi yang dari tadi memijit kepalanya.

"Hahaha... Emang bener sih omonganmu. Tapi mau gimana lagi, papa benar-benar menyebalkan." Levi mengubah ekspresinya dari yang kecut menjadi manis seperti gula tebu.

Di tengah itu, tiba-tiba suster yang ada di ruang Lena berlari keluar. Sontak Aldi, Miya dan Levi terkejut. Kemudian tak lama setelah itu, dokter pun datang dan masuk ruangan Lena bersama suster tadi.

HEART STRING [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang