part 24

11.6K 539 40
                                    

Plak..

Sebuah tamparan cukup keras kini mendarat dengan mulus ke pipi Dandy lantas membuat pemuda itu tak bisa menyeimbangkan diri dan terjatuh kelantai. Sorot mata tajam milik Anton terlihat dari ujung sana ketika tangan kanannya membuat Dandy tidak lagi berdaya dihadapannya.

Brengsek! Anton berbisik cukup sinis menatap Dandy yang masih terduduk, kali ini kedua posisi tangan pria tua itu diletakkan ke saku celana miliknya lalu kembali berdehem. Dengan suara yang didengarkan cukup keras tadi, cepat-cepat Sandra keluar dari dalam kamar, dan begitu terkejut ketika melihat putra satu-satunya tidak berdaya dilantai. Dengan lihai kakinya ikut melangkah dan merangkul sang anak lantas dielusnya pelan kepala Dandy.

"Ada apa ini?!" tanya Sandra merasa tidak terima.

Beberapa detik tidak ada jawaban. Kini Anton kembali membuka suara dihadapan anak dan istrinya.

"Keterluan! Tidak berguna, bisa-bisanya kau tinggalkan Agatha anak menantuku dengan keadaan sakit demam cukup tinggi, terbuat dari apa hati kamu itu Dandy.!" teriak Anton.

"Pah, kita kan bisa bicarakan ini baik-baik, tidak perlu sampai menampar Dandy dan buat dia seperti ini." timpal Sandra yang terlihat berusaha menenangkan sang suami yang kemarahannya sudah di ubun-ubun.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan baik-baik, anak ini sudah keterlaluan! dan sekarang tidak ada lagi yang bisa membuat langkah saya tertahan untuk memberi dia pelajaran. Dasar anak brandal! Saya bahkan bingung bagaimana memberi kamu arahan untuk bisa mengerti akan perjodohan ini." sinis Anton lantas segera melenggang pergi dari keduanya.

Sementara Dandy masih terdiam dengan air mata yang keluar dari pelupuk matanya, hatinya terlalu shock saat mendengar dari sang ayah, kalau Agatha sakit. "Seharusnya kalau kamu punya masalah, kamu bisa ceritakan sama mamah sayang. Lihat papah kamu begitu marah ketika tau Agatha pulang sendiri dalam keadaan sakit seperti tadi malam, ditambah kamu enggak pulang dari semalem. Kita semua khawatir sayang." ucap Sandra lantas kembali mengusap lembut Puncak kepala Dandy.

"Dandy enggak tau dia sakit, kalau tau Dandy enggak mungkin membiarkan Agatha pulang sendiri. Maafin Dandy mah." lirih pemuda itu lantas segera memeluk tubuh Sandra. 'Sesakit itu Aga, sampai tubuhmu juga harus menanggung sakit itu? Maafin Aku aga.' batin Dandy.

-

Saat pertama membuka mata, Agatha sedikit merasa terkejut melihat Dandy dihadapannya. Bahkan pemuda itu tidak tinggal diam di tempat ia duduk saat tau Agatha sudah bangun dari tidurnya.

Melihat itu, Agatha mengalihkan pandangannya ke arah lain, merasa belum ingin mengobrol pada Dandy salah satu penyebab yang mungkin membuat Agatha sedikit menjadi lemas tak berdaya seperti sekarang ini.

"Udah bangun? Makan dulu ya, gue udah buatin bubur buat lo." kata Dandy.

"Enggak usah perhatian gitu sama gue, gue mau makan juga bukan urusan lo.!" sinis Agatha kali ini meraih handuk kompres yang masih bertengger di dahinya lantas membuangnya ke lantai.

"Maaf, gue beneran enggak tau kalau tadi malam lo pulang dalam keadaan sakit. Dan gue baru tau saat pulang tadi. Papah kasih tau ke gue."

"Dan sekarang biar gue tebak, kalau papah lo nyuruh lo buat ngerawat gue kan? Lagu lama! Gue gak butuh itu."

"Enggak! Ini enggak ada sangkut pautnya sama papah kok, gue inisiatif buatin lo makanan. Sekarang lo makan ya, biar cepet sembuh." kata Dandy lantas kembali mengambil mangkuk berisikan bubur yang tergeletak diatas nakas.

"Agathaa, ayo bangun.. Makan dulu nak, papah udah buatin bubur buat kamu ini." samar-samar terdengar suara Anton dari dalam sana, keduanya kompak berbalik lantas mendapati pria tua itu membawa semangkuk bubur dan segelas air. Tapi, langkahnya terhenti diambang pintu ketika melihat putranya memegang mangkok yang juga berisikan bubur hangat.

Agatha ikut terdiam menyaksikan apa yang dikatakan Dandy memang nyata. Bubur yang dibuatnya juga tanpa ikut campur tangan Anton sang ayah mertua.

"Dandy, apa yang kamu lakukan dikamar Agatha?" selidik Anton, meski sebenarnya ia sudah bisa menebak dalam pikirannya, dan hal itu sedikit membuat dirinya bangga, saat melihat mangkuk bubur ditangan Dandy.

"A.anu pah.."

"Papah cuman mau bilang, untuk apa bubur itu? Apa mamah kamu yang menyuruh untuk siapin bubur buat Agatha?"

"Enggak pah. Ini buatan Dandy, saya pikir Agatha mungkin belum bisa makan yang keras-keras, makanya Dandy buatin ini buat dia makan."

Mendengar itu, kedua sudut bibir Anton seketika melengkung ke atas, ia bahkan tidak percaya dengan apa yang dilakukan Dandy. Meski bubur buatannya tidak tersentuh oleh sang menantu, menurutnya tidak masalah.

"Baiklah, papah mengalah. Nanti bubur ini biar papah yang habiskan. Jangan lupa, kamu suapin istri kamu ya. Kasian dia pasti masih lemas sekali. Iyakan Agatha?" kata Anton lantas memalingkan pandangannya ke arah Agatha yang masih berbaring ditempat tidur. Melihat kejadian itu, Agatha berusaha tersenyum meski apa yang dilakukan Dandy sudah diluar batas kewajaran baginya. Anton kembali membawa nampan itu keluar dan menutup pintu kamar Agatha rapat-rapat.

"Lo duduk ya, nanti gue suapin."

"Enggak usah, gue juga bisa makan sendiri kok. Dan bubur itu, makasih. Sekarang lo boleh keluar dari kamar gue." kata Agatha lantas dengan cepat meraih mangkuk tersebut dari tangan Dandy.

"Lo enggak mau buat papah kecewakan?" tanya Dandy tiba-tiba.

"Maksud lo?"

"Papah berharap kita akan segera baikan."

"Gue enggak pernah buat kecewa papah lo, apa yang gue lakukan itu karna gue hanya marah sama lo, bukan sama keluarga lo." ucap Agatha sinis.

Mendengar itu, Dandy menghela napas panjang lantas kembali menyimpan mangkuk bubur itu diatas nakas, Dandy tertunduk dihadapan gadis itu, entah pikirannya jauh menerawang tentang kejadian kemarin.

"Gue bener-bener nyesel." lirih Dandy.

"Enggak usah ngerasa nyesel, bukannya apa yang gue lakuin sekarang buat hati lo menjadi seneng? Lo seneng kan?. Sekarang, apa yang lo ingin lakuin, gue enggak akan ngelarang, gue enggak akan marah. lo mau jalan sama Aira sesuka hati lo gue juga enggak akan ngelarang. Dan tentang orangtua lo..."

"Agatha..."

"Gue bisa berlaku seakan-akan diantara kita enggak ada masalah. Gue hanya pengen kita berhenti bertegur sapa, kita berhenti menjadi dua orang yang punya hubungan suami-istri kalau dibelakang orangtua lo atau orangtua gue."

"Agatha maksud gue.."

"Gue pengen, kita tidak saling kenal kalau sudah diluar rumah ini. Sampai pada akhirnya, kita berpisah tanpa ada masalah antara keluarga kita. Dan gue, gue kembali sama orangtua gue dengan tenang."

setelah berucap Agatha berusaha menahan tangis itu tumpah ke wajahnya, dan kali ini berusaha meredam suara getir yang hampir terdengar ke telinga Dandy.

"Setelah bubur ini abis, lo bisa keluar dari kamar gue, dan bilang sama papah mamah lo, kalau lo udah suapin gue seperti yang mereka minta." ucapnya tanpa melihat ke arah pemuda itu sedikitpun.

"Agatha gue.."

"Sekarang gue mau makan, lo cukup diam disitu."

Entah kesakitan darimana, mendengar Agatha mengatakan hal itu membuat hati pemuda itu rasanya seperti mati, keseriusan Agatha dalam berucap pun cukup membuat Dandy merasa takut, entahlah diam-diam Dandy merasa sudah kehilangan orang yang berharga dalam hidupnya.

Dia bahkan tidak bisa melakukan seperti yang akan dilakukan Agatha padanya. Berdiam diri satu sama lain.


Tbc!

Assalamualaikum. Wah, selesai satu part juga, gimana part ini. Tinggalkan like+komennya buat author ya. 😘😍

Kalau ada typo tandai aja, nanti di revisi kembali.

Nikah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang