part 41

11K 428 11
                                    

Bukan Elisa namanya jika wanita paru baya itu tidak menuntaskan suatu masalah sampai ke akarnya. Baginya, sikap Dandy sudah terbilang sebagai masalah untuk keluarganya. Banyak sudah hal itu membuat Elisa yakin bahwa menikah muda untuk Putri keduanya itu bukan jalan yang baik membebaskan putri-putirnya dari sebuah kutukan. Kira-kira seperti itulah presepsi Elisa setelah tau akhirnya.

Baginya. Semua yang sudah berjalan harus ia tuntaskan sampa beres, bahkan tak tersisa. Harapannya setelah ini ia tidak lagi mengambil tindakan yang ceroboh untuk masa depan Agatha.

Tunggu! Tiba-tiba ada satu hal yang membuat kegundahan hati Elisa semakin bertambah. Apa setelah ia melaksanakan perpisahan untuk putrinya itu sudah bisa dibilang Agatha adalah janda muda? Lantas, apa yang sudah Dandy lakukan pada Agatha?

Tidak-tidak! Elisa berpikir bahwa sekarang ini tidak ada jalan untuk memisahkan Agatha dari Dandy. bisa-bisa pihak perempuan lah yang rugi.

Pikiran-pikiran kotor mulai bercengkrama didalam otak Elisa, dan itu tentang keperawanan putrinya. Sudah berapa kali? Jika hanya sekali, mungkin saja tidak begitu berbekas. Namun, mengingat kesibukan besannya itu justru semakin banyak mengkhawatirkan Elisa. Wanita paru baya itu kembali berpikir, jika hal ini tidak harus ia tanggung sendiri. Yaitu, akan lebih baiknya mempertanyakan pada Agatha langsung.

-

Melihat Agatha diam didalam kamar, semakin membuat kekhawatiran Elisa menggebu. Pasti sudah banyak menyisakan kenangan indah dengan laki-laki itu sampai-sampai membuat Putri bungsunya tidak banyak bercerita semenjak kejadian tadi.

Dengan penuh percaya diri, akhirnya Elisa mengetuk pelan pintu kamar Agatha lantas membuat sang pemilik kamar berbalik ke arah suara itu. Cepat-cepat gadis itu menghapus sisa air mata yang masih berbaris rapi di pipi kanan dan kirinya.

"Bunda," kata Agatha pelan.

"Tanyakan jika itu mengganjal perasaan kamu sayang." kata Elisa yang kali ini perlahan kedua kakinya melangkah masuk kedalam kamar itu lalu ikut duduk disisi Agatha.

"Enggak bunda, mungkin ini terdengar seperti kebohongan di telingan bunda, tapi..." Agatha tertunduk beberapa saat, antara ragu dan ingin menguasai pikirannya. Tapi, keharusan lah yang terus berkobar dalam hati gadis itu untuk berterus terang dengan apa yang dirasakannya pada Dandy. Melihat Agatha terdiam, Elisa mengangkat tangan kanannya lantas segera mengaitkan poni Agatha Kedaung telinga. Bukti, jika ia siap dengan semua kejujuran putrinya.

"Apa?"

"Bunda. Agatha dan Dandy benar-benar tidak pernah menginginkan perpisahan itu, tidak sekarang ini, atau untuk selamanya." banyaknya tekanan dalam diri Agatha membuat ia sendiri sulit untuk menerjemahkan maksud dari ucapan yang baru saja dikeluarkannya. "Kami saling mencintai bunda," lirih Agatha kembali.

"Lalu? Surat kontrak dan perempuan yang dicintai Dandy itu? Sayang, dia bahkan mengakui sendiri kalau dia tidak mencintai kamu, melainkan mencintai orang lain!" tegas Elisa. Ia berusaha membuat pikiran gadis itu untuk keluar dari Cinta yang mungkin mustahil didapatkan putrinya. Tidak sampai disitu, pergerakan Elisa yang berjalan lamban untuk memastikan bahwa Agatha hanya ragu menginginkan jika sebenarnya dirinya ingin pisah. Namun, kegigihan Agatha kembali mencuat, mengikuti sang ibu berdiri--lalu menjelaskan maksud dari keinginannya.

"Bunda, hubungan aku dan Dandy hanya kita-lah yang tau baik atau buruknya. Bahkan kalau Aga bilang Dandy sangat mencintaiku, mungkin bunda tidak akan percaya ucapan ku, tapi bunda.. Itulah kenyataannya." pungkasnya.

Diam. Kali ini Elisa tidak menggubris pernyataan Agatha lantas memilih untuk melangkah menjauhi putrinya, benar atau tidaknya hanya akan ia pertimbangkan saat melihat sikap Dandy.

Nikah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang