Bagian 2. (Menikah?)

25.7K 620 14
                                    

Pukul 10.00 pagi. Hari ini Agatha bersiap untuk menemui Eren, seperti yang sudah mereka rencanakan kemarin.

Dengan memakai pakaian santai ala anak remaja, celana jeans biru dengan perpaduan kaos putih dan rambut yang dibiarkan terurai menambah kecantikan alami dari seorang Agatha. Meski begitu, kesan tomboy masih terlihat dari dirinya.

Agatha tersenyum tipis dan segera melangkah dari tempat ia berdandan sejak tadi. Tak lupa gadis yang baru menginjak usia 16 tahun itu lalu segera meraih tas berukuran kecil miliknya sebagai alat untuk menyimpan ponsel dan dompetnya.

"Bunda.." teriak Agatha sembari memasukkan ponsel miliknya kedalam tas kecil itu. Agatha kembali tersenyum tipis lantas meraih tangan kanan sang Bunda untuk disalaminya.

"Mau kemana sayang?"

"Mau ketemu sama Eren bunda." sahut Agatha. "Yasudah kalau begitu Aga pamit ya bun." sambungnya lalu kembali melangkah meninggalkan ruang tamu rumahnya.

"Kamu mau dijemput kak Arin pulang ketemu sama Eren gak nak?!" teriak Elisa kembali. Tapi tidak ada jawaban dari si anak bungsu yang sudah terlanjur berlalu begitu saja. Sementara Elisa lalu menggeleng melihat Agatha tak lagi sempat mendengarkannya.

Hari ini Elisa sudah menyaksikan bahwa Agatha bukan lagi anak kecil yang selalu menempel padanya seperti dulu, Agatha sudah menjadi gadis remaja yang cantik dan pintar, Elisa juga bersyukur karna Putri keduanya itu adalah anak yang lumayan mudah untuk diberi nasehat. Kalaupun ia harus menikahkannya dengan usia seperti itu mungkin Agatha bisa menerimanya dengan senang hati.

"Bunda." sapa Arin. Gadis 27 tahun yang juga tak kalah cantiknya oleh sang adik, meski menginjak usia yang membuat orangtua khawatir kalau diusia seperti itu belum menikah, tapi Arin membuktikan bahwa dirinya akan segera membahagiakan kedua orangtuanya walau bukan dengan cara menikah. Tidak, Arin bukannya menolak setiap orang yang datang untuk melamarnya, tapi bukankah dirinya akan lebih leluasa mencari nafkah dan memberikan kepada kedua orangtuanya kalau ia belum menyandang status pernikahan dalam hidupnya.

Berbeda dengan pemikiran Arin, kedua orangtuanya malah menginginkan kalau Arin akan mau menikah dengan laki-laki yang dipilihkan untuknya, meski sudah menjadi kebiasaan dalam penolakan nantinya.

"Sayang, kamu mau kemana? Ini tanggal merah apa kamu juga akan sibuk diluar?" tanya Elisa saat mendapati kedua putrinya malah sibuk untuk bepergian.

"Sebentar bunda, Arin hanya keluar sebentar untuk menyelesaikan persoalan kantor."

"Tapi nak, kapan kamu istirahat kalau hari liburmu juga diisi dengan pekerjaan." ucap Elisa begitu khawatir. Sementara Arin hanya tersenyum tipis lalu menciumi kedua pipi sang bunda.

"Arin baik-baik aja kok bun, Arin juga menikmati semua ini. Yasudah kalau begitu Arin berangkat ya bunda. Assalamualaikum." ucapnya. Tetapi belum sempat melangkah beberapa langkah tetapi Elisa lalu kembali memanggil nama si Putri tertuanya dengan nada sedikit meninggi.

"Ada apa bunda?" kata Arin berkerut dahi saat melihat perubahan wajah sang bunda terlihat bimbang.

"Begini. Hari ini ayah sama bunda akan memperkenalkan Agatha dengan anak teman Bunda." kata Elisa.

Dengan cepat Arin sudah mampu menangkap ucapan Elisa yang terkesan berbelit-belit. "Lalu?" tanya nya. Sebenarnya ia juga sudah sangat memahami, hanya saja Arin tidak mau pemahamannya meleset saat ia tidak mendengar langsung dari mulut Elisa.

"Seperti itu, maksud bunda.."

"Akan menjodohkan Agatha sama anak temen bunda?" ucap Arin.

"Begitu lah sayang." sahut Elisa sekenanya. Sementara itu Arin menggeleng cepat lantas senyuman yang tadinya tulus malah berganti dengan senyuman sumbang.

Nikah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang