Extra part

1.1K 59 9
                                    

Lima tahun kemudian..

"Danthaa... Sarapan yuk sayang. Bunda udah bikinin roti isi kesukaan kamu nih!" Agatha menaruh beberapa lembar roti ke piring yang sudah di sediakan sejak tadi sembari menunggu suami dan putranya untuk ikut duduk di meja makan. Tapi kenyataan beberapa menit berlalu tidak ada satupun dari mereka yang muncul untuk bersiap sarapan bersama.

Agatha berbalik menatap kamar putranya dan juga kamar ia dan Dandy, lalu akhirnya meninggalkan meja makan untuk berjalan ke arah kamar putranya terlebih dahulu.

"Dantha sayang, kamu kan udah jadi anak sekolah. Harusnya meski hari ini libur bukan berarti kamu bangunnya si..." Syifa menghentikan ucapannya, lantas mendapati dua stick game tergeletak di atas meja. Dan kini ia paham apa yang sudah terjadi semalam. Bermain PlayStation bersama dengan ayahnya lah yang membuat Dantha kesulitan untuk bangun pagi.

Melihat ke sofa ia mendapati Dantha yang tertidur dengan selimut seadanya. Agatha menghela napas panjang, berusaha selembut mungkin untuk membangunkan putranya.

"Sayang," Agatha mengusap lembut kepala putranya berharap anak itu segera bangun.

"Bunda, ini kan hari Minggu. Bisa kan kalau sarapannya bentar lagi aja, Dantha mau bobo.." Dantha yang sudah tidak bisa menahan kantuk lalu akhirnya kembali memejamkan mata, anak kecil itu sudah tidak memperdulikan dengan gerutu kecil yang terdengar dari mulut bundanya.

***

Agatha terduduk di sisi ranjang, setelah apa yang sudah terjadi pada dirinya pagi tadi, kali ini perempuan itu tidak ingin berbicara pada Dandy. Ia sudah terlalu sering melihat Dandy membiarkan putranya untuk menjadi seorang pemalas.

Melihat Agatha seperti ini Dandy tau apa yang akan terjadi nanti, lalu sebelum ia mendengar ocehan itu Dandy akan berusaha keras menghibur atau meminta maaf pada istrinya yang sudah memasang tampang tak suka.

"Maafin aku kalau tadi pagi buat kamu kesal," Dandy meraih tangan Agatha lantas menaruhnya di atas paha. Tak lupa ia mengusap lembut punggung tangan istrinya.

"Kamu udah terlalu sering bikin Dantha jadi orang yang enggak bisa atur waktu."

"Bukan sering sayang, Dantha kan juga butuh hiburan masa kita enggak bisa bikin dia seneng."

Agatha berbalik. dengan apa yang dikatakan Dandy justru membuat ia merasa tak suka. Jawaban yang tidak semestinya untuk Dandy lontarkan itu pada istrinya.

"Sayang, Dantha kan juga main game kalau malam Minggu doang, itu pun sama ayahnya."

"Tapi lama-lama bisa keseringan, mengambil celah untuk bisa main game di hari lainnya!" 

Dandy mengangkat tangan, tanda dirinya sudah tidak lagi melanjutkan perdebatan itu, bukankah semuanya akan sia-sia. Mengerti dengan keadaan akhirnya Agatha pun tidak lagi berucap perlahan tatapan sinis itu berganti dengan tatapan sendu. Lama kelamaan akhirnya perempuan itu   berhasilkan menguraikan air mata. Meski hanya beberapa detik dan setelahnya berganti dengan gelengan kepala.

"Tidakkah kamu memaafkan ku untuk rasa sayang dan cinta kita? Juga memaafkan Dantha buah cinta kita?" Dandy mengangkat tangannya lalu menaruhnya di dada bidangnya. Tersenyum lembut, matanya tidak lepas untuk mengawasi pergerakan sang istri.

"Dandy antoniyo, sudah bersalah. Makan malam tidak akan ada di meja makan hari ini." Lanjutnya yang kali ini kepalanya menunduk sejajar dengan kepala istrinya.

Agatha yang tadinya terdiam kini mengembangkan senyuman tipis, ia tidak lagi bisa menahan diri untuk tidak tertawa meski tidak terdengar. dan hal ini lah yang membuat hubungan mereka semakin menghangat.

Permohonan maaf selesai. Dandy berdiri tegak lalu memeluk istrinya, menenggelamkan wajah perempuan itu ke dalam dada bidangnya.

"Jangan nangis Agatha istriku, kenapa akhir-akhir ini kamu cengeng banget.?"

"Siapa yang cengeng? Aku cuman enggak bisa mengekspresikan rasa kesal itu tau?"

"Iya-iya. Di maafin kan?"

Agatha mengangguk. Tidak ada lagi perdebatan, mereka hanya menikmati pelukan itu sedikit lebih lama karna beberapa saat kemudian suara Dantha memanggil kedua orangtuanya. Cepat-cepat Agatha mendorong Dandy lantas beralih melihat ke arah pintu. Agatha bernapas lega setelah tau Dantha tidak melihatnya bermesraan.

"Bundaaa.." langkah kaki anak itu berhenti ketika melihat ayahnya yang juga berhadapan dengan sang bunda.

"Iya sayang," 

"Bunda. tadi ada telefon dari ibu guru. Katanya semua murid harus menghadiri les musik hari ini. Apa bunda bisa anter Dantha?"

"Les musik?" Dantha mengangguk. Memastikan apa yang di katakannya sudah benar.

Mendengar obrolan antara anak dan juga istrinya, membuat Dandy ikut bertanya. "Kalau ayah aja yang anterin gimana?" Tawar Dandy. Entah kenapa melihat Agatha rasanya perempuan itu tidak siap untuk bepergian hari ini. lagipula ada yang ingin Dandy tunjukkan kepada sang istri. Setidaknya ini kesempatan besar memberi hadiah kejutan yang sudah di siapkan beberapa hari yang lalu. Tentu sebelum menyiapkan hadiah, Dandy sudah menuliskan selembar surat untuk istrinya.

"Tapi dan."

"Enggak apa-apa sayang, kamu bisa istirahat di rumah. Lagian akhir-akhir ini aku perhatiin kamu sering kecapean dan ngambek enggak jelas," goda Dandy. Agatha memberikan tatapan sinis mendengar ucapan Dandy yang terakhir. Walau demikian, ia merasa apa yang Dandy katakan sedikit ada benarnya.

"Gimana Dantha, putra ayah yang paling ganteng. Bunda biarin istirahat aja ya." Tanpa menunggu Dandy segera menggendong putranya lantas berlalu begitu saja dari hadapan Agatha.

"Ayah kan biasanya sering bosen kalau udah ada acara sekolah Dantha. Kalau bunda enggak akan bosen."

"Maafkan ayah kalau begitu. Tapi sekarang ayah mau tunjukkin kalau ayah juga bisa kayak bunda. Dengan syarat, Dantha harus segera bisa dengan alat musik yang Dantha pegang di sekolah. Ok jagoan!"

Terdengar seperti perintah, tapi entah kenapa dua orang yang paling Agatha sayangi kalau ini sedikit membuat hatinya menghangat.

Agatha menarik napas dalam. Membayangkan waktu yang begitu cepat berlalu. Dantha yang belajar merangkak kini sudah berganti dengan belajar bermusik di sekolahnya. sementara Dandy yang dulunya hanya bisa membuat dia menangis, sekarang masih sama. Dandy masih membuat Agatha selalu menangis, tapi tangisan itulah yang membuat dirinya hidup. Tangisan keharuan dengan kerja keras Dandy untuk ia dan putra kesayangannya. Oh tuhan! Agatha bahagia dengan semua yang Tuhan berikan saat ini. Cinta pertama itu adalah cinta yang luar biasa untuk seorang Agatha.

-






Hay. Apakah ada yang merindukan mereka? Gimana tanggapan kalian tentang extra part yang kalian minta ini? Mengesankan atau b aja. Wkwk.

Ada kabar gembira. Cerita ini akan ada sequelnya. Tunggu awal tahun. Kita habiskan tahun ini untuk beberapa cerita  yang masih gantung. Tapi saya berjanji, akan memberikan cerita baru yang tentunya dengan konflik yang berbeda. Semoga kita semua di beri kesehatan untuk terus berkarya atau sekedar menikmati tulisan di dunia oranye ini. Yuk kasih komentarnya yang terbaik. Agatha dan Dandy akan kembali untuk menghibur lagi pastinya jika respon ini baik. Hehehe ok. Bye!

Nikah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang