Hari ini tentu cukup melelahkan untuk Agatha dan Dandy, terbilang keduanya berkomitmen untuk menghabiskan waktu bersama tanpa ada gangguan termasuk ponsel mereka masing-masing. Tidak peduli seberapa banyak orang yang menghubunginya mereka hanya fokus pada libur sekolah yang dibuat-buat Dandy. Jelas karna ide Dandy lah Agatha bisa merasakan serunya berkeliling Jakarta ditengah tengah padatnya tugas sekolah.
Seperti sekarang ini. Dandy dan Agatha duduk terdiam diatas gedung tinggi yang sudah lama tak terpakai, gedung yang berakhir meng-operasi kan kegiatan pada tahun 98 karna kasak-kusuknya jaman kepresidenan pak Soeharto waktu itu. Dan sekarang, jadilah gedung ini hanya tinggal kenangan tanpa tersentuh tangan-tangan pemerintahan berikutnya.
Berbicara soal gedung. Sudah lama Agatha tinggal di Jakarta, tapi ia bahkan tidak tau jika ada gedung yang bisa dibilang lumayan besar tidak beroperasi seperti ini. Ia hanya tau hal itu dari Dandy. Gadis itu tersenyum sembari menunjuk matahari yang perlahan tenggelam di ufuk barat lantas menghasilkan warna yang cukup Indah di pandang olehnya. "Cantik banget," kata Agatha.
Mendengar itu, Dandy tersenyum simpul lalu ikut menganggukkan kepalanya perlahan. "Gimana? Lo suka enggak?"
"Suka, tapi sebenarnya di mata gue ada yang merusak pemandangan sore ini," terang Agatha. Dandy berkerut dahi, lantas bergumam pelan. "Apa?"
"Lo, kayaknya lo ngerecokin pandangan gue untuk sore yang cantik ini. Gih, jauh-jauh," usir Agatha sembari diikuti tawa lepasnya, kedua tangannya mendorong punggung Dandy tentu dengan ciri khas candaannya. Melihat itu. Dandy berdecak sebal, lantas mempertahankan diri untuk tetap duduk disisi gadis itu. "Bisa-bisanya lo bilangin gue merusak pemandangan, padahal gue yang bawa lo ke tempat yang keren ini,"
"Sama aja, tempatnya yang keren tapi lo enggak!" sinis Agatha.
"Gue kasih tau ya, enggak ada perempuan bisa tahan dengan pesona gue yang tampan ini. Jadi, kalau lo nganggep gue merusak pemandangan, itu artinya mata lo enggak normal. Karna semua perempuan yang kenal sama gue, pasti muji ketampanan gue," kata Dandy dengan penuh percaya diri.
"Gue enggak tuh!"
"Enggak? Berarti emang lo-nya yang enggak normal. Jadi, bukan salah gue berarti,"
"Hahahha.. Terserah lo mau bilang apa deh," kata Agatha.
Untuk beberapa saat, keduanya terdiam. Menyaksikan matahari yang hampir tidak lagi tampak di atas langit, lalu ikut dengan suasana malam dan lampu jalan yang mulai menghias kota itu. Tanpa mereka sadari, jika keduanya belum ada yang mengganti pakaian sekolah mereka. Tentu, mereka bahkan tidak pulang ke rumah untuk hal yang bisa dilakukannya nanti. Pikirnya.
Dandy bangkit dari duduknya sembari menepuk-nepuk pelan celana bagian belakangnya untuk menghilangkan jejak pasir yang tertinggal sedikit-sedikit.
"Pulang yuk,"
"Yahh..." Agatha mendongakkan kepalanya dengan raut wajah yang terlihat tidak rela. Bagaimana mungkin harus pulang disaat dirinya baru merasakan indahnya menyaksikan sunset secara langsung.
"Kita kan cuman nunggu moment matahari terbenamnya, kalau udah seperti ini enggak asik lagi lah,"
"Tapi gue belum mau pulang, bentaran lagi aja deh."
Dandy tertawa pelan, dan untuk beberapa saat ia lalu kembali mendudukkan dirinya disisi Agatha. Entah sampai kapan, dirinya hanya menunggu aba-aba dari Agatha jika harus meninggalkan tempat itu.
"Ngalah juga lo?" tanya Agatha.
"Tuh kan, tadi aja minta buat tinggal,"
"Hehhe, makasih ya," Agatha bergumam pelan. Gadis itu tertunduk sembari menghela napas lalu ikut dengan otaknya yang terus bekerja, memikirkan kejadian-kejadian sebelumnya. Tidak peduli seberapa sering dirinya meninggalkan rumah jika ia marah pada pemuda itu, tapi dirinya tau ia tidak benar-benar melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Muda
Teen Fiction(TAMAT DAN LENGKAP) Star. 2 Mei 2018 End. 17 oktober 2018 Rank : 194 dalam humor. (Dan Beberapa kali enggak tercatat) salah satu siswi yang berwajah manis dengan sifat yang tomboy harus merasakan menikah di usia yang baru saja menginjak 16 tahun...