Chapter 20

387K 12.9K 548
                                    

Play list : Nervous - Shawn Mendes

*****

Abigail baru saja selesai latihan cheerleaders, posisinya sebagai kapten cheers mengharuskan dirinya ikut bersama tim Cheersnya untuk meramaikan kompetisi basket antar sekolah setelah Ujian Nasional selesai di lakukan.

Abigail yang sedang hamil muda pun tidak melakukan gerakan yang membahayakan dirinya ataupun kandungannya, maka dari itu posisinya sebagai seorang Flyer ia serahkan pada Viola. Sementara dirinya hanya menari-nari di depan, memimpin timnya, tapi di akhir penampilan tubuh Abigail di angkat ke atas namun tidak sampai di lempar seperti seorang Flyer pada umumnya. Viola dan Isabela sempat melarangnya ikut dalam tim karena mengkhawatirkan kondisi Abigail. Tapi Abigail tidak mempunyai pilihan, jika ia tidak ikut akan menjadi pertanyaan untuk yang lain. Apalagi pelatih Cheersnya begitu mengandalkan Abigail dan sedikit keberatan ketika Abigail menyerahkan tugasnya sebagai flyer pada Viola.

Abigail, Viola, Isabela dan tim Cheers yang lainnya sedang menonton Marco dan timnya berlatih basket. Marco adalah ketua tim basket yang begitu dielukan. Marco adalah idola di sekolah. Terbukti di pinggir lapangan begitu penuh dengan murid-murid yang menonton, kebanyakan dari mereka adalah murid perempuan yang tidak berhenti meneriakkan nama Marco.

Marco baru saja menyelesaikan latihannya, pemuda itu dan timnya berjalan menuju Abigail yang terduduk di pinggir lapangan bersama yang lain.

Abigail tersenyum, lalu memberikan botol minuman pada Marco.
Marco pun menerimanya dan langsung meminum air tersebut, sebagian ia gunakan untuk mencuci mukanya.
Setelah selesai, Marco langsung merebahkan dirinya di paha Abigail. Keakraban Marco dan Abigail adalah pemandangan yang sudah biasa bagi para siswa Pelita. Bahkan mereka berdua dianggap sebagai iconnya pelita.

"Capek?" tanya Abigail sambil mengelap wajah Marco dengan tisu.

"Lumayan,"

Lalu mereka berdua pun larut berbincang dan bercanda dengan teman-temannya yang lain. Gelak tawa memenuhi lapangan dari kelompok siswa populer tersebut.

"Udah sore, pulang yuk?" ajak Abigail pada teman-temannya, sedangkan Marco yang masih betah rebahan di paha Abigail sibuk memainkan rambut Abigail dengan jarinya.

"Yuk...." Viola dan Isabela pun mengiyakan ajakan Abigail.

"Co awas!" tapi Marco tidak menghiraukan permintaan Abigail, ia masih sibuk memainkan rambut Abigail.

"Marco!" peringat Abigail dengan ketus.

"Kencan yuk." ajak Marco tiba-tiba, sedangkan teman-temannya yang lain sudah menggoda heboh Abigail dan Marco.

"Apaan sih lo?" tanya Abigail dengan jantung berdetak tidak karuan.

"Nonton, habis itu makan malam, gimana Bi?"

Abigail tidak langsung menjawab, ia melirikan matanya pada kedua sahabatnya Viola dan Isabela. Viola dan Isabela menganggukkan kepalanya sebelum pergi meninggalkan Marco dan Abigail bersama teman-temannya yang lain untuk memberikan privasi bagi keduanya.

"Udah sore Co, kalo pulang dulu pasti keluar malem. Papih sama mamih gak bakalan ngizinin."

"Tumben?" Marco mengerutkan keningnya heran.

Abigail menggigit bibirnya gugup, ia tidak mungkin mengatakan jika orang tuanya melarang pergi di malam hari apalagi dengan seorang laki-laki karena dirinya yang akan menikah sekitar 2 minggu lagi. Abigail belum siap memberitau Marco kenyataan itu, mungkin tidak pernah siap.

My Little Girl √√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang