Nilai Dunia

267 17 0
                                    

Dunia adalah tempat singgah kita di dunia, sementara akhirat adalah tujuan akhir kita. Oleh karena itu, hendaknya kita jadikan dunia layaknya tempat singgah dan tempat bernaung sementara. Kita diumpamakan sebagai musafir di perjalanan, sementara tujuan akhir yang kita tuju adalah rumah kita di akhirat.

Sayangnya, meskipun kita tahu bahwa dunia ini bukan tujuan akhir, terkadang kita selalu terlena dan seolah-olah menganggap dunia adalah segalanya. Sehingga kita lupa bahwa suatu saat kita akan meningggalkannya.

Tentang hakikat dunia yang fana, marilah kita simak kisah seorang khalifah Daulah Abbasiyah yang terkenal dengan kebesarannya, Harun ar-Rasyid. Suatu hari Harun ar-Rasyid duduk bersama ulama bernama Ibnu al-Sammak meminta minum kepada pelayannya. Kemudian seorang pelayan datang dengan membawakan air dingin dan gelas yang mewah.

Kemudian setelah itu mereka minum bersama. Harun ar-Rasyid berkata kepada Ibnu al-Sammak. "Wahai Ibnu al-Sammak, nasihatilah aku."

Maka Ibn Al-Sammak berkata: "Wahai Amirul Mukminin, seandainya Anda terhalangi meminum minuman ini, atau anda tidak bisa mendapatkan air yang ada di cangkir, dengan apa anda akan membelinya supaya anda bisa minum dan dahaga tidak lagi menyiksa kerongkongan Anda?"

"Dengan setengah kerajaanku," jawab al-Rasyid.

"Silahkan minum, semoga Alloh memberimu ketenangan," kata Ibn Al-Sammak.

Setelah Al-Rasyid selesai meminum air itu, Ibn Al-Sammak kembali berkata: "Seandainya air ini dihalangi keluar dari badan Anda, dengan apa Anda akan menebusnya agar ia bisa keluar dari tubuh Anda?".

"Dengan seluruh wilayah kerajaanku," jawab Al-Rasyid.

Ibn Al-Sammak melanjutkan, "Sesungguhnya harga sebuah kerajaan hanya dengan seteguk air dan kencingnya. Sungguh tidak pantas seorang berlomba-lomba memperebutkannya."

Mendengar penuturan Ibnu al-Sammak, Harun Al-Rasyid pun menangis tersedu-sedu.

Dari kisah ini kita bisa mendapat dua pelajaran.

Pelajaran pertama, hendaknya seorang penguasa atau pemimpin selalu dekat dengan ulama. Karena dengan kedekatan umaro atau pemimpin dengan ulama adalah tanda keselamatan agamanya. Sebaliknya, ketika seorang pemimpin menjauh dari ulama bahkan membencinya, maka itu tanda kehancuran negeri tersebut.

Pelajaran yang kedua, dunia tidak ada nilai apa-apanya. Sehingga dunia ini hendaknya bukan tujuan akhir kita.

Ingat-ingatlah apa yang dikatakan Abu Bakar ash –Shidiq radiyallahu anhu, beliau berkata, "Ya Allah, jadikanlah dunia di tangan kami, bukan di hati kamu."

Ya, memang tidak ada salahnya menggenggam dunia. Yang salah adalah ketika dunia itu kita genggam sekaligus ditempatkan di dalam hati. Padahal hanya akhiratlah yang layak kita letakan di hati kita. Karena dunia hanyalah tempat persinggahan sebagaimana apa yang dinasihatkan baginda Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam kepada Ibnu Umar radiyallahu anhuma,

Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau seorang musafir'.

Tak heran jika Imam Ahmad bin Hambal pernah berkata, "Aku akan istirahat ketika kakiku sudah menginjak pintu surga."

Beliau mengatakannya ketika anaknya bertanya, "Wahai ayahanda, kapan Anda beristirahat?" dia bertanya saking heran dengan kesibukan ayahnya dalam thalabul ilmi dan mengajarkannya. Ya memang benar, dunia adalah tempat kita bercocok tanam, dan kita akan menuai hasilnya di akhirat.

Semoga senarai kisah dari Harun ar-Rayid dan nasihat dari Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam terhadap Ibnu Umar serta perkataan Abu Bakar dan Imam Ahmad bin Hambal tadi bisa menginspirasi kita tentang hakikat dunia.

Semoga menginspirasi

Renungan KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang