Namjoon salah jika berpikir bahwa meninggalkan Jihyun dan Jimin berdua akan menghasilkan sebuah pelukan hangat dengan saling mengatakan 'aku merindukanmu'.
Mereka masih sama, bertahan dalam pendapatnya masing masing. Mereka saling mencintai, tapi perbedaan pendapat yang besar membuat mereka harus seperti ini, mencintai dalam jauh.Jimin yang menginginkan sebuah pernikahan dan Jihyun yang trauma akan pernikahan. Mengingat begitu banyak pernikahan yang gagal disekelilingnyanya.
kegagalan rumah tangga keluarga Heeyeon, kegagalan pernikahan Namjoon, juga kegagalan rumah tangga kedua orang tuanya."Mungkin ini akan menjadi terakhir kali kita bertemu, aku akan menanyakan hal yang sama,"
Jihyun mencoba mengeratkan pegangan tangannya pada sisi sofa yang tengah ia duduki. Sungguh, ia sangat ingin memeluk Jimin.
merasa begitu bersalah melihat Jimin yang semakin kurus. Jihyun hanya bergumam mendengar pernyataan Jimin. Mempersiapkan jawaban yang sama atas pertanyaannya."Kau, tidak ingin menikah denganku?"
"Em," lagi-lagi Jihyun hanya bergumam dengan kedua matanya yang berkaca-kaca melihat ke arah Jimin yang menunjukan aura keputus asaan disekitarnya.
Jimin menyunggingkan senyumnya sekilas lalu mengangguk nganggukan kepalanya mengerti, ia sudah menduga jawaban Jihyun yang akan sama, tapi sakit hatinya atas penolakan kedua Jihyun juga sama. Seperti Dejavu.
"Baiklah, aku mengerti." kedua mata Jimin juga berkaca kaca, dan ia bingung kenapa Jihyun juga menangis seolah olah Jimin yang berbuat salah padanya. Ah ia lupa, ia yang memutuskan hubungan keduanya. "Makan dengan baik~ Jangan terlalu sering membeli barang palsu, orang orang tidak akan percaya padamu jika kau membeli barang asli suatu hari nanti." lanjut Jimin sambil sedikit mengumpat di akhir kalimat karena sadar suaranya bergetar.
"Aku pergi dulu," Jimin mulai berdiri dan bersiap untuk berjalan tapi tangan Jihyun yang memegangi tangannya, membuat ia harus berhenti.
"Karena ini mungkin akan jadi terakhir kalinya kita bertemu, aku juga ingin mengatakan sesuatu padamu," Jihyun mendongak menatap Jimin yang juga menatapnya, Jihyun memegangi tangan kanan Jimin dengan kedua tangan, lalu ia menundukan kepalanya.
"Oy Park Ji-ya. Makan dengan baik juga, jangan tidur terlalu malam lagi, aku tidak bisa membangunkanmu. Ah dan juga, teruslah menari, teruslah menari Park Ji-ya." ujar Jihyun masih sambil mencoba meredam tangisannya membuat suara yang ia keluarkan bergetar.
"Jihyun-ah~"
"Aku minta maaf juga berterima kasih~ dan juga," Jihyun mendongak menatap Jimin dengan kedua matanya yang berair dan mulai membasahi pipinya "Aku merindukanmu," lanjut Jihyun lalu kembali menunduk, menangis dengan keras sambil menggenggam erat tangan kanan Jimin, dan Jimin hanya bisa membiarkan Jihyun seperti itu, dengan ia sendiri juga menangis dalam diam.
.
.
.
.Namjoon memperhatikan Jimin yang baru saja keluar dari apartemen Jihyun saat waktu menunjukan Pukul 22:23, ia bahkan keluar dari rumah Heeyeon saat jam masih menunjukan Pukul sembilan lebih sedikit, lalu tanpa sadar ia tertidur karena lelah menunggu Jimin yang tak kunjung datang ke mobilnya.
Ia merasa tidak enak jika harus mengganggu Jimin yang tengah melepaskan rasa rindunya untuk melihat Jihyun."Dimana anak anak---Oh! Kau berhasil menitipkan kedua anakmu ke rumah boss Ahn?! Waah luar biasa! " ujar Jimin sesaat setelah ia masuk kedalam mobil dan menolehkan kepalanya ke kursi belakang dan tak melihat Yoongi maupun Taehyung disana.
"Em, boss Ahn memangku Taehyung yang tengah tertidur dibahuku tanpa mengatakan apapun, lalu setelahnya berteriak pada Heeyeon kalau kedua anakku tidur dikamar Heeyeon," cerita Namjoon sedikit menggebu, merasa kembali hidup.