Seperti biasa, pagi ini Adira sudah menunggu ojek online menjemput didepan gerbang rumahnya. Sambil menunggu, gadis itu memainkan tali tasnya sesekali bersenandung ria.
"Kesian masih nunggu," ucap Faiz dari teras rumah, Adira menoleh lalu menatap tajam Abangnya itu.
"Bodo!" teriaknya, tak lama dari itu tukang ojek pun datang.
"Maaf neng lama, soalnya tadi bapak ada perbaikan jalan disana, jadi harus muter," jelas tukang ojek itu.
"Iya pak, gak pa-pa." setelah diberi helm, Adira langsung duduk di jok belakang tidak lupa menjukurkan lidah dan menjulingkan mata kepada Faiz.
Motor tersebut mulai melaju, melewati rumah Febby. Rumah berwarna putih yang tampak asri itu Adira melihat Febby tengah memanaskan motornya. Tunggu, mata Adira melihat pria paruh baya tengah duduk dikursi teras sambil meminum kopi.
Sepanjang jalan menuju sekolah, Adira masih teringat pria paruh baya itu, itukah Papanya Febby? Sumpah selama menjadi tetangganya 4 tahun belakangan ini, baru pertama kalinya Adira melihat Papanya Febby. Mungkin Papanya sibuk bekerja Atau mungkin dirinya saja yang jarang keluar atau juga karena rumah mereka berjarak 5 rumah jadi Adira tak terlalu memperhatikan. Ah sudahlah.
Jika dilihat lihat, Papanya Febby terlihat menyeramkan. Ralat, bukan menyeramkan tapi sangat berwibawa. Wajahnya tenang namun, terlihat tegas sama seperti wajah Febby.
Kalo Mamanya Febby, Adira sering lihat karena sering berpapasan di warung atau dijalan komplek. Hellen keliatannya lembut terlihat dari wajahnya yang keibuan. Adira dapat menyimpulkan, berarti Febby mirip dengan Papanya.
"Neng, tolong turun sebentar," ucap tukang ojek tersebut.
"Ha?." Adira baru tersadar, cewek itu melihat disekelilingnya. Tapi ini bukan SMA Starla, letak SMA nya masih lumayan jauh. "Ada apa Pak?" tanyanya setelah turun dari motor.
Tukang ojek itu masih sibuk memeriksa ban motornya. "Kayaknya bannya bocor deh, neng."
Waduh!, cewek itu melirik jam tangan berwarna birunya. Sepuluh menit lagi gerbang ditutup, mana sekolahnya masih jauh lagi.
"Bapak serius?."
"Iya neng, Maaf ya."
"Terus saya gimana ini." rasanya Adira ingin menangis jika dia sampai telat ke sekolah, lebay sih, tapi selama sekolah Adira tidak pernah telat datang.
Mau naik taksi pasti dijalan depan sana macet, mau nyari ojek biasa mana mungkin lewat, mau mesen ojol lagi pasti nunggunya lama. Ah sial!!
"Aduh neng, Bapak juga gak tau." tukang ojek itu tampak bingung.
"Yaudah Pak ini ongkosnya."
"Gak usah neng."
"Gak pa-pa pak ambil aja." Adira menyerahkan ongkos tersebut sambil menyerahkan helmnya, lalu beralih pada ponselnya. Bingung harus melakukan apa.
Terdengar suara motor berhenti didekat mereka, masih dengan posisi menunduk Adira melik motor itu. Sebuah motor sport hitam, "Kenapa Pak?" tanyanya.
Oh, inikah penyelamat.
"Bannya bocor Mas," jelas Bapak itu. Adira mendongak memastikan siapa orang tersebut, dari suaranya begitu familier.
"Naik!" ucapnya membuat Adira sedikit kaget. Febby.
"Ha?" cewek itu hanya menganga.
"Naik! Daripada telat." Adira mengerjap lalu mengangguk.
"Tapi Kak Feb kan gak bawa helm lagi. Ntar kalo ditilang gimana?."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Senior [Complete]
Teen Fiction[Masih Lengkap] Ini tentang bagaimana Adira menyukai Febby-kakak kelasnya yang mempunyai sifat dingin seperti es batu dan datar seperti triplek. Dia bukan tipe cewek yang caper jika ketemu kakak kelas, dia lebih memilih diam dan memendam rasa. Disaa...