Part 3 - Pernikahan

63.3K 3K 36
                                    

Jarum jam menunjukkan pukul 05.13 tapi Dea masih terlelap di balik selimut tebalnya. Semalam ia memang tidak bisa tidur. Bayangan bagaimana nanti kehidupannya setelah menikah? Hidup dengan Nathan yang lebih cocok dipanggilnya dengan sebutan Om, bagaimana nasib masa mudanya? Memikirkan itu semua membuat Dea tidak bisa tidur semalaman. Hingga akhirnya Dea baru bisa tidur ketika jarum jam menunjukkan pukul setengah tiga dini hari.

“De, bangun. De, bangun dong sayang.” Sila membuka selimut yang menutupi tubuh Dea.

“Maa, aku baru tidur jam 3,” gumam Dea dengan mata tertutup.

“Ciyee... yang nggak bisa tidur karena mau nikah.” Goda Mama Dea.

“Hmm.”

“Dee, bentar lagi kamu jadi istri loh, masak malas-malasan kayak gini?” Sila menarik Dea agar bangun.

“Maa, Dea nggak mau nikah. Dea belum siap. Dea takut Maa.” Tiba-tiba Dea menangis sambil memeluk mamanya.

“De, kamu pasti bisa. Enggak perlu takut, Nathan sayang banget sama kamu. Dia nggak akan nyakitin kamu. Percaya sama mama. Ingat yaa, kalo udah jadi istri itu harus patuh sama suami, nggak boleh melawan, melawan atau menolak keinginan suami itu dosa. Mama tahu, mungkin ini terlalu cepat, tapi kamu juga harus ingat kalo suami kamu berhak mendapatkan haknya, dan kamu wajib melakukan kewajiban kamu.” Mama Dea mengusap bahu putrinya dan memeluk Dea.

“Tapi ma-“

Mama Dea melepaskan peluannya. “Udah, kamu mandi dulu, terus sholat. Bentar lagi yang make up in kamu dateng. Mama keluar dulu ya.”

Dea melangkah gontai memasuki kamar mandi. Tak butuh waktu lama baginya, dua puluh menit kemudian dia sudah duduk di depan cermin riasnya.

Tina, make up artist yang meruasnya sedang menyiapkan beberapa make up yang sesuai untuk kulit Dea.

“Mbak, kok wajahnya suntuk gitu sih?" Tanya Tina. Dea hanya tersenyum kecil sebagai balasan.
"Mbak harusnya seneng karena udah ketemu sama jodohnya mbak. Banyak loh mbak yang pengen cepet ketemu sama jodohnya tapi belum ketemu juga," Tina menatap Dea yang hanya diam menatap ke arah cermin. "Saya salah satunya." Lanjut Tina dan membuat Dea langsung menatap ke arah Tina yang sedang tersenyum ke arahnya.

"Mbak Tina kan cantik. Masak nggak ada yang mau sama mbak?"

"Mungkin jodoh mbak memang belum ketemu. Lagian nih ya mbak, mbak Dea beruntung banget. Calon suami mbak itu udah baik, mapan, ganteng pula. Saya yakin mas Nathan juga sangat beruntung bisa menikahi mbak."

"Jangan panggil saya mbak dong, mbak Tina."

"Terus dipanggil apa?"

"Dea aja."

"Enggak ah, mending mbak aja."

"Yaudah. Emang mbak Tina kenal sama Om Nathan?"

Tina malah tertawa setelah mendengar pertanyaan dari Dea.

"Mbak Dea ini lucu banget. Masak calon suami sendiri dipanggil om?"

"Mbak Tina kok ketawa sih? Mbak Tina tentu nggak lupakan kalo Om Nathan itu emang udah om-om?"

"Iyaa, tapi kan dia masih keliatan muda, kayak baru umur 27 tahun. Coba deh, dia berpenampilan kayak anak muda sekarang, pasti banyak yang antri buat jadi pacarnya. Tinggal pilih aja deh,"

"Awas aja kalo sampek dia berani!" Tina tersenyum karena melihat wajah kesal. "Oh ya mbak, gimana mbak Tina bisa kenal sama Om Nathan?"

"Ya kan dia minta mbak buat rias kamu. Dia juga minta mbak buat nyiapain gaun yang paling bagus. Katanya dia mau yang spesial orang orang yang sangat dicintainya. Percayalah mbak, mas Nathan cinta banget sama mbak. Jangan sampek disia-siakan ya mbak." Ucap Tina mengusap bahu Dea.

Married with Old ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang