- Well (2)

38.3K 2K 31
                                    

Happy reading yaaa 😁

"Dee," Sudah ketiga kalinya Nathan memanggil gadis itu tapi tetap bergeming. Nathan mendekati Dea yang kini sedang duduk melamun di dekat jendela kamar. Pandangannya menerawang jauh namun kosong.

"Apa yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Nathan sambil menyandarkan kepalanya di bahu Dea.
Dea terhenyak kemudian menggeleng sambil tersenyum hambar.

"Apa aku ada salah padamu?"

"Tidak, mas," Nathan menatap Dea lekat lalu mengangguk. Enggan bertanya lebih lanjut, ia takut gadis itu merasa tidak nyaman.

"Kita makan dulu yuk! Kamu belum makan dari tadi pulang kuliah."

Dea menyadari kesalahannya karena ia belum membuat menu makan malam mereka. Meskipun Nathan memiliki pembantu, tapi Dea sendiri yang memaksakan diri memasak untuk suaminya itu.
Karena mamanya pernah berkata kalau suami lebih menyukai masakan istrinya daripada masakan pembantu atau makanan restoran yang lebih enak sekalipun.

"Ya ampun! Maafkan aku mas, aku lupa belum masak." Dea benar-benar merasa bersalah karena kelalaiannya itu. Sedari tadi pulang kuliah ia langsung bersih-bersih dan duduk di depan jendela, lebih tepatnya melamun.

Nathan tersenyum sambil mengusap puncak kepala Dea, "Tidak apa-apa."

"Maafin aku mas, aku sendiri yang kekeuh minta bibi buat nggak masak tapi aku malah nggak tanggung jawab." Dea memelas bahkan hampir menangis.

"Sudahlah. Nggak papa-"

"Oke. Mas tunggu sebentar. Aku masak dulu." Dea hendak keluar kamar namun cepat ditahan oleh Nathan, sehingga tubuh Dea menubruk dada Nathan. Jarak mereka sangat dekat, bahkan Dea bisa merasakan hembusan nafas Nathan di wajahnya.

"Kamu siap-siap. Kita makan di luar," ucap Nathan pelan sebelum melumat bibir istri kecilnya itu.

***

"Ada apa dengan wajah dan bibirmu? Apa masih kurang yang tadi?" Tanya Nathan menggoda Dea. Pasalnya dari tadi gadis itu hanya diam dengan wajah tertekuk.

"Mas!" Mendengar godaan dari suaminya, membuat wajah Dea memerah seperti kepiting rebus.

"Apa? Ada apa?" Tanya Nathan dengan wajah tanpa dosa.

"Harusnya aku tadi masak aja di rumah, kalo tau mas akan ngajak aku makan di sini,"

"Loh? Memangnya kenapa? Kamu nggak suka tempatnya? Atau makanannya tidak enak?"

"Aku nggak mau ya, mas ajak aku makan di tempat kayak gini lagi." Jawab Dea menggebu.

"Sayang, apa yang salah dari tempat ini?" Nathan mengusap punggung tangan Dea dan ajaibnya Dea langsung menghembuskan nafas. Emosinya mereda.

"Ini restoran mahal mas," Ucap Dea pelan.

"Terus?" Nathan menaikkan sebelah alisnya bingung. Apa yang salah dari restoran ini? Bukankah makanan yang disajikan lezat dan higenis. Suasananya juga romantis. Bukankah setiap perempuan akan senang jika diajak ke restoran seperti ini?

Dea mengusap wajahnya lelah. "Ya aku nggak suka aja kamu buang-buang uang cuma buat makan kayak gini."

"Dee, dengar. Aku nggak buang-buang uang. Aku ajak kamu ke sini cuma buat kamu. Aku kerja juga buat kamu. Kamu istri aku. Aku bisa bawa kamu ke restoran manapun yang kamu mau bahkan yang lebih mahal dari ini pun aku sanggup. Kamu mau minta apapun aku bisa penuhi."

"Kok kamu nggak nyambung sih?! Aku nggak sematre itu ya mas."

Nathan tertawa, "Aku nggak bilang kalo kamu matre. Aku cuma bilang aku bisa penuhi apapun kebutuhan dan keinginan kamu."

"Hadehhh, terserah deh. Intinya aku cuma mau yang sederhana aja. Aku tau uang mas banyak, tapi daripada dihambur-hamburin mending kasih ke orang yang lebih membutuhkan." Ucap Dea sebelum menyuapkan makanan ke mulutnya dengan gaya yang sangat tidak santai.

Sebaliknya, Nathan justru menatap istrinya dengan tatapan takjub. Di saat banyak wanita yang mengincar hartanya, gadis di hadapannya itu justru marah hanya karena diajak makan di restoran mahal. Di saat banyak orang sibuk berpura-pura baik demi sebuah image palsu, tapi gadis itu justru tampil apa adanya. Dia sangat bersyukur dan beruntung memiliki gadis itu.

Cukup lama keduanya sibuk dengan makanan di depannya hingga sebuah suara memecah keheningan.

"Dea?"

Sontak Nathan dan Dea menoleh ke sumber suara yang ternyata seorang laki-laki dengan pakaian casual sedang berdiri tidak jauh dari meja mereka.
"Kak Rafyan,"

Rafyan mendekati meja Dea dan menyapa Nathan.
"Kalian udah lama?" Tanya Rafyan sedikit berbasa-basi.

"Lumayan." Jawab Nathan. "Kamu sendiri?"

"Saya baru sampai om, kebetulan lagi nunggu teman saya."

Nathan mengangguk paham.

"Kalau begitu saya duluan om. De, gue duluan ya." Dea mengangguk canggung. Nathan menangkap perubahan ekspresi Dea saat sebelum dan setelah bertemu Rafyan. Nathan yakin ada sesuatu yang terjadi di antara keduanya. Dan lebih baik ia bersabar hingga gadis itu yang menceritakan sendiri.

Di sisi lain, Rafyan kembali teringat percakapannya dengan Dania sesaat setelah Dea dijemput oleh Nathan siang tadi.

Flashback on

"Ternyata keren banget. Beruntung banget tuh Dea." Gumam Dania yang masih bisa di dengar Rafyan.

"Maksud lo?"

"Ha?!" Dania lupa kalau di sana masih ada orang selain dirinya.

"Itu tadi siapanya Dea? Kayaknya deket banget."
"I-itu tadi... orang kepercayaan papanya Dea buat jagain Dea." Jawab Dania asal.

"Bodyguard maksud lo?" Dania melongo mendengar kata 'bodyguard' keluar dari mulut Rafyan.

"Ya, bukanlah. Orang kepercayaan aja pokoknya."
"Kok keliatannya mereka deket banget?" Tanya Rafyan seolah meragukan jawaban Dania.

"Em kan, Om Nathan jagain Dea dari Dea masih kecil jadi wajar kalo mereka deket."

"Ohh."

Flashback off

Ia masih memikirkan hubungan antara Dea dan Nathan. Bagaimana bisa 'orang kepercayaan' bisa begitu dekat? Ia juga masih ingat saat Nathan mengecup pipi Dea siang tadi dan sekarang ia melihat dua orang itu sedang dinner berdua di restoran romantis. Jangan lupakan tatapan lekat, senyum manis dan tangan Nathan yang kini menggenggam tangan Dea. Ia tahu betul arti tatapan itu. Semua orang juga bisa melihat arti tatapan itu. Tatapan memuja seorang pria kepada gadis yang dicintainya.








Kuy kuy kuyyyy
Jangan lupa vomment 🖒🖒🖒




Married with Old ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang