Part 7 - Dia

47.4K 2.1K 21
                                    

Dea sedang mengemasi pakaian miliknya juga milik Nathan ke dalam koper. Setelah membahasnya sore tadi bersama kedua orang tuanya, Dea akhirnya terpaksa mau pindah ke rumah Nathan. Yaa... meski diwarnai drama karena Dea sempat menangis dan merengek agar tetap tinggal di rumahnya. Namun keputusan sudah disepakati dan bubur tidak bisa menjadi nasi kembali.

Dea sendiri bingung, kenapa orang tuanya sangat mempercayai Nathan? Dan tinggal berdua dengan pria dewasa di bawah satu atap? Dea benar-benar takut. Meskipun pria itu adalah suaminya sendiri. Rumah itu juga sangat besar, pasti dia akan merasa kesepian saat Nathan pergi bekerja. Poor Dea.

"Ada apa dengan wajah dan bibirmu?" Tanya Nathan yang tiba-tiba duduk di ranjang tepat di samping tumpukan baju di hadapan Dea.

"Nggak papa." Jawab Dea singkat dengan wajah tetap ditekuk juga bibir cemberut.

Nathan mengerti keadaan istri kecilnya yang belum bisa menerima keputusan mereka. Tapi bukankah lebih baik membina rumah tangga sendiri. Hal itu tentu akan membuat mereka lebih mandiri.

"Apa yang kamu takutkan?" Tanya Nathan menarik tangan Dea hingga dirinya duduk di pangkuan Nathan. Alih-alih menjawab pertanyaan Nathan, Dea justru sibuk mengontrol jantungnya yang tiba-tiba berdegub tidak karuan. Dea memalingkan wajahnya karena dirinya sangat malu dengan posisinya yang sangat dekat dengan Nathan.

"Dee," Nathan mengusap rambut istrinya pelan. "Ada apa?"

"Mas, lepaskan aku." Dea berusaha melepaskan dirinya dari kungkungan pria di hadapannya ini.

"Tidak, sebelum kamu cerita. Tell me what do you think about? Hmm?"

Perlahan Dea menatap wajah suaminya itu. "Rumah mas sangat besar, aku pasti akan kesepian saat mas kerja."

Nathan menghela nafas pendek, "Kamu tidak akan sendiri, di rumah ada pembantu. Kamu juga bisa mengajak temanmu untuk main ke rumah."

"Benarkah aku boleh mengajak temanku?" Wajah Dea berubah ceria.

Nathan berpikir sejenak, ia melupakan satu hal. "Tentu, tapi tidak untuk laki-laki."

"Huft... padahal aku berencana mengajak Kevin ke rumah." Ucap Dea pelan.

"Apa?!" Rahangnya sudah mengeras juga tatapan matanya berkilat emosi. Dea yang tadinya ingin mengerjai Nathan, kini dirinya takut sendiri.

"Aku hanya becanda. " cicit Dea pelan.

Tatapan Nathan melunak kemudian menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Dea. "Jika kamu benar-benar melakukan itu, bersiaplah untuk hukumanmu sayang." Bisik Nathan membuat leher Dea meremang.

***

Seperti kemarin, pagi ini Nathan mengantar Dea sampai depan kampusnya.

"Mas langsung ke kantor?" Tanya Dea sambil melepaskan seatbelt dari tubuhnya.

"Mas mau taruh koper dulu di rumah, baru ke kantor."

Dea mengangguk. "Nanti aku jemput ya?" Nathan mengusap rambut Dea.

"Aku nanti bisa naik taksi atau ojek online aja."

"No. Nanti aku jemput."

"Ya udah." Dea mencium punggung tangan Nathan kemudian keluar dari mobil. Namun, belum sempat kakinya keluar dari mobil, lengan Dea sudah ditarik Nathan. Sepersekuan detik, bibir Nathan sudah mendarat di bibir Dea. Hanya sesaat namun cukup membuat Dea membeku di tempat.

Nathan tersenyum melihat wajah innocent Dea kemudian mengusap pipi Dea yang bersemu merah. Seolah tersadar, Dea mengerjab dan menatap Nathan sesaat sebelum menutup wajahnya dengan kedua tangan. Setelahnya Dea langsung keluar mobil dengan tergesa-gesa tanpa menoleh ke arah Nathan yang sudah dipastikan sedang menertawainya. Benar-benar menyebalkan!

"Lo sakit De?" Tanya Dania saat berpapasan dengan Dea di koridor.

"Kata siapa?" Tanya Dea bingung.

"Itu wajah lo merah banget." Damn! Dea benar-benar tersindir. Lagi-lagi Dea hanya bisa menutup wajahnya dengan kedua tangan kemudian berlari meninggalkan Dania.

"Lah? Dia kenapa? Kok gue ditinggal?" Dania menatap punggung Dea yang semakin jauh dengan tatapan heran.

Sedangkan Dea tetap berlari menyusuri koridor menuju ruang kelasnya. Karena ia berjalan tergesa-gesa, tanpa sadar Dea sudah menabrak seseorang. Andai saja orang itu tidak meraih bahu Dea, sudah dipastikan tubuhnya akan mencium lantai.

"Kevin!" Dea melepaskan dirinya tangkupan tangan Kevin.

"Kenapa lari-lari?"

"Ha? Gu-gue nggak papa kok. Gue pergi dulu," Belum sempat Dea melangkah, tangannya sudah ditahan oleh Kevin.

"Lo sakit De?" Tanya Kevin setelah melepaskan tangan Dea.

"Gue nggak papa. Byee!"

"Aneh," gumam Kevin sambil mengedikkan bahu.

Lagi-lagi Dea berlari. Sebisa mungkin ia menghindari orang-orang yang mengenalnya. Semua ini salah Nathan yang tiba-tiba menciumnya. Ahh, mengingatnya saja sudah membuat wajahnya semakin memerah.

***

"Perhatian!!! Semua maba (baca: mahasiswa baru) diharapkan segera berkumpul dengan kelompok masing-masing!"

Saat ini Dea sedang berada di aula bersama dengan ribuan mahasiswa baru lainnya. Dania yang berada di ssampingnya, sedari tadi tidak bisa diam karena terus menengok ke segala arah guna mencari cowok ganteng untuk didekatinya.

"Dan lo bisa diem nggak?!" Ucap Dea karena kesal dengan tingkah sahabatnya ini yang bisa dibilang cukup memalukan.

"Apa sih De? Lo nggak liat itu ada cogan? Lagian tumben lo diem aja, biasanya kan lo udah gercep," ejek Dania tak mau kalah.

"Apa sih?! Gue kan udah punya su-" ucapan Dea terhenti ketika sadar ia keceplosan.

"Ciyeee.... iya deh yang udah jadi nyonya." Goda Dania hingga beberapa orang memperhatikan ke arah mereka berdua. Dea hanya bisa tertunduk malu. Sahabatnya itu benar-benar memalukan!

"Apa sih? Udah ayo kita cari kelompoknya." Dea menarik tangan Dania hingga Dania berjalan berseok-seok. Mereka berjalan ke arah segerombolan mahasiswa lain yang membawa tulisan nama kelompok mereka.
"Emang lo tau kelompok kita dimana?"

Langkah Dea tiba-tiba terhenti hingga Dania yang berjalan di belakangnya menabrak punggung gadis itu. Alih-alih menjawab pertanyaan Dania, Dea justru fokus pada satu objek di depannya. Lebih tepatnya seseorang yang berdiri tak jauh di depannya. Seseorang yang sama-sama membekunya karena kehadiran Dea.

"Lo kenap-" ucapan Dania terpotong ketika dia pandangannya juga mengarah ke orang itu.

"Kak Rafyan?!" Mendengar Dania yang menyebut nama itu membuat air mata dipelupuk mata Dea mengalir. Nama yang telah lama tak didengarnya, juga sang pemilik nama yang telah dianggapnya 'hilang' kini berdiri di depannya. Pemilik hatinya, dulu.













Haii haiiiii
Dea dan Nathan come back nih😁
Ada yg masih nungguin?
Makasih buat yang udah nunggu cerita ini up🙏🙏
Oh iya, aku mau ngucapin makasih banyak yg udah vote dan baca cerita ini ❤❤❤
Nggak nyangka cerita ini bisa tembus 1k😢😢
Semoga makin banyak yang baca dan suka cerita ini
Jangan lupa vomment 🖒🖒🖒


Married with Old ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang