Part 40 - Damai?

19.5K 1.3K 327
                                    

Happy Reading ❤️

Merasakan seseorang memeluknya secara tiba-tiba ditambah suara seseorang yang selama ini ia kenal membuatnya menegang. Dea berontak hendak melepaskan tangan kekar yang memeluknya tetapi gagal karena tenaganya tidak sebanding.

"Please don't leave me again. Tolong seperti ini sebentar." Ucap Nathan semakin mengeratkan pelukannya.

"Mas lepas, malu dilihat orang,"

"Orang tidak tau seberapa lama mas menahan rindu. Diam dan nikmati, sayang. I know you miss me too."

Kali ini, Dea ingin menuruti hatinya. Meskipun logikanya meraung, menolak semua ini, hatinya berkata untuk sebentar saja melepas rindu, melepas rasa sakit yang selama ini ditanggung.
Nathan mengecup leher Dea lama. Menghirup aroma vanilla yang selalu menjadi candu baginya.

"Setelah ini tolong jangan lari lagi, please. Tanyakan apapun yang ingin kamu tau, luapkan marahmu, luapkan sakitmu, berikan semua pada mas. Mas siap. Tapi tolong, jangan lari. It's been three years, Dee. You don't know how much I miss you."

"And you don't know how much you hurt me." Balas Dea kemudian melepas rengkuhan Nathan secara paksa.

Dea membalikkan badannya. Untuk pertama kalinya setelah tiga tahun berlalu semenjak pertemuan sekaligus perpisahan mereka dulu.
Mereka saling menatap satu sama lain. Dengan pandangan penuh rindu dan penuh cinta.

Dea menatap Nathan. Pria yang dibencinya tapi juga sangat ia rindukan. Pria itu terlihat semakin matang meskipun tidak menutup fakta bahwa wajah pria itu terlihat sangat lelah dan tidak fresh. Bulu halus tumbuh disekitar rahang, kantung mata terlihat menghitam, tapi tetap tampan seperti dulu. Apakah pria itu sama tersiksanya seperti dirinya?

Nathan menatap Dea. Perempuan yang selalu ia rindukan setiap saat, setiap detik. Perempuan yang membuatnya nyaris gila. Perempuan yang selalu mengisi mimpi tidurnya tiga tahun ini. Perempuan itu kini berdiri di hadapannya. Perempuan itu terlihat semakin dewasa, semakin cantik juga. Meskipun begitu, Nathan tetap bisa melihat kantung mata dan bengkak di kedua mata Dea. Apakah perempuan itu sering menangis? Apakah perempuan itu menangisi dirinya?

Keduanya sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing.

Nathan maju selangkah kemudian kembali merengkuh Dea.

"Maafkan aku. Maafkan aku. Maafkan aku, sayang. Maaf. Maaf." Nathan terus menggumamkan kata maaf bahkan sampai air matanya mengalir. Begitupun Dea, dia hanya terdiam tetapi air matanya mengalir deras. Ia membalas pelukan Nathan erat.

***

Nathan dan Dea kembali ke rumah Oma setelah hari mulai menggelap. Keduanya belum resmi berbaikan tetapi Nathan berjanji akan menjelaskan semua kesalahpahaman diantara mereka. Begitupun Dea yang bersedia untuk mendengar semua penjelasan Nathan tanpa kabur-kaburan lagi.

Begitu keduanya sampai di depan teras, mereka sudah disambut oleh dua pengawal Dea alias Saga dan Skyla yang menanti mama mereka karena tak kunjung pulang. Saga terlihat bersiap di depan pintu, sedangkan Skyla berada di dekat pintu.

Melihat sang mama berpegangan tangan, lebih tepatnya Nathan yang menggenggam tangan Dea, Saga langsung mendekati keduanya dan memukul tangan Nathan.

"Jangan pegang Mama Saga! Om yang culik Mama, ya?!!" Tanya bocah itu tidak santai. Ia memberikan tatapan permusuhan kepada Nathan. Sedangkan Nathan, terenyuh melihat anaknya sudah besar bahkan dengan sigap melindungi Mamanya.

"Sayang, nggak boleh begitu sama tamu. Minta maaf dulu sama Om Nathan."

"Om?!" Sanggah Nathan tidak terima dipanggil 'Om' bukankah seharusnya ia dipanggil 'Papa'.

Married with Old ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang