Part 6 - Masalah Pertama

52.4K 2.5K 30
                                    

Dea sedang duduk di halte depan kampusnya sambil memperhatikan kendaraan yang lalu lalang di jalanan. Ia sedang menunggu Nathan yang katanya akan menjemput dirinya. Namun, tepat di menit ke lima belas ini Nathan belum juga menunjukkan tanda-tanda kehadirannya. Bosan mulai menghinggapi Dea, meskipun sejak tadi dirinya sudah menyibukkan diri membaca salah satu cerita di dunia orange, wattpad.

Dea mendongak ketika mendengar suara motor berhenti di depannya. Seorang cowok dengan setelan mirip dengannya, atasan putih bawahan hitam tampak duduk di atas jok motornya sambil tersenyum memeperlihatkan lesung pipi miliknya. Satu kata yang menggambarkan rupa cowok itu, tampan.

"Haii, De. Lo ngapain di situ?" Tanya cowok itu.

"Hai, Vin. Lagi nunggu jemputan." Jawab Dea dan membalas senyuman itu. Cowok itu adalah teman baru Dea yang dikenalnya beberapa jam yang lalu saat kegiatan ospek. Pembawaannya yang supel dan ramah dengan siapapun membuat Kevin Artadijaya, begitu nama cowok itu, mudah berteman akrab dengan siapapun termasuk Dea.

"Mau gue anter?" Tawar Kevin sambil melepas helm kemudian turun dari motornya.

"Enggak usah, makasih. Udah di jalan kok." Kevin terlihat menaikkan sebelah alisnya, kemudian mengangguk tanda mengerti.

"Yaudah, gue temenin aja sampai jemputan lo dateng."

"Eh." Dea terkejut pasalnya cowok itu sudah duduk tepat di sebelahnya, yaa meskipun berjarak satu jengkal. "Nggak usah Vin. Gue nggak papa kok."
"Nggak papa. Santai aja." Ucap Kevin sambil menepuk bahu Dea.

"Dea!!"

Seruan itu membuat Dea dan Kevin menoleh ke sumber suara. Pria berpostur tubuh tinggi tegap dengan setelan kemeja digulung sampai siku dan celana bahan sedang berdiri di samping mobil itu menatap Dea dan Kevin dengan pandangan tidak bersahabat. Tak ada senyuman yang biasanya membingkai wajah pria itu. Yang ada hanyalah tatapan menelisik disertai kilatan emosi di kedua matanya.

Dea dan Kevin berdiri seiring dengan langkah lebar pria itu.

"Pulang." Ucap Nathan dingin ketika sudah tepat di depan mereka.

"Iyaa." Ucap Dea pelan. Aura pria itu membuat nyalinya menciut.

"De, om ini pasti papa kamu ya? Wah, terlihat masih muda. Perkenalkan om, saya Kevin Artadijaya teman Dea."

"Oh bukan, ini Mas Nathan dia... kakak gue. Dan mas, ini Kevin temen aku."

Kevin tampak terkejut. "Oh maaf kak, saya kira kakak papanya. Salam kenal kak." Kevin mengulurkan tangannya pada Nathan. Nathan yang terlihat enggan menjabat tangan Kevin itu terpaksa meraih tangan Kevin karena Dea sudah mengancamnya lewat tatapan mata.

"Dee."

"Ah iya, yaudah Vin, gue duluan ya. Makasih udah nemenin."

"Iyaa. Hati-hati di jalan."

***

Saat ini Dea dan Nathan sedang makan di salah satu restoran. Ralat, bukan Dea dan Nathan, melainkan hanya Nathan. Karena sedari tadi Dea hanya memandangi makanan di depannya tanpa keinginan untuk menyantapnya. Kadang ia memandangi Nathan yang sibuk dengan makanannya. Bukan karena apa, masalahnya sejak tadi di mobil sampai sekarang, Nathan seperti mendiamkannya dan tentu hal ini membuat Dea merasa bingung dan sedikit... cemas. Padahal ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun.

Dea ingat sesuatu. Sesuatu yang mungkin membuat Nathan mendiamkannya. Terakhir kali, Dea yang mendiamkan Nathan. Apakah pria itu sedang melakukan aksi balas dendam? Atau Nathan memang merasa jengah dengan sikap kekanak-kanakannya? Apa Nathan tidak mencintainya? Tidak, Nathan mencintainya dan ia percaya itu. Tapi, apakah Nathan sudah tidak mencintainya? Tidak, hal itu tidak boleh terjadi karena ia sudah bertekad untuk mencintai pria itu. Bagaimana jika nanti menceraikan dirinya? Tidak. Tidak. Tidak. Ia tidak siap dan tentu saja ia tidak mau. Ia tidak boleh berpikir sejauh itu. Dan ia juga tidak mau menjadi janda dalam waktu dua puluh empat jam. Terdengar sangat konyol.

Married with Old ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang