Happy Reading ❤️
"Kak, boleh aku minta tolong."
"Tentu. Kamu mau apa? Hemm?" Tanya Rafyan.
"Tolong bawa aku dan anak-anakku pergi jauh."
"Ma-maksud kamu?"
Terlihat Dea menghembuskan nafas pelan kemudian menatap Rafyan.
"Aku tau seharusnya aku nggak melibatkan kakak dalam masalahku. Tapi please, bantu aku kali ini aja."
"Aku memang nggak tau masalah kamu atau mungkin masalah rumah tangga kamu. Tapi ada baiknya kamu memikirkan semua matang-matang Dea. Kamu memang masih muda, tapi kamu juga harus ingat, kamu sudah punya bayi." Kalimat Rafyan terjeda untuk melihat bagaimana reaksi perempuan itu.
"Akan sangat tidak adil bagi suami kamu jika kamu menjauhkan anak-anak kalian dari mereka. Biar bagaimana pun mereka membutuhkan ayah mereka."
"Terus apa ini semua adil untukku?" Tanya Dea mendongakkan kepalanya. Matanya sudah berkaca-kaca. Rafyan menjadi serba salah menghadapi Dea.
"Maaf jika ucapanku menyinggung perasaanmu. Aku tidak bermaksud-"
"Apa ini adil untukku?" Tanya Dea dengan berderai air mata. "Jika aku bisa memilih, aku memilih untuk menghindari semua ini. Aku memilih untuk hidup bebas seperti teman-temanku. Bersenang-senang, menikmati masa muda, sedangkan aku? Aku harus menjalani semua ini dan terluka seperti ini." Ucap Dea dengan suara serak dan wajah sembab.
Rafyan masih setia duduk di samping brankar Dea sambil mendengarkan keluhan hati Dea.
"Andai aku bisa, aku memilih untuk menghindari semua kalau akhirnya begini. Aku memilih untuk tidak pernah mencintai pria itu. Bagaimana bisa dia mengkhianatiku seperti ini?"
Rafyan langsung menarik Dea ke dalam pelukannya. "Menangislah. Luapkan semua sakit hatimu," ucap Rafyan membiarkan Dea membasahi kemeja flannel-nya.
Beberapa saat kemudian setelah di rasa Dea mulai tenang. Rafyan melepaskan pelukan Dea dan memberikan gadis itu air minum.
"Dengar, aku akan selalu ada untukmu. Kapanpun kamu butuh, aku akan selalu di sampingmu. Tapi dengan syarat, kamu harus tersenyum dan jangan menangis lagi."
Dea menatap laki-laki itu. Kini perasaan bersalah menyeruak dalam hatinya. Ia merasa sangat jahat setelah apa yang dilakukan pada Rafyan dulu, kini justru laki-laki itu yang menolongnya.
***
Satu minggu semenjak kepergian Dea, Nathan masih sama. Masih mencari gadis itu dan menyuruh orang suruhannya untuk mencari Dea. Namun semua belum membuahkan hasil. Gadis itu tetap tidak diketahui keberadaannya.
"Woyy!" Nathan tersentak dari lamunannya ketika seseorang tiba-tiba memasuki ruangannya dengan cara yang sangat tidak sopan.
"Yaelah Nath, udah kayak abege labil aja lo, ngelamun, ngelamun, lama-lama kesambet juga lo."
"Ck, berisik!"
"Mending lo ngaca deh. Biar lo bisa lihat keadaan lo sekarang. Mengenaskan."
Memang benar ucapan Reihan. Nathan memang terlihat berantakan. Rambut tidak rapi seperti biasanya, kantung mata menghitam di bawah matanya, juga wajahnya terlihat tidak fresh.
Nathan hanya mendengus kasar. Rasanya ingin sekali menghajar Reihan yang bukannya membantu tetapi malah semakin membuatnya hilang kesabaran.
Merasa sahabatnya sedang tidak dalam kondisi 'baik'. Reihan berjalan mendekati Nathan dan duduk di hadapan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Old Man
DragosteDeandra Karenina, gadis 18 tahun yang baru lulus SMA dua bulan yang lalu itu benar-benar terkejut ketika Sang Ibu mengatakan ia akan menikah. Dea, begitu gadis itu biasa dipanggil, bahkan tidak kenal siapakah orang yang akan menikah dengannya. Dan l...