Ichsan mengakhiri ceritanya.
"Ada dua hal yang perlu kutanyakan," kata Rasid. "Pertama..."
"Pertama, bisakah kau perlihatkan foto mikrolet yang kau tumpangi semalam? Kedua, apa kau ingat lambang lingkaran pada botol obat ungu?" tanya Rasid.
Sementara Ichsan mencari foto di hp nya, Rasid menangkap perubahan ekspresi Ichsan menjadi cemas.
Pasti ada masalah, pikir Rasid.
Ichsan tidak mengungkapkan apa masalahnya.
"Ini fotonya," katanya.
"Menarik," komentar Rasid. "Mikrolet trayek M16 jurusan Terminal Kampung Rambutan, bukankah itu aneh? Seharusnya trayek M adalah jurusan Pasar Minggu. Selain itu, plat nomornya warna hitam, B9661AN,"
*Pasar Minggu terletak di selatan ibu kota.
"Seharusnya angkutan kota bukan milik pribadi," timpal Ichsan.
"Cukup, sekarang lambang lingkaran pada botol obat ungu," kata Rasid.
Jawab Ichsan, "Lingkaran merah, kurasa. Tapi bukan huruf K yang berarti obat keras. Ada dua huruf yang sama. Aku tidak ingat huruf apa, tapi aku sempat melihatnya di suatu tempat selama perjalanan,"
Rasid berpikir. "Lingkaran. Merah. Dua huruf yang sama, bukan K."
Ruang tengah hening agak lama sampai Rasid buka mulut.
"Primajasa," kata Rasid. "Logo Primajasa berbentuk lingkaran dengan dua huruf P warna merah,"
"Kurasa iya," timpal Ichsan. "Tapi, apa hubungannya dengan obat ungu?"
"Dua petunjuk itu tentu saja kurang. Aku mencari detail terlewatkan dari cerita kau," ujar Rasid.
Sekali lagi hening agak lama.
"Lokasi keluar dari ruang interogasi, mikrolet M16, bos, peran, nama Akad Ichsan," Rasid mengurutkan detail cerita Ichsan yang luput dari perhatian.
"Setelah keluar, kau berada di jalan tanpa trayek angkutan kota. Jadi mikrolet M16 itu disuruh orang untuk menjemputmu di sana. Dia yang dimaksud bos oleh Rhanto dan mengatur peran rekayasa pembunuhan di mikrolet."
"Orang yang kusangka bos adalah pak kapolsek dan kepala sekolah. Pak kapolsek tahu kau tertangkap Serikat Jaringan, kepala sekolah tahu kau menuju Terminal Kampung Rambutan,"
"Tapi kau tidak bisa menuduh mereka tanpa bukti nyata," alasan Ichsan. "Sekarang jelaskan hubungannya dengan nama Akad Ichsan,"
"Jika aku perhatikan, dalam cerita tidak disebut nama Akad Ichsan sama sekali. Artinya kau belum tahu nama itu, kau tahu nama Akad Ichsan dari dokumen dalam map yang kaubaca di bis. Kau tidak cerita tentang yang satu itu kan, Ichsan?" tanya Rasid.
"Ya," Ichsan mengaku. "Kukira dari mana aku tahu nama Akad Ichsan tidak perlu kusebutkan, ternyata kau tidak melewatkan detail itu,"
"Sekarang jelas kan, kau butuh bantuan untuk merebut obat ungu dari Serikat Jaringan," Rasid menarik kesimpulan. "Mumpung hari ini, rabu 15 februari 2017 sedang libur pilkada serentak, bakda subuh kita berangkat ke ibu kota. Amati perkembangan berita di pos ronda,"
"Pengumuman, di dalam map ada uang Rp 970.000 (Rp 1.000.000-ongkos bis 20.000-ongkos ojek 10.000). Aku bawa baju biasa supaya tidak mencolok," Ichsan membongkar isi tas ranselnya. Selain map dan baju, dalam tas itu ada botol air mineral kosong, charger hp, buku tulis, dan alat tulis. "Sekalian minta air minum dan numpang isi batere hp,"
"Oke, kita sudah siap. Tutup wajahmu dengan saputangan," Rasid tidak punya saputangan, untungnya Ichsan punya dua. "Aku sudah menyiapkan rencana perjalanan di dalam kepala,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Detektif Ichsan.
General FictionSeorang detektif terkenal, Serikat Jaringan lawannya. Kehilangan identitas asli, ibu kota perantauannya. Temukan kuasa portal, Tangerang kota pelariannya. Tempat untuk berpulang, Bandung kota kelahirannya. Kasus akan selesai, terungkap apa kebenaran...