"Eh, nyasar pak," Ichsan menjawab, jujur.
"Apa yang kau lakukan selama ini?" tanya Pak Aris.
"Mengakhiri perang dingin dunia preman,"
Sepertinya jawaban Ichsan mengejutkan perempuan di belakang Pak Aris.
Beberapa detik hening.
"Pak Aris, ini siapa?" Ichsan menunjuk perempuan yang berdiri di belakang guru beladiri silat itu.
Ichsan perhatikan, usianya sekitar 25 tahun.
"Ah, iya," Pak Aris baru ingat. "Perkenalkan, ini Ayu. Ayu Margahayu,"
Tidak salah lagi, pikir Detektif Ichsan. Kebersihan dua.
'Yu, ada masalah apa dengan perang dingin dunia preman?" tanya Ichsan.
Pak Aris hanya mendengarkan.
Kebalikan orang pada umumnya, Ayu mengamati Ichsan dari atas ke bawah. "Tampangmu jelas-jelas detektif, jadi tebaklah sendiri apa masalahnya,"
"Matamu berbicara," Ichsan tidak ragu. "Kau mengkhawatirkan seseorang yang terlibat perang dingin,"
Beberapa detik hening lagi.
Ayu enggan berucap sepatah katapun, tapi Ichsan bisa menangkap maksudnya.
Ada yang salah dalam deduksinya.
Getar khawatir di mata Ayu bisa lebih kentara daripada sekarang jika ia hanya merisaukan seseorang.
"Dua orang berarti," koreksi Ichsan.
"Itu betul," kata Ayu. "Tapi apa hanya itu?"
Ichsan mengamati ekspresi wajah Ayu dengan teliti. Seharian ini Ichsan harus mengerahkan kemampuannya lebih dari hari biasanya.
Ada keraguan tersirat dalam ekspresi itu.
"Yu," Ichsan memanggil lawan bicaranya tanda ia serius. "Kau ragu-ragu antara ingin menyingkir atau terlibat dengan perang dingin, kan?"
Ayu mengangguk sekali.
"Dan ada yang kau takutkan dari perang dingin itu," lanjut Ichsan. "Ada dua opsi yang mungkin, akhir buruk atau akhir baik. Tapi apapun itu, sepertinya kau tidak ingin mengetahuinya,"
Untuk melanjutkan deduksinya, Ichsan butuh kapak es.
"Yu, seandainya kau tahu, akulah dalang di balik akhir perang dingin itu,"
Rahang yang terkatup rapat. Apa artinya?
"Orang yang kau khawatirkan keduanya berada di pihak berseberangan," lanjut Ichsan. "Itulah sebabnya kau tidak bisa memutuskan, Yu,"
Lisan perempuan bernama Ayu ini makin rapat terkunci.
Ichsan mulai mengerti. Petunjuknya, selama perang dingin nama Ayu tidak pernah disebutkan kecuali dalam kepengurusan kelas.
"Kenyataannya kau menyingkir, Yu," kata Ichsan. "Adakah seseorang di antara mereka yang jika kau bernyali akan kau genggam tangannya tanpa ragu?"
Maka terbukalah kunci lisan itu.
"Ya,"
Cepat sekali otak Detektif Ichsan mengolah dua huruf itu.
"Dia," jeda Ichsan. "Adalah saudaramu,"
Ayu tidak ada celah untuk mengelak. "Kakak tepatnya,"
Ichsan memasang siasat pancingan. "Kakakmu itu orang hebat, bukan?"
Ayu manggut-manggut.
Pancingan mengena.
"Kalau memang demikian kenapa kakakmu sampai bergabung dengan dunia preman, mengadu nasib di perang dingin?" Ichsan memasang umpan kedua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Detektif Ichsan.
General FictionSeorang detektif terkenal, Serikat Jaringan lawannya. Kehilangan identitas asli, ibu kota perantauannya. Temukan kuasa portal, Tangerang kota pelariannya. Tempat untuk berpulang, Bandung kota kelahirannya. Kasus akan selesai, terungkap apa kebenaran...