6.18 Keluarga Komaru dan Sekitarnya.

37 3 0
                                    

Sebuah tangan teracung mengisyaratkan angka nol. Tanpa melihat pun Ichsan sudah tahu siapa dia.

Rei Komaru.

Ichsan membuka kunci pintu.

Ceklek!

"Buka saja, buruan naik!" sahut Ichsan.

"Kan enak kalau begini, tidak perlu keluar ongkos," kata Rei.

"Iya sih, kira solar murah?" sindir Ichsan. "Oya, kau mau pergi ke mana, Rei?"

"Cibiru, menemui seseorang," jawab Rei.

"Siapa? Raiha?" tebak Ichsan jitu.

"Kalau bisa turunkan aku dekat sentra oleh-oleh," pesan Rei.

Pas betul, ya?

Colt disel bergeser satu-dua jengkal mengikuti arus lalu lintas yang padat merayap. Lepas gas, tahan rem, tahan kopling. Melelahkan.

"Aku juga mau ke sentra oleh-oleh," kata Ichsan. "Ngantar barang,"

"Kau tahu sendiri kan, kurang bagus kesannya kalau datang dari jauh bertamu ke rumah orang tapi tidak bawa oleh-oleh," jelas Rei.

"Raiha, ya?" Ichsan mengingat-ingat posisi nama itu dalam kepengurusan kelas.

"Olahraga satu," Rei duluan jawab.

"Rei, kenal Pak Aris?" entah apa yang tengah dipikirkan Detekrif Ichsan sampai dia bertanya tentang hal itu.

"Kau nanya begitu karena tahu beliau guru beladiri silat, bukan?" Rei membaca motif pertanyaan Ichsan. "Benar sih, dulu Pak Aris guru olahraga. Entah apa alasannya beliau berhenti mengajar, beberapa orang menyusun teori bahwa pilihan Pak Aris itu dilatarbelakangi hilangnya Rian kakakku,"

"Maksud?" Ichsan belum faham.

"Mereka beranggapan kalau Pak Aris tahu musabab hilangnya Rian dan guru olahraga itu berupaya merahasiakannya," jelas Rei. "Aneh, bukan?"

"Ya," Ichsan setuju. "Tapi bukankah saksi kunci peristiwa itu adalah Ran?"

"Kurasa ada informasi yang bocor soal pusaran udara itu," pendapat Rei. "Bukan tidak mungkin Pak Aris tahu tentang itu,"

"Kalau begitu, siapa yang membocorkan?" sanggah Ichsan. "Ada bukti?"

Rei mati kata.

"Kalau aku tidak tahu mungkin bukti itu ada padamu, detektif," sekali ini Rei minta petunjuk. "Sepertinya kau pernah ketemu Pak Aris sebelumnya. Apa beliau bilang sesuatu padamu?"

Agak lama Ichsan memilah informasi yang perlu dikatakan.

"Kita murid seperguruan," kata Ichsan. "Raiha juga. Ketika aku berguru pada Pak Aris, beliau berpesan,"

Mulai sekarang, ke manapun kau pergi, hanya langit Bandung yang bisa menaungi.

"Itu aneh, Rei," komentar Ichsan.

"Sejauh ingatanku Pak Aris tidak pernah berpesan seperti itu," Rei mengaku.

"Bukan hanya itu, Rei," tambah Ichsan. "Nyatanya kemarin-kemarin aku bepergian ke luar Bandung tanpa ada hambatan. Ke Cimahi, Buahbatu, Purwakarta,"

"Ichsan," panggil Rei. "Pernahkah kau mengerjakan suatu hal besar?"

"Kalaupun pernah, aku mengakhiri perang dingin dunia preman," kata Ichsan.

"Bukan perang besar?" Rei ketinggalan berita seputar dunia preman. "Pentingkah?"

Perang besar dah lama habis woy! Sejak dua kubu terbentuk, bersamaan awal perang dingin!

Seri Detektif Ichsan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang