6.9 Seorang Penjaga Loket.

40 3 0
                                    

5.30 sore.

Stasiun Kiaracondong.

Ichsan mengawasi aliran penumpang. Tidak ada hal yang mencurigakan karena Ichsan sudah mengatur pergerakan preman baru agar jangan memasuki wilayah taman dan stasiun. Ichsan hanya sebentar memantau Stasiun Kiaracondong. Setengah kotak bolu tepos tandas, Ichsan masih lapar.

"Dahulukan misi," Ichsan menghitung uang sakunya, masih cukup untuk beli tiket Kiaracondong - Stasiun Bandung pulang pergi. "Ini uang pas mba,"

Cermat sekali penjaga loket itu mengenali gerak-gerik Ichsan yang tergesa-gesa.

"Mas, nanti temui saya di belakang loket," perempuan itu mengisyaratkan asistennya agar gantian menjaga loket.

Beberapa detik lewat, Ichsan baru sadar.

Di papan nama perempuan itu tertera,

Reiko Komaru.

Kesehatan satu.

"Ada masalah?" tanya Ichsan.

"Petang menjelang begini, tidak biasanya orang pesan tiket pulang-pergi jarak dekat," kata Reiko. "Kau detektif, kan?"

Ichsan tidak bisa bohong, itu faktanya. Lagi-lagi, detektif SMA itu harus berhadapan dengan orang serba tahu.

"Kereta tiba sebentar lagi," Ichsan melihat jam di hp nya. "Waktu saya tidak banyak,"

Improvisasi adegan yang kacau, tambah jelas saja sikap terburu-burunya. Reiko tidak beranjak dari hadapannya, sapuan matanya teliti, tajam, menyeluruh.

"Kasus apa yang kau selidiki sehingga harus ke Stasiun Bandung, detektif?" tanya Reiko, seolah ia tahu namanya tertulis di gulungan karton yang ditemukan Nurul.

"Bukan kasus sih," Ichsan mengelak. "Misi intel terhadap gerakan preman lama,"

Ichsan berusaha menghindari kata 'preman baru' tapi percuma. Semuanya seakan jelas di benak penjaga loket itu.

"Berarti kau bekerja sama dengan preman baru?" terbaca jelas oleh Ichsan sorot mata Reiko yang berubah khawatir.

"Tidak. Kasus sebenarnya yang kuselidiki," lanjut Ichsan. "Adalah gulungan karton misterius dengan namamu di dalamnya, Reiko Komaru,"

"Gulungan karton itu dipegang siapa sekarang?" Reiko penasaran.

"Jufri dan Bowo, petinggi preman lama," Ichsan sadar, selain mereka, masih banyak orang yang memperebutkan benda itu.

Sejauh ini, Ichsan menunjukkan pada Reiko seolah-olah dia tidak kenal preman baru.

"Jangan bilang kalau preman baru juga menginginkannya," kata Reiko. "Terutama Raven Chaser,"

"Kau tahu dari mana, Reiko?" Ichsan yakin, peluang Reiko menguping percakapan antara dia dengan Rav adalah nol.

Reiko menghela nafas. "Selesaikan misimu, detektif. Kita bicarakan hal ini nanti, setelah kau balik dari Stasiun Bandung,"

Ting-tung-tung-tung. Tung-ting-ting-tung.

Kereta tiba ditandai bising lokomotif disel. Ichsan melangkah naik, Reiko kembali ke loket tempatnya berjaga. Tidak sampai setengah jam, Ichsan sudah tiba di Stasiun Bandung. Ichsan segera membaca jadwal keberangkatan kereta arah Kiaracondong.

"Waktuku hanya satu jam," katanya.

Mengawasi aliran manusia di malam hari tidaklah mudah. Ichsan juga sadar, jika semua laporannya ke preman baru kosong maka ia akan dicurigai condong pada kubu preman lama.

Ichsan mengganti strategi pergerakan kubu preman lama.

[18.57] Ichsan : Juf, besok adakan pertemuan di Stasiun Bandung. Ecek-ecek saja.

Seri Detektif Ichsan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang