6.22 Setengah Trayek, Sekelebatan Mata.

37 1 0
                                    

3.40 waktu Sukaluyu.

"Kau pasti mau mengambil map Serikat Jaringan," Nurul serba tahu.

"Anggap saja mau buat SIM," kata Ichsan sok polos. "Aku butuh kartu identitas,"

"Kau tahu kan Sidin melarang?" Nurul bertanya lagi.

"Lewat surat katanya?" Ichsan tanya balik. "Coba aku baca,"

Nurul menyerahkan surat dari Sidin pada Ichsan.

Kalau Ichsan minta dokumen Serikat Jaringan, jangan

"Kacang je," Ichsan membaca surat itu.

Nurul,

Kalau Ichsan minta dokumen Serikat Jaringan, jangan

"Nurul, beri aku lilin," Ichsan menyalakan korek gas yang didapatnya entah dari mana. "Percayalah, surat ini tidak perlu kubakar,"

"Kau pasti menemukan petunjuk," tebak Nurul seraya melangkah ke dapur.

"Meski hanya pion anak penulis itu, aku bisa mengerti jalan pikirannya," Ichsan menerima lilin.

Ichsan menyalakan lilin.

"San, kau tahu ada petunjuk dari mana?" Nurul 100% bukan detektif.

"Tidak lihat ada yang aneh di akhir kalimat?" Ichsan menjelaskan, petunjuk semacam ini tidak mungkin digunakan pada pesan WA atau Len.

"Tidak ada titik," Nurul baru sadar.

"Anak penulis tidak mungkin lupa menambahkan titik di akhir kalimat," Ichsan menarik benang merahnya.

Ichsan membaca surat dari Sidin di bawah sinar lilin itu. "Sekarang bacalah, Nurul,"

Nurul,

Kalau Ichsan minta dokumen Serikat Jaringan, jangan kau tahan.

"Oke lah kalau begitu," Nurul mengaku kalah. "Ini mapnya,"

Nurul mengambil map Serikat Jaringan dari meja belajarnya. Nurul tidak asing dengan tulisan macam. Di zaman now, jarang-jarang orang mengirim pesan rahasia menggunakan tinta jeruk nipis.

"Setidaknya barang orang lain yang harus kusimpan berkurang," Nurul sedikit lega.

Ichsan memeriksa isi map itu. "Bukan saja informasi Serikat Jaringan yang kusimpan di sini. Ada juga akte, dan ijazah, yang tidak usah kaget, ternyata palsu,"

Nurul tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya bahwa ia terkejut.

Pertanyaan klasik itu terlontar lagi.

"Tahu dari mana?"

"NISN," jawab Ichsan.

Nomor Induk Siswa Nasional.

"Aih, iya," sekali lagi Nurul baru sadar. "Sejak kapan NISN ada 12 angka? Punyaku saja 10, kira NPWP?"

Itu lho, nomor pokok wajib pajak.

Yakali Nurul wajib pajak?

Dan yakali NPWP 12 angka?

"Bagaimanapun, dokumen ini tetap berguna untuk menutupi keberadaanku," Ichsan menutup map itu.

Kasus gulungan karton sudah selesai. UD Keluarga Komaru mulai berjalan. Dokumen Serikat Jaringan sudah didapat. Selunasnya pertanyaan tahun baru, Ichsan siap hadapi ibu kota.

Stasiun Kiaracondong, menjelang petang.

Reiko berdiri di halaman depan stasiun, menatap lekat loket yang pernah jadi sumber penghidupannya.

Seri Detektif Ichsan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang