"Bisa,"
Iwan berhenti sesaat di minimarket untuk mengisi batere hp dan baru tiba di rumah ketika malam menjelang.
"Apa yang mau kau bicarakan?" tanya Iwan.
"Kau perlu mengenal lebih jauh lawan yang kita hadapi," Ichsan membuka sebuah file di hp nya.
"Serikat Jaringan? Anton?" Iwan menebak. "Siapa lagi? Sergam?"
"Pernah dengar nama Rhanto dan Raden?" Ichsan tanya balik. "Mereka juga anggota Serikat Jaringan. Rhanto, satu-satunya anggota yang tidak pernah berubah identitas. Raden anggota baru, tapi harus diwaspadai karena dia pembuat bom,"
Nafas Iwan tersekat. "Itu saja?"
"Dugaanku tidak," Ichsan menggeser dokumen file ke bawah. "Ada satu anggota yang belum diketahui, disebut anggota kelima. Dia lebih berbahaya daripada Raden. Mungkin saja dia berada di sekitar kita sedangkan kita tidak mengetahui,"
"Lalu bagaimana rencana kita menangkap Anton?" Iwan tetap fokus pada tujuannya.
"Tidak semudah itu," Ichsan menggeleng. "Di tengah situasi serumit ini kita harus berpikir luas. Tujuan kita bukan hanya menangkap Anton, tapi juga memecahkan masalah mati listrik yang hampir seminggu melanda Kabupaten Tangerang,"
"Benar juga San," Iwan melahap gorengan. "Ada gehu, ada bakwan. Mau?"
Gehu = toge tahu.
"Nanti saja. Kau tahu kan Wan, Anton juga mempunyai kuasa portal sama sepertiku?" tanya Ichsan.
"He-eh," Iwan mengangguk, sibuk melahap gehu. Dalam sesaat sudah habis tiga potong.
"Jadi yang bisa menangkap Anton hanya aku," Ichsan menjentikkan jari. "Agar bisa melakukannya sekali lagi, kuasa portal yang kumiliki harus melampaui anggota Serikat Jaringan itu,"
"Bagaimana caramu meningkatkan kuasa portal?" tanya Iwan.
"Aku harus berhadapan langsung dengan tahanan lari itu," Ichsan menutup sebelah matanya. "Kau jadi pengamat, aku jadi umpan. Mengerti?"
"Apakah yang terjadi malah sebaliknya?" sangkal Iwan. "Anton yang lari,"
"Tidak akan," Ichsan meyakinkan Iwan. "Anton tidak akan lari dariku, pion anak penulis, karena kebenciannya pada anak penulis itu,"
"Ya sudah," Iwan mengalah. "Sekarang waktunya istirahat. Kau tidur duluan, aku mau ngambil hp di miminarket,"
Iwan balik dari minimarket larut malam. Ichsan tidur di kursi tamu menyisakan piring gorengan bakwan kosong, bungkus nasi padang kosong, dan satu porsi nasi Padang utuh lauk rendang. Pesan di bungkusnya, buat Iwan.
Seolah-olah Ichsan tahu alasannya menghidangkan gorengan tadi adalah kehabisan beras. Memang begitu adanya.
Iwan menghabiskan nasi Padang lalu membereskan piring kosong dan bungkus nasi Padang, segera menyusul Ichsan tidur.
"Kenapa sih detektif itu tahu segala?" Iwan bertanya tidak pada siapapun.
Pagi hari Jumat, 17 Maret 2017.
"San, aku sekolah dulu. Kau jalan-jalan saja dulu di Distrik Kronjo. Aku punya banyak kenalan. Kalau kenapa-napa, sebut namaku tiga kali. Iwan, Iwan, Iwan, asyik!"
Ichsan tertawa hambar. Plesetan lagu Iwan Fals 'Bento'.
"Ha. Sekadar tahu saja, akhir-akhir ini makananku kurang sehat, uhuk," Ichsan batuk bohongan.
"Banyak rumah makan yang sedia ikan segar dekat pasar induk Distrik Kronjo," Iwan memberi saran.
Ichsan batuk lagi. Bulan Maret pergantian musim, orang jadi gampang sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Detektif Ichsan.
General FictionSeorang detektif terkenal, Serikat Jaringan lawannya. Kehilangan identitas asli, ibu kota perantauannya. Temukan kuasa portal, Tangerang kota pelariannya. Tempat untuk berpulang, Bandung kota kelahirannya. Kasus akan selesai, terungkap apa kebenaran...