7.6 Dua Versi Hati Ragu Lampu Kota.

137 3 0
                                    

Portal ruang mengantar Ichsan ke kontrakan pintu atas yang disewanya.

Malam yang melelahkan.

Ichsan langsung tidur pulas tanpa bermimpi, sampai seseorang mengetuk pintu kontrakan waktu pagi buta.

"Hoahem!" Ichsan menguap lebar. "Siapa? Ganti jaga ronda kah, Sersan Safrul?"

Sudah balik ke wajah aslinya, Ichsan tidak takut lagi sama Sersan Safrul. Ichsan ingat masa polisi gadungan - gadung, gadung! - itu dibuatnya mati kutu dalam kasus JKA.

"Ini pengacara Kadirun Marunda, Detektif Akad Ichsan!" kata tamu di depan pintu.

Ichsan segera buka pintu, masih setengah sadar. "Silakan masuk pak,"

Ichsan menghidangkan enam bungkus pop mie untuk tamu-tamunya. Pak Kadirun datang bersama empat keponakannya dari klan Suprapat Murni - Intan, Yati, Bella, dan Rozya - dan Pak Dao, yang mengurus Bella dan Rozya di Distrik Balaraja.

"Jadi begini," Pak Kadirun menjelaskan perkaranya. "Kabar dari preman jalanan Tugu Pancoran yang kau kalahkan, detektif, Serikat Jaringan sudah kau antar ke dunia warisan. Kami menyusul,"

Tidak perlu lagi dijelaskan bagaimana mereka, keturunan penjelajah asal Belanda Van de Glank, mengenal dunia warisan.

"Kalian mau ke mananya dunia warisan?" Ichsan bertanya seakan-akan dia sopir mobil carteran.

"Jatilegawa," kata Pak Kadirun.

"Petualangan dan penjelajahan," kata Pak Dao. "Bisa melepaskan saya dari rutinitas membosankan sopir angkot,"

Sekali lagi, Ichsan tidur pulas sampai pagi.

Minggu, 7 Januari 2018.

6.45 pagi waktu Distrik Tambora.

Lari pagi di bawah naungan Jembatan Kali Angke, adalah kesempatan warga Distrik Tambora bertemu.

Ichsan mengatur waktu kapan harus memakai dan melepas saputangannya.

Di hadapan Noor dan Dini wajib pakai, selain itu tidak usah. Mereka pasti terkejut begitu tahu wajah tetangga pintu atas berubah, sampai saat yang tepat.

Pertama ada Sersan Safrul, menatap Ichsan tajam menusuk.

"Untung kau hilangkan Mintoha, Detektif Husin Sodiki," katanya dalam hati. "Polisi gadungan berkurang,"

Gadung, gadung!

Kedua, Ichsan bertemu Pak Samsunar - guru Bahasa Indonesia SD Harapan 3, Pak Samsoen - guru Bahasa Indonesia SMP Harapan 5, dan Nursifa - anak perempuan Pak Samsoen sekaligus teman sebangku Dini semasa SD.

"Kasus yang kau selidiki lancar, Husin Sodiki?" tanya Pak Sunar.

Ichsan mengangguk.

"Sekarang Husin kelas tiga, kan?" tanya Pak Sams. "Lama tidak nampak,"

"Lanjut sekolah di Bandung," jawab Ichsan.

Bingung?

Begitulah warga Distrik Tambora mengenal Detektif Ichsan dalam wujud aslinya, Husin Sodiki. Giliran Ichsan bertanya pada Sifa.

"Masih teman sebangku Dini Safitri?"

Nursifa mengangguk.

Lewat sedikit, Ichsan berpapasan dengan Yasa - teman sekelasnya dulu masa di SMA Harapan 7, dan Pak Soen Yat Die.

"Yasa, kau jangan banyak boloslah," Pak Soen menasihati muridnya yang rajin mengamen itu. "Kapan mau lulus?"

"Secepatnya," jawab Yasa.

Seri Detektif Ichsan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang