6.2 Siapa Sebenarnya Pak Aris?

51 3 0
                                    

"Tidakkah kau perhatikan, Nurul, ada lima nama yang tidak tercantum dalam struktur kepengurusan ini?" Ichsan mengira dia lebih tahu dari sepupunya Sidin, ternyata malah sebaliknya.

"Tentu saja," Nurul menunjuk jabatan yang dimaksud. "Ketua kelas, wakil ketua kelas, sekretaris dua, dan kedua pengurus seksi kebersihan. Anehnya, dari lima itu tiga diantaranya dulu masih ada kemudian menghilang satu persatu,"

"Siapa saja mereka?" Ichsan wajib tahu. "Masih ingat kan, Nurul?"

"Ketua kelas Raven Chaser, wakil ketua kelas Sadang Jayamukti, dan seksi kebersihan dua... Ayu Margahayu kalau tidak salah," Nurul kurang yakin.

"Sisanya?" Ichsan memastikan.

"Sudah kosong sejak awal," Nurul tidak ada petunjuk lagi.

Ichsan mencermati arti nama-nama itu. Raven Chaser berarti penangkap gagak. Sadang Jayamukti tidak lebih dari nama-nama distrik.

"Nurul," panggil Ichsan. "Di antara nama yang hilang, adakah yang identik dengan Kota Bandung?"

Nurul mengangguk sekali. "Margahayu,"

"Nurul, apa karton ini boleh kubawa agak lama?" tanya Ichsan. "Butuh waktu untuk mendapat petunjuk baru,"

"Silakan," Nurul tidak keberatan. "Daripada diam di sini terus, memenuhi meja belajar,"

Ichsan mencicipi satu-dua macam kue yang terhidang. Manis, gurih. Margarin dan gulanya terasa ditakar dengan tepat dan teliti. Lidah kucing dan nastar.

"Oya, Nurul, kebetulan aku bawa oleh-oleh ini," Ichsan menawarkan Nurul kue bolu yang tadi siang sengaja dia beli.

Tidak salah Ichsan memilih kue bolu. Seenak apapun kue kering yang biasa dihidangkan untuk tamu, tidak ada yang bisa mengalahkan kue bertekstur lembut itu. Nurul tidak kuasa menolak.

Tidak cukup itu, Ichsan masih punya novel asal pilih untuk memastikan Nurul selalu ingat detektif SMA yang membantunya memecahkan teka-teki karton lawas struktur kepengurusan kelas.

"Wah makasih banyak San," kilasan mata Nurul kentara senang sekali. "Aku sudah lama menabung untuk beli novel ini. Lain kali tidak usah repot tidak usah sungkan kalau mau datang ke mari,"

"Ya, aku akan datang untuk melapor jika ada perkembangan penyelidikan," Ichsan menjejalkan sebuah kresek besar ke dalam tas ranselnya.

"Ichsan. Ngomong-ngomong, kenapa kau borong dodol garut sebanyak itu?" Nurul penasaran akan isi kresek besar tadi.

"Cadangan energi supaya otak detektifku bisa bekerja lancar siang-malam," Ichsan menarik risleting tas ranselnya. "Mau?"

"Nggak usah, nggak usah," Nurul agak sungkan. "Yang tadi sudah banyak,"

Ichsan menyambar stang sepeda gunung yang terparkir di teras rumah Nurul. "Salamu alaikum! Oya, Nurul! Mudah-mudahan kau diterima masuk PTN!"

"Amin! Alaikum salam! Jangan lupa, blok 5 nomor 10!" Nurul melambaikan tangan.

Sore hari Ichsan tiba di rumah kontrakan Pakde. Ichsan mengubah penampilannya menjadi tukang bersih-bersih supaya tidak terkesan mencolok. Ichsan menyapu teras dan menggunting semak-semak, setelah itu memasukkan sepeda ke dalam rumah.

Karena masih berstatus buronan, Detektif Ichsan menghindari peraturan warga.

Tamu 1 x 24 jam wajib lapor.

Setidaknya saputangan menghambat bersin Ichsan ketika menyapu lantai rumah yang sudah lama tidak ditempati itu. "Paling tidak satu tahun,"

Malam harinya Ichsan meneliti lebih jauh tentang isi karton lawas itu.

Seri Detektif Ichsan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang