Ichsan punya firasat nggak enak. "Makan siang sini saja, lepas itu bapak ajari kau mengemudi sepeda motor,"
Seumur-umur Ichsan belum pernah belajar begituan, kemampuannya menyetir mobil diperoleh semata-mata untuk kelancaran cerita yang ditulis Ali Rasidin.
"Kau belum punya KTP, SIM A, dan SIM C, kan?" tanya ayah Fira sembari makan. "Kapan umur 17?"
"Ng," suku kata tanpa huruf hidup itu cukup bagi ayah Fira untuk tahu bahwa detektif - tanpa SMA - itu hilang ingatan.
Bisa-bisanya Ichsan lupa hari ulang tahunnya, tapi mengingat keadaannya sekarang itu wajar saja.
"Sebisa mungkin jangan berurusan dengan polisi. Mengerti?" begitu pesan ayah Fira selesai pelajaran mengemudi.
Ichsan mengangguk sekali.
Masa perjalanan pulang dari rumah Fira yang - harus diakui - ada di peta, Ichsan baru sadar ada satu hal yang terlewat.
Dia belum sempat menanyai Nurul apakah sepupunya Sidin itu mendapat kursi di kepengurusan kelas.
"Gimana kabar, detektif-" Fira menyapa, Ichsan menyela.
"Untuk sementara aku bukan lagi detektif SMA, Fira,"
Fira terkejut, terdiam.
Ichsan kenapa?
"Ichsan kenapa?" Fira merasa tidak nyaman dengan sikap dingin detektif itu.
"Semua baik-baik saja," terang-terangan Ichsan menutupi suatu fakta.
"Tidak semestinya kau begitu, detektif," Fira menegur, keras. "Jika ada masalah, katakan. Siapa tahu orang lain bisa bantu,"
"Masalah ini, hanya aku sendiri yang bisa menyelesaikannya," kata Ichsan. "Bukan kasus yang harus aku pecahkan, bukan modal usaha yang harus aku kembalikan,"
"Lalu?" Fira tidak ada ide.
"Kesabaran," jawaban Ichsan benar-benar di luar dugaan Fira. "Ketika penyelidikan terkendala biaya sehingga aku harus libur beberapa hari mengejar balik modal, sabar adalah kuncinya. Beritahu Nurul juga, dia mesti sabar karena penyelidikan kasusnya diulur beberapa hari,"
"Baiklah kalau begitu," Fira sempat merasa tidak enak hati karena sudah salah sangka terhadap detektif itu. "Ada pertanyaan?"
"Oh, ya!" Ichsan baru ingat. "Kau sekelas sama Nurul kan, Fira?"
"Tentu," Fira mulai mau diajak kerjasama.
"Apa posisi Nurul di kepengurusan kelas?" Ichsan bertanya langsung ke intinya.
"Kalau soal itu baik kau tanya orangnya langsung," jawab Fira, secara halus berarti tidak tahu. "Kepengurusan kelas bukan lagi hal penting bagi murid kelas 3 SMA,"
Iya lah, prioritas mereka sekarang SBMPTN.
"Mana klienku itu bilang baru bisa dikontak hari sabtu," Ichsan sedikit curhat.
"Kembali lagi ke apa katamu tadi," Fira berpikir bijaksana. "Sabar,"
Hening sesaat.
"Makasih, Fira," Ichsan mengangguk sekali.
"Sama-sama, Detektif Ichsan," Fira berlalu di belakangnya.
5.30 sore waktu Cikutra.
"Keknya aku ngga bisa main Mobile Legend, mending begini daripada besok kehabisan paket internet," Ichsan garuk-garuk kepala.
Gabut. Bingung mau ngapain.
Untuk kesekian kali, Ichsan membuka buku catatannya, membaca dengan teliti dari awal siapa tahu ada petunjuk yang terlewat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Detektif Ichsan.
General FictionSeorang detektif terkenal, Serikat Jaringan lawannya. Kehilangan identitas asli, ibu kota perantauannya. Temukan kuasa portal, Tangerang kota pelariannya. Tempat untuk berpulang, Bandung kota kelahirannya. Kasus akan selesai, terungkap apa kebenaran...