Sidin sempat berpikir untuk mencari Detektif Ichsan di Terminal Distrik Cikupa mengingat detektif itu bersembunyi di dunia transportasi. Tapi bagaimana alasannya nanti jika bertemu Bang Oman, bos angkot terbesar di jurusan Cikupa-Panongan? Sidin bukan ingin bergabung lagi dengan dunia transportasi. Akhirnya Sidin memutuskan untuk tidak mencari Detektif Ichsan.
"Hei mas, belakangan ini apakah ada sopir bernama Adi?" Sidin bertanya pada seorang sopir. Adi adalah nama panggilan Detektif Ichsan atau Akad Ichsan dalam persembunyiannya di dunia transportasi.
"Ada," jawab sopir yang ditumpangi Sidin, polos. "Kemarin dia masih narik (nyopir), bawa mobil Bang Oman yang tulisannya INCU ABAH. Hari ini mobilnya mogok jadi dia nggak narik,"
Sidin senyum-senyum sendiri membayangkan kasus yang dihadapi detektif itu. Detektif Ichsan tidak punya pengalaman memperbaiki mesin. Senyum Sidin sirna begitu ingat kasus penembakan misterius yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Semuanya bergantung pada petunjuk yang didapat Rina.
Semoga saja angkanya di atas 18, pikir Sidin. Kalau di bawah itu, berarti penembak misterius melepaskan pelurunya sebelum sekolah mulai. Dan itu artinya, aku tidak bisa menyelamatkan target, siapapun itu.
"Mas, bagaimana kabar Bang Oman?" tanya Sidin, lagi.
"Rasa-rasanya kau pernah bergabung di dunia transportasi, ya?" sopir angkot tanya balik. "Tahu sendiri lah, bos angkot terbesar di trayek Cikupa-Panongan hampir sepanjang hari dia sibuk, kecil peluangnya kalau kau mau bertemu dengannya,"
"Benar juga, ya," Sidin tidak mengatakan kalau ia pernah bergabung di dunia transportasi, padahal pernah. "Tapi, antarkan saya ke tempatnya Bang Oman, saya ada urusan dengan orang bernama Adi yang saya sebut tadi,"
"Baiklah, memang urusan apa?" sopir angkot penasaran.
"Penting, rahasia, dan berbahaya," Sidin tidak mau sopir angkot itu tahu.
"Ah, iya. Kau 'kan Rasid, yang dulu narik INCU ABAH sebelum Adi, kau mau bicara masalah mesin, 'kan?" sopir angkot menyimpulkan.
Sesampainya Sidin di tempat yang dimaksud, Detektif Ichsan sedang pergi, mungkin mencari suku cadang. Sidin meletakkan tiga butir peluru di dashboard mobil INCU ABAH.
Sepulang sekolah dan mencari Detektif Ichsan, Sidin segera mangerjakan tugas matematika yang sempat ia tunda. Setelah itu menulis cerita seperti biasanya. "Hadeu, pusing. Banyak cerita yang mangkrak," katanya.
Semalaman itu Sidin susah tidur. Entah kenapa benaknya dipenuhi satu kalimat yang tadi pagi didengarnya. "Lalu siapa? Kita butuh kepastian!"
Malam itu Sidin tidur tidak bermimpi apa-apa, tapi perasaannya tidak tenang.
Hari Rabu pagi, 29 Maret 2017.
"Elina, 24," Rina sedikit bicara. "Waktumu pukul dua siang nanti,"
"Pelajaran fisika," kata Satya. "Akan ada banyak soal sulit,"
"Seperti yang aku khawatirkan," Sidin mengambil buku tulis tempat ia biasa menulis cerita.
"Khawatir apa?" Rina bertanya. "Writer's block?"
Sidin mengangguk. Ya, Rina tidak tahu kalau Sidin sudah menyangka bahwa target selanjutnya adalah Elina. "Yang jadi masalah, tempat Elina duduk jauh dariku,"
"Jangan bilang aku harus bertukar tempat duduk dengan Rina," kata Elina yang baru datang. "Aku akan mengelak peluru itu sendiri,"
"Bagaimana caranya?" tanya Sidik. "Pakai buku?"
"Tidak, lihat saja nanti," Elina menyiapkan alat tulis. Bel masuk berbunyi.
Pelajaran fisika, di kelas 10 IPA 2, guru memberi soal di awal pelajaran. Murid mencoba menjawab soal itu selama pelajaran, lalu di akhir pelajaran guru kembali ke kelas menjelaskan soal-soal yang diberikan. Hari itu, soal yang diberikan membahas lensa fokus dan alat-alat optik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Detektif Ichsan.
General FictionSeorang detektif terkenal, Serikat Jaringan lawannya. Kehilangan identitas asli, ibu kota perantauannya. Temukan kuasa portal, Tangerang kota pelariannya. Tempat untuk berpulang, Bandung kota kelahirannya. Kasus akan selesai, terungkap apa kebenaran...