"Ya, ada alasan tersendiri..."
"Ada alasan tersendiri kenapa aku berkata demikian," Rina menutup kotak makannya. "Di hati yang ragu kucoba untuk percaya,"
"Hah?" Sidin tidak menyangka, yang dimaksud Rina adalah baris pertama lagu yang sering dinyanyikannya itu.
"Hati yang ragu punya kesempatan untuk berubah," Rina menarik kesimpulan. "Percayalah, Ali Rasidin,"
"Hei Rina, aku jadi ingat beberapa kalimat bijaksana," kata Sidin. "Alam terkembang menjadi guru,"
Panah tak tinggalkan busur takkan kena sasaran.
Harimau tak tinggalkan sarang takkan dapat mangsa.
Kayu gaharu hanya kayu biasa jika masih di dalam hutan.
Emas murni hanya batu biasa jika masih di dalam tanah.
"Maksud?" Rina belum mengerti.
"Kau benar, Rina. Sudah semestinya begitu. Dia pergi memilih jalannya sendiri, cukup berharap dia akan kembali. Begitupun Detektif Ichsan, kalau saatnya sudah tiba aku akan melepasnya, membiarkan dia menentukan jalan ceritanya sendiri," keputusan Sidin jauh di luar dugaan Rina.
"Jangan bilang kau..."
"Bukan berarti aku akan berhenti jadi penulis," Sidin menyela seolah tahu lanjutan kalimat Rina. "Gambaran cerita itu sebagaimana sebuah panggung. Berawal dari panggung kosong, satu persatu pemain tampil. Kemudian satu persatu pemain bubar menyisakan panggung kosong yang sama," ujar Sidin.
"Kau tahu itu dari Sidik?" Rina merasa itu bukan kalimat asli Sidin.
"Bahkan pentolan eskul teater sekalipun, Alan, belum tentu mengerti konsep itu," Sidin menegaskan.
"Kau juga... akan pergi, Sidin?" Rina bertanya seolah-olah itu meresahkannya.
Sidin mengangguk ragu. "Tenanglah, Rina. Waktuku masih panjang. Mana yang benar, kau tidak ingin pergi dari cerita ini, atau kau tidak ingin aku pergi?"
"Ke... yang pertama," terang-terangan Rina menyembunyikan sesuatu.
"Kalau memang itu pilihanmu, baiklah. Akan kuusahakan agar tercapai," Sidin mengakhiri percakapan, menghabiskan risol segitiganya. "Tercapai, setelah simpul terakhir Kota lingkaran hening sempurna selesai. Yakinlah, Rina. Mereka yang pergi pasti akan kembali. Mungkin di cerita yang berbeda, panggung yang berbeda pula,"
Sekali lagi, Rina tersenyum.
Sidin telah mengikhlaskan kepergian tokoh-tokoh ceritanya.
Kamis 16 Maret 2017.
Jam tiga sore sepulang sekolah.
Dalam dimensinya yang remang-remang, sekali lagi Detektif Ichsan terbangun.
"Mimpi apa aku barusan?" Ichsan meraba pergelangan tangannya.
Beberapa saat yang lalu.
Dalam mimpi itu Ichsan melihat segalanya serba putih. Ichsan mendengar suara seseorang yang asing di telinganya, suara orang paruh baya. Laki-laki.
"Kau ingatlah, kelemahan daripada kuasa portal adalah borgol. Demikian besarnya pengaruh borgol itu, sehingga pengguna kuasa portal akan berkurang kuasanya sampai seminggu setelah dipakaikan borgol," kata orang itu.
Kilasan selanjutnya dalam mimpi itu sangat mengejutkan. Sepersekian detik, Ichsan menyaksikan tangannya terbelenggu borgol.
Sesaat setelahnya, Ichsan terbangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Detektif Ichsan.
General FictionSeorang detektif terkenal, Serikat Jaringan lawannya. Kehilangan identitas asli, ibu kota perantauannya. Temukan kuasa portal, Tangerang kota pelariannya. Tempat untuk berpulang, Bandung kota kelahirannya. Kasus akan selesai, terungkap apa kebenaran...