Nurul membaca pucuk surat dari Sidin.
Jangan beritahu Ichsan isi map itu. Ada saatnya dia akan tahu dan menemukan orang yang tepat untuk memecahkan petunjuk di dalamnya. Maaf, uang sakuku habis jadi tidak bisa beli prangko balasan. Semoga saja kau ada duit untuk itu, Nurul. Maaf juga...
Nurul berhenti membaca surat. Terbaca jelas oleh Ichsan ekspresi wajah kecewa pada sepupunya Sidin itu.
"Kenapa Sidin minta maaf?" tanya Ichsan.
Nurul tidak menjawab, membiarkan Ichsan menebak dengan jitunya.
"Sidin tidak sempat mudik lebaran nanti, ya?" Ichsan ingat percakapan terakhirnya dengan Nurul, tentang Ali Rasidin ketika perayaan tahun baru silam.
Tanpa berucap sepatah kata pun Nurul melipat pucuk surat tadi, menyelipkannya di saku baju. Sekarang Ichsan tahu apa yang harus dikatakan.
"Semoga saja Sidin sempat ke Bandung saat perayaan tahun baru 2018 mendatang,"
Nurul menghela nafas lega. "Ichsan, jangan balik dulu. Makan malam sini saja, mumpung aku masih ada rendang,"
Sepulang dari rumah Nurul Ichsan sadar, ada satu petunjuk tersirat dari Nurul.
Surat.
Alasan pasti Sidin berkomunikasi dengan Nurul lewat surat, itulah satu-satunya cara komunikasi yang tidak terkena dampak pemadaman listrik besar-besaran di Kabupaten Tangerang minggu lalu.
Tapi kalau selepas krisis itu Sidin masih berkirim surat, bisa jadi lain alasannya.
Sebelum tidur, Ichsan mengecek pesan-pesan masuk di hp nya. Yang pasti kirim adalah kepala hulu preman lama, Jufriyadi.
Lewat wasap.
Sembari membaca pesan dari Jufri, Ichsan ingat sudah lama ia tidak ketemu Pak Aris. Terakhir kali ketemu adalah ketika barter setengah kilo dodol Garut dengan jasa ojek dorong - yang motornya pinjam ke tukang ojek online jaket hijau.
Ichsan jadi ingat soal Pak Aris bukan karena pesan dari Jufri, melainkan tepat saat ini dodol garut terakhirnya tandas menyisakan kantong kresek dan bungkus kertas.
"Sabar Jup, isuk abdi kudu meser dodol Garut heula," Ichsan merekam pesan suara. "Modalna otak detektip,"
[18.15] Jufri :
Minggu Bandung ada hari bebas mobil di Cihampelas, tapi preman lama tidak kenal libur. Bawa gulungan karton yang kau katakan tadi siang ke kios sablon Mas Bo pukul tujuh besok, mumpung matahari belum terik. Kalau bisa lebih awal, sol sepatu kau yang rengkah itu aku betulkan gratis.
[19.46] Ichsan :
Y.
Jawaban satu huruf.
Tapi Ichsan menyertakan foto gulungan karton yang dimaksud, tanpa membuka karet gelang pengikat gulungannya.
[19.46] Jufri :
Plis lah ya, detektip, ulah bikin abdi penasaran. Ieu sirah tos lieur.
Ichsan tidak menjawab, langsung tidur.
Menjelang akhir minggu, setelah melewati serangkaian penyelidikan melelahkan, akhirnya Ichsan bisa mengambil nafas sebentar. Tidur lebih awal, membayar hutang begadang lima hari terakhir.
Ketika Ichsan bangun pagi tanpa sisa letih dari hari-hari sebelumnya, detektif itu berkata, "Hari bebas mobil itu minggu, Jufri! Sekarang sabtu!"
Harus diakui, sebagian dari diri Detektif Akad Ichsan yang masih asli identitasnya tertinggal di ibu kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Detektif Ichsan.
General FictionSeorang detektif terkenal, Serikat Jaringan lawannya. Kehilangan identitas asli, ibu kota perantauannya. Temukan kuasa portal, Tangerang kota pelariannya. Tempat untuk berpulang, Bandung kota kelahirannya. Kasus akan selesai, terungkap apa kebenaran...