3.3 Bayangan Target yang Dilihat Budi.

91 3 0
                                    

Sidin tidak bisa tidur. Teringat ucapan teman-temannya belakangan ini.

"Lalu siapa? Kita butuh kepastian!"

Kita?

"Bagaimanapun, secara tidak langsung kau menembakku,"

"Ciee... Siapa yang nembak Sidin..."

"Sidin..."

"Takkan kumaafkan kau!"

Sidin menghela nafas. Kepingan peristiwa itu muncul secara acak.

"Baiklah kalau itu maumu, Elina," Sidin berdamai dengan kecamuk dalam benaknya.

Setelah berkata demikian barulah Sidin bisa tidur, itu pun tidak tenang. Beberapa saat kemudian Sidin terbangun. Bukan mimpi petunjuk target penembakan. Sidin tidak tahu penyebab ia terbangun.

Sebaliknya, malam itu Budi tidur nyenyak. Kemenangan tim sekolahnya melawan sekolah lain yang dijagokan membuatnya senang dan tenang.

Detektif Ichsan memarkir angkot INCU ABAH di garasi Bang Oman yang luas.

"Hei Adi," panggil Bang Oman. "Kau kenal orang bernama Rasid?"

Ichsan menyerahkan setoran seraya menganggukkan kepala. "Dia temanku. Ada apa, bang?"

"Rasid nitip barang ini," Bang Oman memberi Ichsan sebuah kotak korek api.

"Saya kan sudah beli sekring," alasan Ichsan.

"Terima saja, aku sibuk," Bang Oman beranjak dari tempatnya berdiri. Ichsan berjalan menuju warung kopi tempat sopir berkumpul. Suasana ramai.

"Aku dengar ada orang baru di dunia transportasi..." kata seorang sopir.

"Jangan bilang intel dari kepolisian," sela sopir lain.

Detektif Ichsan menyimak dengan saksama. Siapa dia?

"Eh, rambutnya lurus klimis?" sopir ketiga ikut meramaikan warung kopi.

Sejak saat itu Ichsan meningkatkan kewaspadaannya terhadap orang sekitar. Terutama mereka yang berambut lurus klimis. Apakah itu Anton dalam wujud asli Detektif Akad Ichsan?

Ichsan membuka kotak korek api dari Ali Rasidin.

"Timah?" bisa panjang urusannya kalau Ichsan bilang 'peluru'.

"Ini yang kelima," kata Ichsan seraya berjalan meninggalkan warung kopi. "Ternyata Rasid yang mengirimnya? Oke, aku tahu kasus sebenarnya yang harus kuhadapi. Sekarang, amankan dulu semua peluru ini,"

Detektif Ichsan menutup sebelah mata dengan tiga jari, menghilang dalam portal dimensi, lalu kembali.

Di Distrik Tambora, Anton berkata, "Detektif sialan itu sudah menunjukkan kekuatan sebenarnya. Berpindah dimensi,"

Jumat pagi, kelas 10 IPA 1 mengadakan pentas drama Bahasa Indonesia. Meja dan bangku disingkirkan sehingga terbuka ruangan luas di tengah kelas. Sementara itu, bagian depan kelas dijadikan panggung.

"Hei Sidin," panggil Elina.

Perhatian Sidin mengamati dekorasi panggung buyar. "Ada apa, Elina?"

"Masalah," dengan ibu jarinya, Elina menunjuk Budi yang tengah duduk bersandar di pojokan kelas sambil garuk-garuk kepala.

"Kenapa Budi?" tanya Sidin sekali lagi.

"Dia tidak kenal orang yang terlihat dalam mimpinya. Tidak ingat, malah. Sudah, sebentar lagi aku mau tampil," Elina berjalan ke luar kelas.

"Merepotkan saja," Sidin berpindah tempat duduk ke sebelah Budi.

"Maaf-maaf saja nih, lupa dan tidak kenal kan sifat manusia dari sononya," kata Budi.

Seri Detektif Ichsan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang