Sepulang sekolah, Sidin harus menghadapi lebih banyak masalah. Pertama, naskah drama untuk pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam).
Kedua, tujuan Sidin mencari Detektif Ichsan sudah berubah. Bukan lagi menyampaikan kabar bahwa kasus The Sixth Target sudah ditutup, melainkan untuk membahas hal yang lebih penting.
Sidin tidak bisa melihat Elina padahal Elina masuk sekolah. Terlebih lagi, Elina bisa melihat Sidin tetapi bukan Sidin yang asli.
Lalu siapa? Sidin bayangan?
Sesampainya di Terminal Distrik Cikupa, orang pertama yang dituju Sidin bukan Bang Oman. Melainkan petugas retribusi.
"Saya tahu hari ini Iwan tidak narik. Lalu siapa yang nyetor retribusi Adi?" tanya Sidin.
Petugas retribusi menghela nafas. Diraihnya buku catatan retribusi. "Sopir lain. Panggilannya Masboy,"
"Hoi Rasid!" panggil Bang Oman. "Kau jadi pelajar belajar betul-betul, jangan banyak nongkrong di terminal! Hayu balik!"
Di luar perkiraan Bang Oman, Sidin menolak. "Saya ada perlu dengan Masboy,"
Raut wajah Bang Oman langsung berubah. "Masboy? Itu kan tangan kanan saya di dunia transportasi. Kalau ada urusan, saya harus tahu,"
"Tidak berubah dari kemarin, mencari Adi," jawab Sidin seadanya.
Bang Oman tertawa hambar. "Ternyata kau dan bos angkot Cikupa-Panongan ini punya tujuan yang sama. Oke lah kalau begitu,"
Bang Oman meraih hp nya dari laci dashboard, menelefon tangan kanannya.
"Masboy! Di terminal ada bocah nyariin kamu! Penting, urusan Adi katanya!" Bang Oman mematikan hp.
Bang Oman meninggalkan Terminal Distrik Cikupa. Angkotnya sudah penuh.
"Jadi kau Rasid, yang pernah narik mobil INCU ABAH Bang Oman? Kau nyariin Adi, kan?" tanya Masboy.
"Begini, Masboy. Bagaimana perkembangan mencari Adi? Saya dengar Masboy nyetor retribusi INCU ABAH. Makanya saya tanya, di mana terakhir kali Masboy ketemu Adi," jelas Sidin.
Masboy garuk-garuk kepala. "Buntu. Mobil INCU ABAH lama tidak muncul, tiba-tiba saya ditelefon seseorang suruh datang ke satu tempat. Di sana ada orang yang ngasih retribusi INCU ABAH ke saya,"
"Dia Adi, bukan?" tanya Sidin.
Masboy menggeleng. "Entah, dia tidak sebut nama,"
"Ciri-cirinya?" tanya Sidin lagi.
"Rambutnya," Masboy berusaha mengingat kejadian semalam. "Lurus klimis,"
Deg.
Mulai sekarang Sidin harus lebih waspada jika memasuki dunia transportasi.
"Bukan Iwan?" Sidin memastikan. "Dia kan rambutnya lurus klimis,"
Kedua kalinya, Masboy menggeleng.
Sekali lagi. Deg.
"Benarkah dia... ?" Sidin membiarkan kalimatnya mengambang.
"Siapa, Rasid?" Masboy tanya balik. "Memangnya si rambut klimis itu Adi?"
Lamunan Sidin buyar. "Iya! Eh, tidak! Adi rambutnya melengkung,"
Masboy manggut-manggut. "Makasih infonya, Rasid,"
"Sebentar, di mana Masboy ketemu si rambut klimis itu?" Sidin menghendaki informasi dibayar informasi.
"Penjual bensin eceran dekat kantor Distrik Panongan," ujar Masboy. "Mau ke sana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Detektif Ichsan.
General FictionSeorang detektif terkenal, Serikat Jaringan lawannya. Kehilangan identitas asli, ibu kota perantauannya. Temukan kuasa portal, Tangerang kota pelariannya. Tempat untuk berpulang, Bandung kota kelahirannya. Kasus akan selesai, terungkap apa kebenaran...