6.12 Diomongin di Belakang.

33 3 0
                                    

Yang pertama dicari Detektif Ichsan jelaslah nasi Padang, rumah makan Padang terdekat dengan Stasiun Kiaracondong. Mengingat letaknya yang strategis, harganya juga strategis. "Seporsi Rp 20.000,"

"Setengah porsi saja," duit Ichsan hanya ada sepuluh ribu Rupiah.

Padahal Ichsan terlambat makan siang, sekarang pukul tiga sore.

Selepas makan siang - makan sore tepatnya - bisa ditebak Ichsan hendak menemui Reiko. Penjaga loket itu tinggal menyuruh asistennya ganti jaga supaya bisa bicara dengan Ichsan.

"Ada perkembangan?" tanya Reiko.

Ichsan mengangguk sekali lalu menggeleng. "Perang dingin preman lama-preman baru akan berakhir besok pagi. Tapi, meskipun gulungan katon itu sudah ada di tangan Rav, sikap pimpinan hulu preman baru itu tidak berubah,"

"Sudah kusangka,"Reiko tersenyum simpul. "Kuncinya ada padaku. Hanya saja, harapan sudah sirna,"

Ichsan tidak mengerti. "Maksud?"

"Keluarga Komaru," Reiko menyebut nama belakangnya. "Telah terpecah-belah dan kehilangan pewarisnya,"

Nafas Ichsan tersekat. Kalau mau jujur, Ichsan enggan mendengar lebih banyak.

"Bagaimana keadaan Keluarga Komaru sebelumnya?" Ichsan mengubah arah percakapan.

Pandangan mata Reiko menerawang dari ujung rel kereta di barat ke arah utara, entah apa maksudnya.

"Dulu," Reiko mengenang masa lalu. "Komaru adalah keluarga pedagang menengah di Pasar Cicaheum. Sampai pecahnya perang dingin, di mana Keluarga Komaru diisukan ingin memonopoli pasar dari preman lama,"

"Bukankah harapan itu akan kembali?" tanya Ichsan.

Reiko menggeleng pesimis. "Sekalipun perang dingin telah usai, harapan itu takkan kembali,"

"Kenapa?" Ichsan bertanya lagi. "Jangan bilang masalah pewaris,"

Reiko mengangguk sekali. "Dari dua laki-laki pewaris Keluarga Komaru generasi terakhir, satu meninggal dua tahun lalu. Satu lagi sudah lama menghilang, sejak sebelas tahun lalu.

Ichsan menghitung tahun-tahun yang disebutkan Reiko. Jika sekarang 2017, dua tahun lalu adalah 2015. Dan sebelas tahun lalu, adalah 2006.

Ichsan diam sejenak. Tahun-tahun itu terasa sangat familier baginya. Samar diingatnya, namun perlahan tapi pasti makin jelas.

2015 adalah tahun terjadinya peristiwa Jembatan Kali Angke. Kasus pembunuhan dengan korban bernama Chaira, perantau asal Tasikmalaya. Sedangkan 2006 tidak salah lagi, adalah tahun dibuatnya karton kepengurusan kelas yang sekarang ada di tangan Rav.

Apa iya ada keterkaitan antara Keluarga Komaru dengan peristiwa Jembatan Kali Angke? Entahlah. Ichsan tidak punya cukup bukti untuk menyimpulkan hal itu.

"Dalam karton kepengurusan kelas, ada dua orang bermarga Komaru," kata Ichsan.

"Di kelas 10 IPA 2 yang diketuai Rav itu ada tiga orang dari Keluarga Komaru," Reiko menyela. "Salah satu di antara mereka adalah yang hilang itu,"

"Jangan bilang yang hilang juga punya marga Komaru," Ichsan menebak.

Sayangnya tebakan Ichsan meleset.

Reiko gelengkan kepala. "Tak satupun laki-laki pewaris generesi terakhir Keluarga Komaru menyandang marga Komaru,"

Rasanya teka-teki ini tambah sulit.

"Siapa nama anggota Keluarga Komaru yang hilang itu?" tanya Ichsan.

"Entah," sekali ini Reiko tidak bisa menjawab. "Dia hilang dengan dilupakan juga terlupakan,"

Seri Detektif Ichsan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang