Keadaan Rasid sulit. Di ibu kota, memegang uang dalam jumlah banyak pasti berbahaya. Penjahat bisa menyerang sewaktu-waktu. Mungkin iya Rasid punya ilmu silat, tapi masih sangat mendasar. Kuda-kuda dasar, pukulan depan, tendangan sabit, dan tangkisan wajib. Selesai.
Siang tadi Rasid memantau anomali Distrik Tambora. Dini Safitri tidak kelihatan batang hidungnya. Semua warung kopi di Distrik Tambora tutup. Hanya kantor polisi Distrik Tambora yang buka seperti biasa, seolah tidak ada masalah.
Di tengah anomali itu Rasid mendengar suara-suara di dalam kepalanya.
"Ali Rasidin. Kau berada dalam wilayah kekuasaan kami. Kau mencari orang berambut lurus klimis itu kan? Untuk apa? Untuk apa kau bertukar tempat dengan tokoh detektifmu itu? Menyembunyikan dia dari kejaran polisi? Lihat akibatnya, tulisanmu terbengkalai, penyelidikan tidak selesai. Nyatanya, kami tahu di mana dia berada. Nyatanya, dia lebih tahu apa yang harus diselidiki. Lalu, sekarang kau mau apa?"
"Serikat Jaringan," Rasid menyangka yang bicara adalah Sergam. "Ingat baik-baik, aku penulis. Aku menentukan jalan cerita. Memang bukan kasus pengeboman yang aku selidiki. Tapi kalian, Serikat Jaringan!"
Rasid menyiapkan rencana untuk penyelidikan nanti malam.
Rasid kembali ke warung kopi tempat semalam mendapat pesan untuk mengirim barang ke kantor polisi Distrik Tambora.
Rasid menanyai penjaga warung kopi. "Kau kenal siapa saja yang bukan pelanggan warung kopi ini?"
"Ya, semalam ada dua orang,"
Sepulang dari warung kopi, Rasid menuju jembatan Kali Angke. Di kolong jembatan Rasid menemukan sisa-sisa ledakan molotov sehari sebelumnya. Rasid menyusun beberapa papan seng yang tidak terbakar menjadi suatu bilik.
Untuk menjaga uang yang dibawanya, Sidin begadang. Setelah mengirim pesan, hp Sidin mati sendiri. Begitu Sidin memeriksa komponen hp nya kartu nomornya lenyap.
"Serikat Jaringan, aku siap," kata Rasid.
Pesan yang dibaca Sidin (Akad Ichsan).
"This is the last day i investigate the case,"
"You've been there,"
"Got it," kata Sidin.
"New recruits," ucap Rasid.
Tempat dan waktu yang sudah disepakati.
"Katanya kita sudah pernah ke sana?" tanya Alan. "Ada tiga peluang: Menara Saidah, Distrik Adiyasa, dan Terminal Distrik Balaraja,"
"Ke Distrik Adiyasa saja," saran Satya. "Dengan begitu kita akan melewati Terminal Distrik Balaraja,"
"Jangan bilang kita pergi ke sana hanya untuk ditipu lagi," Alan tidak mau dijebak dua kali.
"Akan terbukti pola yang benar," kata Sidin. "Jika benar rangkaian kasus diawali dan diakhiri di Distrik Balaraja, maka ini kasus terakhir,"
"Kau mengikuti pola lokasi?" tanya Alan.
"Satya lebih tahu," Sidin enggan menjawab.
"Katanya Sidin mengikuti pola bahan peledak," ujar Satya. "Kalau tidak salah polanya aromatik-hidrokarbon-oksida nitrogen-aromatik lagi,"
"Berarti kasus sebelum Menara Saidah menggunakan hidrokarbon?" Alan memastikan.
Satya mengangguk.
"Berarti sekarang menggunakan senyawa aromatik," Alan menarik kesimpulan.
Segera setelah sampai di Terminal Distrik Balaraja, Sidin, Satya, dan Alan mencium aroma menyengat. Tapi bukan senyawa aromatik.
Melainkan belerang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Detektif Ichsan.
General FictionSeorang detektif terkenal, Serikat Jaringan lawannya. Kehilangan identitas asli, ibu kota perantauannya. Temukan kuasa portal, Tangerang kota pelariannya. Tempat untuk berpulang, Bandung kota kelahirannya. Kasus akan selesai, terungkap apa kebenaran...