Ichsan beli dodol Garut dua kilo seperti ketika baru tiba di Bandung. Karena sedang tidak bertugas sebagai detektif, pakaian Detektif Ichsan bukan seragam SMA tanpa identitas, melainkan kaos sablon dan celana jins hasil beli di Cihampelas.
Setelah beli dodol garut, Ichsan benar-benar bingung mau ngapain. Mana dia tidak bisa masuk ke dimensinya karena kuasa portal terlarang di Bandung?
Tapi kalau dipikir-pikir hebat juga. Sejak Detective Undercover, kasus yang satu ini meskipun paling panjang selesai dengan campur tangan kuasa portal paling sedikit.
Jujur Ichsan ogah ke toko buku, dia ngga doyan baca buku - jangan ditiru - apalagi baca novel sambil diam terus di rumah.
Daripada begini terus, baik Ichsan nyopir angkot. Meskipun belum punya SIM, Ichsan hafal trayek Kalapa - Caheum. Setidaknya.
Dua rit pagi - siang, berbekal informasi bubaran sekolah, pasar, kantor, dan pabrik seadanya, jam dua siang di saku Ichsan terkumpul Rp.47.000 setelah dipotong setoran ke bos angkot setempat.
Kalau hafal jadwal bisa saja Ichsan dapat lebih, toh rezeki sudah ada yang mengatur.
Dari Cicaheum, Ichsan ngebut naik sepeda ke Sukaluyu. Sekali lagi, cerita lama terulang lagi.
Lamunan Ichsan buyar.
"Ichsan, mari sini,"
3.42 sore waktu Sukaluyu.
Ichsan menjelaskan paragraf pertama yang dia hafal semalam.
"Sebenarnya aku pilih yang pertama," Nurul mengaku.
Deg.
Menyimpan semuanya sendiri dan kasus ini tidak akan pernah selesai.
"Tapi matamu berbicara, Detektif Ichsan," sela Nurul. "Lirak-lirik kanan-kiri padahal lawan bicaramu pas di hadapan, kalimatmu terpurus-putus pula. Tidak salah lagi kau menghafal teks semalaman. Ya, kan? Hayo! Ngaku! Aku mau lihat kertasnya,"
"Iya, iya!" Ichsan mengeluarkan buku catatannya. "Nih, baca saja,"
Nurul tidak langsung baca halaman terakhir, melainkan dari awal.
Dengan begini Nurul tidak punya alasan untuk mengelak dari fakta bahwa selama ini Ichsan menjalankan penyelidikan dengan sungguh-sungguh meski sempat kehabisan modal.
"Sebenarnya bisa kita nyatakan kasus ditutup," kata Ichsan setelah Nurul selesai membaca buku catatan. "Bahwa gulungan karton itu dibawa oleh saya atau siapapun yang mempunyai kuasa portal. Tidak masalah kan kalau karton itu dibakar?"
Nurul menggeleng, tersenyum tipis. Tidak bisa lebih. "Kalau urusan bayaran maaf nih Detektif Ichsan, saat ini keuangan saya lagi seret. Tapi ingatanmu yang hilang sudah pulih, kan?"
"Belum sepenuhnya," jawab Ichsan. "Tapi setidaknya sekarang saya sudah punya tempat di Kota Bandung, Nurul,"
"Jadi tidak harus numpang di kontrakan Bukit Cikutra?" Nurul senang sekali.
"Pasar Induk Caringin," jelas Ichsan singkat padat jelas. "Ceritaku di Bandung belum selesai. Keluarga Komaru membutuhkanku untuk membangun kembali usaha dagang mereka. Biaya hidup bukan lagi masalah,"
"Aku juga masih menunggu sesuatu," kata Nurul. "Jawaban atas pertanyaan Sidin di tahun baru,"
Ichsan jadi merasa punya hutang pada Nurul. "Sudah tahu alasannya, kan?"
"Mungkin dia lelah," Nurul dan Ichsan tertawa lepas.
"Jujur di akhir penyelidikan ini ada suatu hal yang mengganggu perasaanku," Ichsan mengaku. "Seperti berharap terlalu banyak pada seseorang, entah siapa, tapi harapan itu sirna seketika,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Detektif Ichsan.
General FictionSeorang detektif terkenal, Serikat Jaringan lawannya. Kehilangan identitas asli, ibu kota perantauannya. Temukan kuasa portal, Tangerang kota pelariannya. Tempat untuk berpulang, Bandung kota kelahirannya. Kasus akan selesai, terungkap apa kebenaran...