Setelah istirahat kedua, pelajaran fisika masih membahas alat optik. Sidin meraba bahu kanannya, teringat kejadian minggu lalu. Luka bekas goresan peluru di sana belum sepenuhnya sembuh.
Berikutnya adalah kalimat yang terucap setelah insiden itu.
Elina... Rahasiakan kejadian ini... Secara tidak langsung, kau menembakku...
Orang di balik lensa bidik itu juga pemilik wujud asli Detektif Ichsan.
Anton.
Adakah suatu keterkaitan?
Terminal Distrik Cikupa.
"Belakangan kau sering betul nongkrong di terminal, Rasid?" tanya petugas retribusi. "Ada apakah?"
Sidin sedang tidak punya ide untuk mencari alasan. "Mencari Adi, sopir angkot INCU ABAH. Atau bosnya, Bang Oman. Jelas?"
Padahal yang ingin ditanyakan Sidin pada Bang Oman bukan itu.
"Bang, saya pernah dengar suatu istilah dari petugas retribusi yang saya tidak tahu artinya," kata Sidin. "Mungkin pemain lama dunia transportasi macam Bang Oman tahu,"
"Istilah apa?" Bang Oman penasaran.
"Mata-mata pihak seberang,"
"Oh itu," Bang Oman tidak merasa heran. "Jadi, saingan angkot Cikupa-Panongan bukan saja ojek, tetapi juga dari sesama angkot,"
"Jurusan mana?" tanya Sidin.
"Cikupa-Tigaraksa. Mempunyai pangkalan di pusat pemerintahan kabupaten, tentulah kedudukan mereka sangat kuat," Bang Oman memulai sebuah cerita panjang.
Dulu mereka pernah mengambil alih trayek Cikupa-Panongan, mengalihkan lintasan angkot ini ke jalan desa yang sempit dan sepi. Perlawanan tidak terelakkan, kami para sopir berhasil merebut kembali trayek ini meskipun harganya tidak sedikit. Banyak sopir tidak bersalah ditahan dan izin retribusi yang dicabut.
Belakangan tersiar isu bahwa perlawanan itu adalah politik pecah belah terencana untuk menguntungkan pihak ketiga, yang kami sebut mata-mata pihak seberang. Sampai sekarang mereka masih ada, bersembunyi di dunia transportasi. Mencari kesalahan di kedua belah pihak untuk menyulut perselisihan baru.
Mata-mata pihak seberang dibenci semua orang. Sopir angkot Cikupa-Panongan, sopir angkot Cikupa-Tigaraksa, juga petugas retribusi. Meskipun demikian, katanya mereka mampu menjaring keuntungan lebih banyak daripada pendapatan seluruh sopir di dua trayek. Misterius, bukan?
Sidin mengangguk setuju. "Bang, ada kabar tentang Adi?" Sekarang Sidin bertanya langsung ke intinya.
"Masboy lebih tahu," jawab Bang Oman. "Oh ya, Rasid, mau duit nggak?"
"Mau lah!" jawab Sidin tanpa ragu.
"Jumat dan sabtu kan sekolah pulang lebih awal, mau nggak kau jadi mata elang?" tanya Bang Oman.
"Sebentar, apa itu mata elang?" Sidin tanya balik.
"Aslinya mata elang adalah nama keren tukang kredit jalanan. Mereka mencegat kendaraan dengan nomor plat tertentu karena cicilannya macet, lantas menagih utang di tempat," jelas Bang Oman. "Dalam hal ini, kau cari Adi sekaligus mobil yang dibawanya, INCU ABAH. Bayaranmu sepuluh persen di awal, sisanya setelah tugasmu selesai. Jadi begini Rasid, hari ini kau tidak usah bayar ongkos, itu bayaran awalmu,"
Sidin menghela nafas, ia terlanjur setuju. Selebihnya Sidin hanya mendapat Rp. 27.000, seperempat uang sakunya dalam seminggu. Lumayan, daripada tidak sama sekali.
"Kenapa? Keberatan?" tanya Bang Oman. "Itu pekerjaan mudah untuk pelajar macam kau, Rasid. Mata elang tidak harus pandai ilmu segitiga, ilmu beladiri silat pukulan depan sudah cukup sebagai modal,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Detektif Ichsan.
General FictionSeorang detektif terkenal, Serikat Jaringan lawannya. Kehilangan identitas asli, ibu kota perantauannya. Temukan kuasa portal, Tangerang kota pelariannya. Tempat untuk berpulang, Bandung kota kelahirannya. Kasus akan selesai, terungkap apa kebenaran...