Rintik hujan kian deras. Tidak sampai satu jam pencarian sudah selesai. Bom itu tidak ditemukan.
"Ayo balik," ajak Satya. "Sudah cukup jalan-jalannya,"
"DHUARR!" Seketika itu seruas saluran air dekat terminal meledak.
Sidin segera mendatangi tempat kejadian perkara. "Lagi-lagi, senyawa aromatik! Toluene. Aih, besi saluran air berkarat? Ini... Argh..."
"Kau kenapa, Sidin?" Satya mengikuti detektif undercover ke masjid terdekat.
"Bom itu... Argh," Sidin mendapati kulit kakinya melepuh setelah terkena air dari saluran. "Akan aku jelaskan caranya bekerja setelah luka ini aku basuh dengan air,"
Petunjuk: besi berkarat.
"Logam natrium," kata Sidin. "Logam yang sangat reaktif terhadap air sehingga harus disimpan di dalam minyak. Dalam hal ini, toluene. Pelaku merendam logam natrium dengan toluene di dalam wadah. Jika sedikit air memasuki wadah, logam natrium dapat meledak menjadi natrium hidroksida. Panas yang dihasilkan reaksi itu dapat memicu ledakan selanjutnya dari toluene,"
"Pelaku sangat ahli ilmu kimia," Satya menarik kesimpulan. "Jadi, kita pulang sekarang? Dengan tangan kosong?"
"Tidak," kata Sidin. "Aku berhasil menemukan pola pengeboman. Perhatikan, kasus pertama senyawa aromatik. Kasus kedua senyawa hidrokarbon (plastic). Kasus ketiga oksida nitrogen. Kasus keempat, kembali senyawa aromatik. Berani tebak, tiga kasus selanjutnya punya pola yang sama,"
"Aromatik, hidrokarbon, oksida nitrogen, kembali aromatik," Satya mengurutkan.
Perjalanan pulang lancar. Sidin membeli perban untuk menutup lukanya, berikut nasi kuning dibungkus untuk dimakan di bis. Sidin dan Satya tertidur di bis karena kelelahan setelah beberapa hari pulang-pergi Distrik Panongan - ibu kota. Mereka dibangunkan kernet bis di Terminal Distrik Cikupa.
"Akhirnya aku harus melakukan apa yang tidak aku sukai," kata Sidin sepulang dari ibu kota.
Di hadapan Sidin setumpuk novel tebal menunggu untuk dibaca. Trilogi Lord of The Rings dan tetralogi Laskar Pelangi adalah sebagian dari tumpukan novel itu.
"Tidak apalah membaca novel untuk mengulur waktu," kata Sidin, tepat sebelum hp nya bergetar. "Aih, apa pesan dari Rasid?"
"Sekali lagi aku di Rasuna Said. Tadi aku ketemu Dini Safitri di jembatan layang. Untuk sementara jangan gunakan kekuatan portal sembarangan,"
"Sialan," umpat Sidin. "Padahal aku mau menguji kekuatan portal untuk tiga jari,"
Kekuatan portal akan bertambah seiring banyaknya jari yang menutupi sebelah mata, tapi itu juga berbanding lurus dengan energi yang dibutuhkan untuk membuka portal tersebut.
Sekali lagi pesan masuk.
"Aku telah mengikuti jejak menuju 1815."
Sidin segera memforward pesan itu lalu menelefon Satya.
"Pelaku sudah menentukan sasaran. Temui aku besok di tempat dan waktu yang sudah disepakati,"
Tempat dan waktu yang sudah disepakati.
"Teka tekinya tambah susah saja," Satya garuk-garuk kepala. "18 15 kan Ar P. Dibalik pra, artinya sebelum. Maksudnya apa?"
"Itu bukan nomor unsur," kata Sidin. "Melainkan tahun,"
"1815?" Satya belum mengerti. "Ada peristiwa apa tahun itu?"
"Distrik Tambora, barat ibu kota," sela Sidin.
"Apa katamu?" Satya menyimpan hp nya.
"Tahun 1815 adalah tahun ketika Gunung Tambora NTB meletus," ujar Sidin. "Dari situ aku beranggapan kalau pelaku mengincar Distrik Tambora, barat ibu kota,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Detektif Ichsan.
General FictionSeorang detektif terkenal, Serikat Jaringan lawannya. Kehilangan identitas asli, ibu kota perantauannya. Temukan kuasa portal, Tangerang kota pelariannya. Tempat untuk berpulang, Bandung kota kelahirannya. Kasus akan selesai, terungkap apa kebenaran...