Rumah Baru

12.2K 592 2
                                    

Abim pov

Seminggu sudah aku menjalani peranku sebagai suami dari gadis yang bernama Meyra Shaqueen, seru dan menyenangkan jauh dari espektasiku sebelum aku mengucap janji suci di hadapan penghulu, setiap pulang ke rumah selalu di sambut dengan senyuman, begitupun saat berangkat bekerja segala kebutuhanku telah dipersiapkan, kami benar-benar menjadi teman yang saling mendukung satu sama lain, aku membantu mempromosikan butiknya kepada rekan - rekan kerjaku, tapi untuk urusan tertentu tetap ada batasannya, tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing itu menjadi poin utama

Dua hari setelah menikah aku langsung memboyong Meyra kerumah baru kami, rumah yang aku beli setahun yang lalu tapi belum pernah sekalipun aku tempati, untuk merawat rumah itu aku menyuruh mang kardiman bersama istrinya mbok ijah untuk sesekali waktu membersihkannya karena kebetulan rumah mang kardiman hanya berjarak 500m dari rumah tersebut , niat awal aku membeli rumah itu karena aku membantu seorang teman yang akan pindah ke luar negeri dan merasa sayang jika rumahnya harus di jual ke orang lain, namanya davin dan aku sudah menganggapnya seperti saudaraku sendiri , dan alhamdulillah sekarang rumah ini bermanfaat untuk aku tinggali bersama istriku, lebih tepatnya istri hasil kesepakatan

Melihat istriku memasak setiap pagi merupakan pemandangan baru yang aku sukai, perempuan itu benar-benar mandiri, bisa melakukan segala sesuatunya dengan cekatan padahal aku sudah menyuruh mbok ijah untuk datang setiap hari guna mengurus segala keperluan di rumah kami dan dia cukup menjadi nyonya besar dengan segala fasilitas yang aku berikan, tapi entah mengapa dia menolaknya

Seperti pagi ini semua makanan kesukaanku telah tersedia di meja makan, perempuan itu benar-benar tau makanan apa saja yang aku sukai dan apa yang tidak boleh aku makan, sedangkan perempuan yang memasak semua makanan ini tengah berdandan di kamarnya, catat di kamarnya bukan kamar kami, sesuai kesepakatan, aku dan dia punya ruang privasi masing-masing dan satu sama lain tidak berhak mencampurinya

"semua makanan ini kamu yang masak? " tanyaku pada meyra yang sekarang telah berada di meja makan yang mengambil duduk di hadapanku, pertanyaan yang sebetulnya tidak perlu aq tanyakan karena aku tahu semua masakan ini dia yang memasak, ya sekedar basa-basi untuk mengawali sebuah obrolan

" hhmm.....! apa kemampuanku meragukan, atau mas Abim tidak selera dengan masakanku tapi setauku semua ini...... "
Meyra tidak melanjutkan ucapannya saat tahu aku menatap meja makan dengan tatapan kelaparan

" maksudku......apa kita bisa menghabiskan semua makanan ini "
Kataku kikuk kala meyra tersenyum seolah mengerti apa yang sedang ada di pikiranku

"yah.....!!!aku sudah capek - capek masak , pokoknya harus di habisin"

"yalah....yailah.....akan aku habiskan semuanya, bisa kita mulai makan perutku sudah keroncongan"
Aku merajuk seperti anak kecil dan perempuan yang menjadi istriku ini dengan telaten melayani acara makanku

"oya mas......! mungkin nanti aku pulangnya telat " ucap perempuan itu disela makannya

" apa kamu ada kerjaan di hari minggu ? " tanyaku yang masih asyik menikmati makanan dengan lahapnya

" bukan soal kerjaan tapi aku mau menjenguk Arkan di rumah sakit "
Ucap meyra ragu - ragu

" Arkan......? " aku mengerutkan keningku mencoba mengingat-ingat siapa Arkan yang di maksud istriku ini

" Arkan anaknya mas Rafi..... " ucap meyra lirih

" oooo.....okey! " jawabku datar

" beneran mas Abim kasih ijin" ucap meyra kegirangan  "makasih.....! "

" emm..... Sepertinya aku tau kenapa hari ini kamu memanjakan lidahku dengan semua makanan yang enak ini, kamu mau nyogok kan! lain kali tidak perlu meminta ijin, kamu bebas melakukan apa yang kamu mau "
Kataku pada perempuan di hadapanku ini namun di balas dengan tatapan cemberut

" kita memang bukan pasangan suami istri pada umumnya tapi kita ini tinggal dalam satu atap jadi tetap harus ada aturannya, siapa saja yang pulang telat harus memberi tahu tidak boleh membuat khawatir orang di rumah, itu aturannya kalau sampai dilanggar harus di beri hukuman , deal"
Meyra menjabat tanganku tanda setuju, padahal aku belum memberi keputusan iya atau tidak, tetapi ya sudah lah aku meng-iyakannya saja, tingkah perempuan itu kadang-kadang tidak bisa aku pahami, aku memberinya kebebasan tapi dia memilih untuk diberi peraturan, aneh!

Sebenarnya sih bukan aneh tetapi perempuan itu menunjukkan kalau dia punya sikap, kali ini aku setuju dengannya, meskipun dihadapannya aku tidak mau mengakuinya, satu lagi nilai plus untuknya

             - - - - - - 000- - - - - -


"bagaimana keadaan Arkan mas? "
Tanyaku pada mas Rafi yang tengah duduk termenung di luar kamar inap Arkan

" entahlah......sebenarnya tiga hari ini kondisinya sudah sangat baik dan rencananya besok boleh pulang, cukup rawat jalan, katanya dia sudah bosan di rumah sakit dan ingin pulang tapi tadi malam dia malah demam tinggi "
Mas Rafi menjelaskan secara detail mengenai kondisi Arkan kepadaku, dan aku bisa merasakan kecemasan yang dirasakan mas Rafi

Aku memang cukup kaget saat salsa memberi tahuku kalau kondisi Arkan drop lagi, sungguh tidak tega melihat anak sekecil ini hanya bisa terbaring lemah di atas tempat tidur, saat aku datang di rumah sakit bersama Salsa Arkan terlihat begitu bahagia

"sepertinya Arkan sangat menyayangimu, buktinya saat kamu datang bersama Salsa dia langsung bahagia dan mau makan " ucap mas Rafi yang sekilas menatapku

" maafkan aku Meyra ......aku selalu merepotkanmu" imbuhnya

"tidak mas......Arkan anak yang lucu aku juga sayang sama dia "

" apa suamimu tahu kamu kemari "  pertanyaan mas Rafi sedikit membuatku tidak enak hati

"ya! mas Abim tahu dan tidak keberatan, aku sangat bersyukur punya suami seperti dia " kata-kata ku meluncur begitu saja yang mungkin lebih tepatnya adalah sebuah harapan memiliki suami yang mendekati sempurna, karena aku tidak mau mas Rafi curiga dengan pernikahanku

" syukurlah akhirnya kamu bahagia "
Dan aku hanya tersenyum mendengar ucapan mas Rafi

Bahagia - benarkah aku bahagia dengan kehidupanku yang sekarang?  Tidak aku pungkiri hidup satu atap dengan mas Abim tidaklah sulit, ternyata orangnya humble dan tidak sesangar dan sedingin waktu pertama kali kenal, meladeni selera makannya juga tidaklah sulit dia lebih menyukai makanan rumahan ketimbang fasfood, makanan apapun yang aku masak dia selalu memakannya sesuatu yang juga meleset dari perkiraanku, tapi hanya sebatas itu dan tidak lebih karena aku masih sering melihat tatapan dinginnya saat dia termenung sendiri di ruang kerjanya dan disaat dia seperti itu aku lebih memilih untuk menghindarinya, karena aku tidak ingin punya masalah dengan laki-laki itu

"tentu saja kami bahagia, bukankah pernikahan itu adalah gerbang menuju kebahagiaan "  lagi-lagi aku berbicara seperti layaknya pengantin baru yang sedang menikmati indahnya berumah tangga

" alhamdulillah kalau begitu, sepertinya kamu memang beneran bahagia, karena jujur saja aku sempat khawatir karena kamu menikah dengan Dirgantara, aku sempat takut dia menyakitimu "

" tenang saja mas, dia memperlakukan aku dengan sangat baik "  aku tersenyum kecut dengan perkataanku sendiri

Setidaknya kali ini aku tidak berbohong, karena mas Abim memang memperlakukan aku dengan sangat baik, ya walaupun hanya sebagai seorang teman bukan sebagai seorang istri












Tbc

ALMAYRA (end) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang