"Makasih." Ucap Risa sopan sambil senyum ke arah waiters yang bawa pesenan makanan dan minuman mereka.
Manaka langsung ngambil piring makanan yang di pesennya. Gak pake lama langsung dimakan, beda sama Rika yang milih buat ngomong dulu ke Risa di depannya sebelum makan.
"Berarti tepat seminggu ya hari ini?"
Risa ngangguk ke arah kakaknya sebagai jawaban iya.
"Apa Naachan gak nanyain?"
"Nanyain sih, tapi gue bilang anak itu emang enggak buru-buru ke bengkel." Jelasnya. "Naachan juga nanyain kenapa anaknya enggak ngehubungin dia padahal waktu itu dia yang ngasih kartu nama."
"Terus?" Tanya Manaka kali ini.
"Gue bilang kita ketemu di sekolah pas turnamen. Dan kita tukeran kontak, makanya yang dihubungin gue."
Suasana kafe yang Risa, Manaka sama Rika datengin sore itu enggak terlalu rame, mungkin karena hujan dari pagi jadi orang-orang pada ogah keluar apalagi nongkrong-nongkrong cantik gitu.
Risa sebenernya juga ogah, tapi kalo ada agenda ngedate antara kakaknya sama Manaka pasti dia diikutsertakan. Rika gak pernah mau pergi-pergi sama Manaka berdua, pokoknya harus bertiga. Kemana pun. Risa gak bisa nolak permintaan kakaknya, apapun itu meksipun kadang ngerugiin. Awalnya Risa keberatan, tapi lama-lama jadi enjoy sendiri karena kakaknya sama Manaka enggak aneh-aneh kalo pergi berdua. Jadi meskipun perannya sebagai orang ketiga, Risa gak masalah.
Entahlah hubungan Manala sama Rika ini harus dibilang apa, tunangan iya tapi sikapnya kaya baru kenal kemaren. Sulit banget buat bersatu.
"O—OW..." Gumam Manaka pelan. Gulungan carbonara di atas piringnya melonggar karena enggak kunjung diangkat buat di makan.
Rika meskipun keliatan gak peduli sama Manaka, kadang-kadang malah jadi yang lebih peka sama perubahan sikap si caplang. Seperti barusan, rasa-rasanya Risa mendapat sinyal aneh dari tunangannya ini.
"Ada apaan sih?"
"Di arah jam dua."
Tanpa pikir panjang, Rika langsung noleh ke arah yang Manaka sebut. Rautnya langsung berubah kaget untuk sepersekian detik, tapi kembali bisa di kontrolnya. Hal yang udah gak aneh lagi diliat akhir-akhir ini.
Manaka ngelirik Rika yang berusaha buat enggak peduli padahal hhmm...
Karena ngerasa janggal sama pasangan di didepannya, Risa ngelepas fokusnya dari tablet yang dia pegang terus natap Manaka sama Rika bergantian.
"Kenapa?"
Manaka ngasih sinyal dari gerakan kepalanya untuk melihat ke arah yang dimaksud. Dan tanpa menbuang waktu pun Risa langsung ngerti.
Helaan nafas panjangnya adalah respon tersimple yang bisa Risa lakukan.
"Masih ya mereka?" Tanya Manaka.
"Ya lo liat sendiri."
"Payah." Ledek Rika. "Gak bisa tegas ya?"
Risa kembali menjatuhkan pandangannya ke arah dua orang yang duduk agak jauh dari posisinya duduk, salah satu diantara dua orang itu adalah tunangannya sendiri. Nishino Nanase, duduk bersama orang lain yang Risa tahu adalah pacarnya. "Biarin lah dia seneng-seneng dulu."
"Bucin." Sindir Manaka.
"Maaf bisa ngaca gak?" Ucap Risa telak.
Manaka ngedumel, gak bisa bales lagi. Soalnya dia juga agak bucin ke Rika, ditolak udah sering tapi tetep berusaha buat jadi jodoh yang baik. Prinsipnya adalah bakalan berusaha sampe Rika beneran kebuka hatinya buat nerima.