34

431 42 41
                                    

Jurina bisa ngeliat adik sepupunya lagi merenung di sisi kolam renang dari balik dinding kaca rumah. Sore hari yang biasanya mendung –tanpa hujan– itu makin muram dihias sama ekspresi Techi yang dingin tak terbaca. Jarang-jarang Techi begitu.

Duduk di samping kursi santai yang ada di sebelah Techi, Jurina berdeham kecil untuk menandakan keberadaannya. Techi menoleh sekilas, seolah memberi tahu jikalau dia sadar Jurina ada disana meskipun tadi ia sama sekali enggak ngedenger ada langkah kaki orang mendekat ke arahnya.

Antara Techi khusyuk ngelamun atau Jurina yang jalannya gak napak.

"Ngapain sih ngeliatin air kolam? Gak bakalan surut juga." Kata Jurina, niatnya memecah keheningan tapi malah jadi angin lalu karena Techi not responding.

"Ngelamun ngapain? Masih mikirin soal Memi lagi ya?"

Masih enggak ada jawaban, atau respon lah seenggaknya.

"Gue udah denger semuanya dari personal assistant lo." Ucap Jurina memulai. Bukan tanpa sebab ia langsung bicara ke topik masalahnya karena Techi mulai bersikap tidak biasa. Kalo gini terus pasti sifat arogannya bakalan muncul, sikap buruk Techi kalo ada keinginannya gak sesuai apa yang dia mau. "Udah sih lepasin aja, mending juga kompromi sama keadaan." Jurina makin niat buat mancing. "Mending juga damai sama Neru daripada mikirin Memi yang jelas-jelas gak bakalan bisa di perjuangin sekeras apapun lo berusaha."

Agaknya pancingan Jurina itu umpannya termakan tanpa menunggu waktu lama, karena setelahnya Techi memandang kakak sepupunya itu dengan tatapan ingin memaki. Tapi apa yang diucap oleh Jurina itu ada benarnya juga, membela diri se anarkis apapun tetap saja posisinya terpojok.

"Apa sih sebenernya yang kurang dari Neru sampe lo kayanya nyari-nyari kekurangan dia selama ini? Pinter iya, cantik iya, karena pendek? Kayanya enggak deh malah jadi imut, diliat-liat juga bahenol tuh."

Techi mendengus, "Jangan mulai ceramah deh." Komentarnya sekaligus mengalihkan topik, bahaya kalo terus di makan umpannya bakalan ngungkit-ngungkit masa lalu. "Ngapain kesini sore-sore? Tumben."

"Baru pulang nemenin Miona belanja, karena deket tempatnya jadi mampir kesini dulu sebelum pulang." Jawabnya.

Pandai memang oknum bernama Matsui Jurina soal membaca keadaan.

"Oh."

Jurina duduk menghadap Techi yang sudah kembali dengan aktivitasnya melamun. Ngeri aja tiba-tiba kesurupan jadi belalang kaya di youtube itu kan, mending belalang kalo jadi pintu? Atau batu?

"Mending ikut gua ayo." Ajaknya.

"Kemana? Gak cape lo baru juga nemenin pacar lo belanja."

"Halah demi lo biar gak ngelamun sih capeknya ilang. Ayo!"

Techi otomatis berdiri ketika Jurina narik tangan dia. Begitu masuk rumah, keduanya papasan sama Sayanee yang entah darimana karena baru aja Jurina liat semenjak masuk rumah.

"Gue pinjem Yurinanya bentar ya."

"Kemana?"

"Mau gua ajak jalan-jalan." Jawab Jurina. "Oh iya dia udah makan belum?"

Sayanee menggeleng, "Dia tadi nge-skip makan siang, kebetulan barusan gue mau nyuruh dia ngisi perut."

"Yaudah sekalian aja dia nanti makan juga."

"Jangan yang berat, udah sore nanti pas makan malam masih kenyang."

"Santai."

Techi disana cuma merhatiin PA sama kakak sepupunya itu yang makin kesini makin akrab aja keliatannya, padahal ketemu aja jarang. Ngomongnya juga enggak formal, kaya temen jatohnya. Iri deh, sayang dia enggak bisa ngelepas ke formalitasannya ke asisten pribadinya ini.

YOLO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang