- Putri Revianold -
Aku ikut berdiri secara refleks ketika para penonton yang lain berdiri, bertepuk tangan, dan menyoraki kemenangan tim Dana. Ya, ia berhasil membawa tim nya menang dan senyuman penuh rasa bangga terpampang jelas di wajah nya. Ia dikerumuni seluruh teman - teman satu tim nya dan memeluknya secara bersamaan. Pantas saja karena ia adalah kapten dari tim nya. Seketika ia menoleh kearahku dan pandangan kami bertemu. Ia pun menghindar dari kerumunan tim nya dan berlari kearahku, lalu dengan spontan ia langsung memelukku dan aku membalas pelukannya, ikut merasa senang atas kemenangannya.
"Selamat atas kemenanganmu." Ucapku dengan semangat setelah melepas pelukan kami.
"Terima kasih. Ini semua juga berkat dukunganmu." Aku tersenyum kearahnya. Lalu pandangan Dana teralihkan pada lelaki disebelahku. Sial, aku lupa jika ada Ryan disini dan aku tak bisa menebak bagaimana ekspresinya sekarang setelah melihat adegan antara aku dan Dana berpelukan beberapa menit yang lalu. Bahkan untuk menoleh kearahnya pun aku ragu. Mau tak mau aku menoleh kearahnya perlahan. Raut mukanya terlihat sangat marah dan tatapannya tajam terarah ke Dana.
"Rupanya ia ada disini." Ucap Dana sambil menoleh kearahku dan aku hanya mengangguk pelan. Ia pun mengangguk mengerti.
"Ah, selamat atas kemenangan tim mu." Kini Risa mencoba untuk memecahkan keheningan dan ketegangan yang ada, menarik perhatian Dana.
"Tim ku memang selalu menang." Aku tertawa kikuk mendengar perkataan Dana. Sial, aku tak tahu harus bagaimana sekarang. Aku yakin setelah Dana pergi pasti Ryan akan meledakkan seluruh emosinya padaku. "Kalau begitu aku harus kembali bersama yang lain sekaligus mengganti pakaianku. Terima kasih karena kalian sudah menontonku." Lanjut Dana sambil menatapku dan Risa secara bergantian. Senyuman nya senantiasa berada di wajah nya yang berkeringat itu.
"Sama - sama." Jawabku.
"Baiklah, sampai jumpa besok." Ia melambaikan tangannya kearahku sebelum berlari kembali ke lapangan bersama tim nya yang lain.
"Putri, ayo kita pulang." Ajak Risa yang mulai tampak bosan disini.
"Ia pulang bersamaku." Ucap Ryan dengan cepat dan juga ketus. Aku melirik kearah Risa dan memberinya kode untuk menuruti apa perkataan Ryan sekarang dan beruntung ia mengerti akan maksudku.
"Baiklah, kalau begitu aku harus pulang sekarang. Sampai jumpa." Tanpa menunggu balasanku, Risa langsung pergi meninggalkan kami berdua karena aku tahu ia mulai merasa tak nyaman dengan tatapan yang diberikan oleh Ryan saat ini. Ia tak bisa mengontrol emosinya disaat ia benar - benar marah, bahkan mungkin ia akan melampiaskan amarahnya pada orang lain yang jelas - jelas tak bersalah.
"Kita pulang sekarang." Ia langsung menarik pergelangan tanganku dengan kencang dan membawaku keluar dari area lapangan futsal. Ia berjalan dengan tergesa - gesa bahkan membuatku hampir tersandung oleh kakiku sendiri.
Ia membuka pintu mobilnya dan menyuruhku untuk masuk ke dalam lalu menutupnya lagi dengan kencang. Ia berputar dan duduk di kursi pengemudi sambil memasang sabuk pengamannya dengan cepat. Nafasnya naik turun terlihat dari pergerakan dadanya sekarang. Apakah ia semarah itu padaku karena kejadian tadi?
"Pakai sabuk pengamanmu sekarang." Perintahnya dengan cepat. Tak ingin menambah masalah dengannya, aku pun langsung memasang sabuk pengamanku dan menatapnya dari samping.
Detik berikutnya ia mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan diatas rata - rata. Gila! Ia bisa saja membunuh kami berdua sekarang karena caranya dalam berkemudi yang tampak seperti orang mabuk dan ugal - ugalan. Aku memegang kursi ku sendiri dengan kencang, mencoba untuk tetap tenang. Berpikir, Putri! Apa yang harus kulakukan untuk meredakan emosinya sekarang?!
KAMU SEDANG MEMBACA
RUDE.
RomanceKarena pada akhirnya seseorang akan berubah jika ada yang bisa membantunya.