03

1.4K 31 0
                                    

- Putri Revianold -

Guru Sejarah ku pun keluar meninggalkan kelas setelah mendengar bel pertanda jam sekolah telah usai berbunyi. Aku dan yang lain mulai berkemas dan bersiap untuk pulang, bahkan beberapa temanku sudah ada yang pulang terlebih dahulu. Risa menungguku yang masih memasukkan buku terakhir ku ke dalam tas.

"Kau pulang naik apa sore ini?" Tanya Risa sambil mulai bangkit dari kursi nya. Aku menggendong tas ku di pundak kanan dan menatapnya.

"Taksi. Kau mau ikut denganku?" Ucapku menawarinya untuk pulang bersama karena kebetulan arah rumah kami sama.

"Bagaimana jika untuk hari ini sampai Minggu aku menginap dirumahmu? Kau tahu, kedua orang tua ku sibuk di luar kota dan aku bosan dirumah sendiri. Kau pasti juga merasakannya, bukan?" Ia benar. Baik aku dan Risa sama - sama sering ditinggalkan oleh orang tua demi pekerjaan mereka. Tak heran jika aku dan dia sering berada dirumah sendirian.

"Ide yang bagus." Jawabku dengan sedikit bersemangat karena dengan begitu, aku tak perlu merasa kesepian dirumah.

"Kalau begitu kita akan mampir sebentar dirumahku untuk mengambil beberapa pakaian dan keperluan ku. Setelah itu kita ke rumah mu." Aku mengangguk dengan cepat.

Kami berjalan ke luar untuk menuju ke gerbang depan sekolah. Murid yang lain pun ikut berjalan bersama kami untuk pulang ke rumah masing - masing. Setelah keluar dari gerbang, kami berdua menunggu taksi yang akan lewat nantinya sambil sesekali membicarakan hal - hal ringan.

"Hei, Putri!" Aku terkejut mendengar suara bentakan dari samping ku. Aku langsung menoleh ke samping dan menemukan Sarah dan juga kedua temannya yang berdiri di dekat ku sambil menatapku dengan tatapan tajam.

"Ya? Ada apa?" Tanyaku mencoba untuk menutupi rasa terkejutku karena suara bentakannya.

"Kau yang melaporkan kami bertiga ke ruang BK, bukan?" Aku membulatkan kedua mataku dan menoleh kearah Risa yang tak tahu harus apa. Bagaimana bisa ia tahu? Bukankah Bu Susi sudah setuju bahwa tak akan menyebutkan kami sebagai pelapornya?

"Apa maksudmu?" Aku berusaha untuk berpura - pura tidak tahu dengan apa yang ia katakan. Sebisa mungkin aku menjaga diriku dan juga Risa agar tak menjadi target mereka yang selanjutnya setelah Lisa.

"Kami mendapatkan diskors selama satu minggu karena mendapatkan laporan dari murid. Setelah aku mencari tahu, rupanya kalian berdua yang melaporkan kami. Berani sekali kau!" Aku mundur perlahan. Semua tatapan murid kini beralih kearah kami, seolah ini adalah pertunjukan gratis yang menyenangkan.

Jantungku berdegup kencang saat ini. Aku tidak seharusnya takut pada mereka bertiga karena mereka bukan lah siapa - siapa dan bukan apa - apa. Aku harus memberanikan diriku. Aku menarik nafas sejenak.

"Ya, memang aku pelapornya. Lalu kenapa? Bagus lah jika kalian mendapatkan diskors, sehingga para murid disini menjadi tenang tanpa keberadaan kalian bertiga." Aku merasa terkejut sekaligus bangga pada diriku sendiri yang berhasil mengucapkan kalimat sepanjang itu pada Sarah dan kedua temannya.

"Rupanya kau sudah berani padaku. Ingat, semua murid disini takut padaku dan kau dengan beraninya melawanku. Tanyakan pada mereka semua apa akibatnya setelah berusaha untuk mencari masalah denganku!" Aku tersenyum miring meremehkan ucapannya itu.

"Untuk apa aku takut padamu? Kau ini bukan siapa - siapa disini, hanya murid biasa sama seperti aku dan yang lain. Lalu apa yang harus kutakuti dari kau dan kedua temanmu itu?" Makin lama makin banyak murid yang menonton kami disini. Ini benar - benar memalukan.

"Dasar kau!" Aku menutup mataku ketika melihat tangan Sarah yang hendak menamparku. Setelah beberapa detik, aku membuka mataku karena tak merasakan tamparan apapun darinya. Aku terkejut melihat Ryan yang sedang menahan tangan Sarah dari belakang.

RUDE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang